Udara dingin terasa menusuk tulang, selimut sepertinya tak mampu menahan rasa dingin yang mendera tubuh Andin.
"Din, Andin...!".
Terdengar suara ketukan di pintu kamar Andin berulang kali. Juga teriakan seseorang di balik pintu. Dengan mata masih sedikit terpejam Andin beranjak turun dari tempat tidur.
"Asrdit, ada apa?," tanya Andin saat sudah membuka pintu, dengan suara serak khas orang bangun tidur, bahkan matanya saja belum sempurna terbuka.
Astrid yang tidak di persilakan masuk, nyelonong aja tanpa permisi masuk ke kamar Andin. Andin mengikuti langkah Astrid yang sudah duduk di tepi ranjang.
"Din kamu ada kuliah hari ini?" tanya Astrid pada Andin.Andin mengeleng.
"Din kamu bilang kamu mau pindah kerja, dan mau kerja apa saja, yang penting gak jual diri," ujar Astrid.
Andin tersenyum mendengar kalimat terakhir Andin, mesti rupanya dia memperjelas hal itu.
"Terus.." tanya Andin tak sabar.
"Ada yang minta di carikan orang kerja buat ngurus istrinya, sebab yang lama sudah pulang kampung, aku ketemu yang mau, eh tadi dia nelpon gak jadi, sementara yang nyari hari ini keluar kota selama dua hari."
"Memang istrinya kenapa,?" tanya Andin
"Lumpuh Din,"
"Terus kamu mau aku menjaga istrinya, sampai dia kembali dari luar kota begitu,?" ujar Andin pada teman kuliahnya tersebut.
"Ya langsung pindah kerja juga ngak apa, gajinya lumayan gede Din,!"
"Emang berapa?"
"Empat juta sebulan, kalau mau kau boleh tinggal di situ."
"Baiklah, tapi aku gak langsung pindah kerja ya liat dulu dua hari ini," ujar Andin, menerima tawaran Astrid.
"Ya udah bersiaplah, biar aku pesan Ojol buat anter kamu" ujar Astrid menepuk bahu Andin, lalu keluar dari kamar kos Andin.
Andin memang berniat keluar dari cafe tempatnya bekeja. dia capek tiap hari harus menghadapi kecemburuan para karyawati, karena dia pacaran dengan Angga.
Tapi bukan pekerjaan merawat orang lumpuh yang dia inginkan mengganti pekerjaannya. tapi tidak apa dua hari ini dia coba jalani dulu , kalau cocok dia akan teruskan, mengingat gaji lumayan besar.
Setelah bersiap, Andin menunggu Ojol yang sudah di pesan Astrid guna mengantarnya sesuai alamat yang di berikan Astrid padanya.
berhubung masih pagi buta, jalanan pun tidak terlalu ramai.
Setelah dua puluh menit berkendara akhirnya sampai juga. Andin turun dari Ojol yang sudah di bayar Astrid, memastikan kembali alamat yang di berikan Astrid padanya.
Benar ini rumahnya, Andin menekan Bel yang ada dinding pagar, Andin menunggu lumayan lama, kemudian sosok pria muda membukakan pintu pagar untuknya dan mempersilahkan masuk.
"Maaf ibuk yang di kirim mbak Astrid ya?" tanya pria itu Sopan.
Andin yang mengenakan jaket tebal dan masker, segera melepaskannya guna menjawab perkataan lelaki itu.
"Iya," jawab Andin singkat.
Lelaki itu tampak kaget melihat Andin, dia menatap Andin lekat dari ujung rambut hingga kaki.
"Kamu, gak salah mbak Astrid ngirim kamu !?."
ujarnya merasa tak yakin.
"Memang anda kenal dengan saya ?," tanya Andin, yang merasa kalimat si pria seakan sudah mengenalnya.
"Bukan, maksudku kenapa wanita muda sepertimu yang di kirim mbak Astrid, untuk menjaga istriku." Ujar pria itu menjelaskan.
Istrinya, batin Andin, kalau gitu yang dia jaga nanti wanita muda, bukan nenek-nenek jompo seperti bayangannya.
"Maaf mbak," tegur pria itu membuyarkan lamunannya.
"Iya."
"Ya sudahlah waktunya juga sudah terlalu mepet saya tidak punya pilihan, kamu saya trima kerja di sini, mari saya antar kekamar istri saya," ujar lelaki itu seraya beranjak masuk yang di ikuti Andin.
Di Kamar yang mewah dengan ukuran yang sangat luas, terlihat seorang wanita duduk dikursi roda tengah menatap kedatangan mereka.
Kalau dilihat dari wajahnya wanita ini terlihat lebih tua dari suaminya, atau mungkin karena penyakitnya membuatnya terlihat lebih tua dari usianya.
"Re, ini penganti bik Dartik," ujar pria itu dingin, tidak ada kehangatan di balik nada suaranya saat bicara pada istrinya.
"Renata," ujar wanita itu seraya mengulurkan tangan pada Andin.
"Andin" sambut Andin memperkenalkan diri.
"Ya sudah aku pergi dulu Re, dan kamu andin kau tanya saja pada Renata apa tugasmu," ujar pria itu , lalu pergi tanpa memberikan salam perpisahan pada istrinya.
'Lelaki gak romantis' batin Andin, seraya menatap pungguk lelaki yang terbilang sangat tampan itu hingga menghilang di balik tembok.
Andin beralih pada istrinya yang juga sedang menatap kepergian suaminya. lalