Andin setengah berlari meninggalkan apartemen Angga, dengan penampilan yang terlihat acak-acakan.
Beberapa orang yang kebetulan berpapasan dengan Andin menatapnya dengan tatapan heran,melihat wanita cantik dengan baju acak-acakan dan bertelanjang kaki, setengah berlari keluar gedung apartemen.
Andin menatap taxi yang baru saja berhenti di hadapannya, taxi yang sedang menurunkan penumpang. Andin bergegas masuk ke taxi itu begitu penumpang itu turun.
"Jalan pak." perintahnya pada supir taksi. Si supir menatap Andin dari kaca tengah mobilnya.
"Kemana Nona."
"Jalan Cempaka 25.B pak" ujar Andin dengan suara terdengar bergetar.
Taxi pun melaju meninggalkan gedung apartemen. Andin menyandarkan tubuhnya pada kursi, air mata mengalir di sela kelopak matanya yang terpejam. di benaknya kembali terlintas perlakuan Angga terhadapnya, Angga yang selama ini selalu menuntut melakukan hubungan itu, nyaris saja dia berhasil melakukannya. beruntung wanita itu datang, kalau tidak, entah apa yang terjadi padanya.
Taksi berhenti tepat di depan rumah Renata, Andin bergegas turun, sebelumnya dia meminta sopir taksi menunggunya sebentar, dia sengaja ke rumah Renata sebab dia tidak memiliki uang sepeserpun untuk membayar taxi. barang barangnya tertinggal di tempat Angga termasuk dompet dan handphone.
Andin menekan bell, menunggu beberapa saat, kemudian tampak pintu pagar terbuka sedikit, Andin tak sabar menunggu pagar terbuka lebar dia bergegas masuk kedalam rumah untuk menemui Renata.
"Mbak bisa pinjami aku uang buat bayar taxi," ujar Andin saat tiba di depan Renata.
"Berapa Din," tanya Renata, matanya tak berkedip menatap keadaan Andin yang acak acakan.
"lima puluh ribu mbak."
"Sebentar," Renata mendorong kursi rodanya masuk kedalam kamarnya, lalu kembali lagi dengan uang seratus ribu di tangannya.
"ini ambillah."
"Terima kasih mbak" ujar Andin, dia pun bergegas keluar membayar taxi yang sedang menunggunya, kemudian kembali menemui Renata lagi.
Andin duduk di sofa dengan tubuh bergetar, penampilan yang begitu acak-acakan mengundang tanya di benak Renata.
"Andin, apa kamu baik-baik saja?" tanya Renata hati hati, dia tau telah terjadi sesuatu pada diri Andin, dan Andin tidak sedang baik baik saja, tapi Renata tak ingin nengorek keterangan lebih dalam, biar Andin sendiri yang mengatakan apa sebenarnya yang terjadi.
"Mbak, boleh aku bermalam di sini malam ini," Wajah kuyu Andin menatap Renata penuh harap.
"Tentu saja, kau boleh bermalam disini," ujar Renata dengan senyum ramah. Andin bernafas lega, dia tak ingin kembali kerumahnya, Angga pasti mencarinya ketempat kosnya, dia tak ingin bertemu Angga. kejadian tadi meninggalkan trauma pada dirinya.
Renata menatap sosok Andin yang tertidur pulas di kamar tamu. Sejuta pertanyaan bergelayut di benaknya. Apa sebenarnya yang terjadi, dia pulang tanpa membawa motornya, bahkan dia pulang dengan menumpang taxi. terbayang di benak Renata keadaan Andin tadi siang, Andin pulang dengan baju terlihat berantakan bahkan dia tak mengenakan sandal, bertelanjang kaki menemuinya.
Renata menghela napas panjang, dia mendorong kursi roda elektriknya, keluar dari kamar tamu. bersamaan dengan itu suaminya sudah di ruang keluarga. Bagas Sanjaya pria bertubuh kekar dan berwajah tampan itu tengah menatapnya.
"Siapa di kamar tamu?" tanya nya datar.
"Andin, gadis yang kemarin." jawab Renata dengan lembut.
"Kenapa dia tidur di sini, apa dia tidak memiliki rumah?" ujarnya lagi masih dengan ekspresi yang sama.
"Bukannya kamu bilang, yang bekerja padaku boleh tinggal di sini." sahut Renata.
"Iya, tapi bukan pekerja seperti dia yang aku maksud." bantah Bagas.
"Sudahlah istrahat sana, kamu pasti lelah," Renata, menengahi perdebatan kecil mereka.
"Baiklah aku istrahat dulu,"Bagas berlalu meninggalkan Renata menuju kamarnya, ternyata kamarnya terpisah dari kamar Renata.
Andin, yang sedari sore sudah tertidur kini pagi-pagi sekali sudah bangun, tidur di rumah orang membuatnya tidak nyenyak tidur.
Dia melangkah kedapur setelah membersihkan diri, di dapur terlihat bibik Art nya Renata sedang menyiapkan sarapan pagi.
"Saya boleh bantuin bik." ujar Andin
"Gak usah non. Non kan tamu disini,biar saya saja yang ngerjain," tolak bibik dengan lembut.
"Saya bukan tamu bik, saya juga kerja di sini," jelas Andin, sejenak Bibik menatap Andin heran kemudian kembali melanjutkan Aktivitasnya.
"Masak, memang apa kerja non disini?" tanya bibik, sekilas menatap wajah cantik Andin.
"Temani nyonya Renata buk," jawab Andin
"Ohh, jadi kamu penganti bik Dartik." ujarnya dengan kepala mangut manggut.
"Iya bik."
"Siapa namamu non?" tanya bibik.
"Andin bik,"
"Saya Parmi, no." ujarnya dengan senyum mengembang.
"Ini mau masak apa bik?"
"Mie rebus kuah kaldu, non"
"Baiklah saya bantu ya bik."
"Silahkan non."
Andin mulai memotong beberapa sayuran berupa kentang dan wortel, sementara bibik menyiapkan bumbu untuk kua mie.
Aroma lezat sudah memenuhi ruangan, pertanda masakan bik Parmi sudah masak dan siap di hidangkan.
"langsung di hidang bik?" tanya andin yang berniat membantu bibik menghidang.
"Nanti non, nunggu mereka datang, kalau sekarang nanti dingin gak enak." sahut bik Parmi sembari mengemasi barang bekas memasak tadi.
"Ohh, kalau gitu saya panggil nyonya dulu bik." ujar Andin seraya berlalu dari dapur.
Sesampainya di depan kamar Renata, Andin mengetuk pelan kamar Renata.
"Mbak, sarapan sudah siap," ujar Andin di depan pintu.
"Masuk saja pintunya tidak terkunci." ujar suara barito di belakang Andin, membuat Andin terlonjak kaget.
"Maaf tuan, saya kira tuan belum datang." ujar Andin tentunduk, dia merasa sungkan.
"Sudah masuklah, katakan aku menunggu di ruang makan," ujarnya datar.
Andin menatap tuannya sekilas lalu membuka pintu kamar, di dalam kamar tampak Renata sedang memakai pakayannya dengan susah payah.
"Biar saya bantu mbak," Andin menghampiri Renata kemudian membantunya mengenakan pakaiannya.
"Terimakasih Din," ujarnya dengan senyum mengembang.
"Mbak, Tuan menunggu di ruang makan,"
"Oh ya, mari sarapan." Ajak Renata.
Andin mengikuti laju kursi roda Renata menuju ruang makan, tampak Bagas sudah menunggu mereka.
Andin bergegas membantu bik Parmi menghidangkan serapan untuk kedua majikan mereka.
"Andin, kenapa cuma dua, ayo sarapan disini." Ajak Renata.
"Gak usah mbak, nanti aja," tolak Andin, dia mana berani menerima tawaran Renata, tatapan suaminya begitu Dingin membuat jantung Andin membeku.
"Kalau kau tidak mau aku juga gak sarapan lho." ujar Renata.Andin bingung, harus apa.
"Sudah duduklah keburu dingin sarapannya." titah Bagas, membuat Andin bak di tarik magnet dia langsung mengambil sarapannya kemudian ikut duduk dengan mereka.
"Andin, kamukan panggil saya mbak, jadi kenapa memanggil Bagas dengan sebutan tuan, pangil saja dia Kak Bagas" ujar Renata di sela makanya.
"Uhuk..uhuk." terdengar Bagas seperti tersedak sesuatu dia terbatuk hingga wajahnya tampak memerah.
"Bagas, pelan-pelan makannya," ujar Renata seraya menyodorkan gelas berisi air pada Bagas.
"Apa-apa kau menyuruhnya memanggilku kakak, sejak kapan aku jadi kakaknya!" protes Bagas meradang.
"lalu, apa kau mau di panggil mas?" jawab Renata seenaknya.
Kali ini Andinlah yang terbatuk batuk karena tersedak makanan. Renata menyodorkan gelas berisi air pada Andin.
"Saya panggil tuan saja lebih cocok untuk saya mbak," ujar Andin menengahi. Dia tak tahan melihat tatapan dingin Bagas yang sangat mengintimidasi jiwanya.
"Sudah, jangan membantah, saya tidak merubah perkataan saya. Bersiaplah, kamu biar berangkat bareng dengan Bagas ketempat kulia," ujar Renata tegas.
Renata meninggalkan ruang makan yang di ikuti langkah suaminya, sayub-sayu Andin mendengar perdebatan mereka berlanjut di kamar Renata.
Dengan di paksa Renata, Andin benar-benar pergi dengan Bagas.
Sepanjang perjalanan di dalam mobil, wajah bagas terlihat tak bersahabat, membuat Andin ingin segera lompat keluar dari mobil.
Belum sampai di kampus mobil bagas tiba-tiba menepi, dia menatap Andin intens lalu...
"Turun!" bentaknya kasar.
"Tapi kampusku masih jauh.." ujar Andin bingung.
"Kau tidak bodohkan, kau bisa naik taxi atau ojol aku tidak perduli, yang aku mau kau turun dari mobil ku. Satu lagi, jangan coba-coba memanfaatkan kebaikan Renata!" Bentak bagas dengan sorot mata tajam.
"Aku tidak punya niat seperti itu, tapi saat ini aku tidak punya uang. Tuan harus mengantarku sampai kampus." jawab Andin dengan suara lirih matanya mulai sudah terlihat mendung. Ucapan Bagas sangat melukai hatinya, dia bukan orang yang licik seperti yang di pikirkan Bagas.
"Bukan urusanku," sahut Bagas acuh.
Andin pasrah, dia membuka pintu mobil lalu keluar dari mobil mewah milik Bagas, Bagas pun meninggalkan Andin tapa memberinya uang sepeserpun.
Andin kembali pasrah karena harus berjalan kaki menuju kampusnya, mau gimana lagi, dia bisa saja minta tolong Dimas tapi handphone nya kemarin tertinggal di rumah Angga.
Walau masih pagi tapi keringat sudah mulai membasahi kening Andin, sudah sepuluh menit dia berjalan. Andin berhenti sejenak guna mengatur napasnya yang tersenggal, kemudian kembali melanjutkan perjalanannya.
Baru beberapa langkah dia berjalan terdengar klakson mobil di sampingnya, Andin menoleh, mobil mewah milik Bagas sedang mengiringi langkahnya. Andin membuang tatapan kearah depan, rasa jengkel menyelimuti hatinya.
"Naik!" perintah Bagas.
Andin tak perduli dia terus melangkah. Membuat Bagas semakin gusar, dia menghentikan mobilnya tepat di hadapan Andin, membuat Andin menghentikan langkah kakinya seketika.
Bagas turun dari mobil menarik tangan Andin dengan kasar, kemudian membawanya masuk ke dalam mobil.
Andin menatap Bagas penuh emosi, orang kaya ini selain tidak punya hati juga tidak tau etika, batin Andin jengkel.
"Jangan menatapku begitu, atau aku akan mencongkel mata indahmu itu dari wajah cantikmu!" bentak Bagas tanpa menoleh.
Andin memalingkan pandangan, dia sungguh emosi dengan perlakuan Bagas, bagai mana bisa Renata sebaik itu menikah dengan lelaki seperti Bagas, batin Andin jengkel.
Bagas menghentikan mobilnya dengan jarak yang cukupjauh dari kampus Andin, sebelum terdengar kalimat kasar dari mulut Bagas Andin bergegas turun dari mobil, lalu membanting keras pintu mobil Bagas.
"Shitt..!!" bentak Bagas, dia memutar balik mobilnya dengan marah, menyesal dia tadi kembali lagi setelah meninggalkan Andin di jalanan, harusnya dia membiarkan Andin jalan kaki kekampusnya.
Tapi....
Apa salah Andin, dia hanya mengikuti kemauan Renata, bahkan dia sudah menolak dengan susah payah, tapi Renata bersikukuh.
Pertimbangan itulah yang membuat Bagas tadi kembali lagi, tapi perlakuan Andin tadi membuat dirinya kembali jengkel.
Hari ini Renata benar benar menyusahkan hidupnya...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
🌷💚SITI.R💚🌷
lanjuut up nya jangan lama² thoor
2022-10-01
0
emil
lanjut ka...
2022-09-12
0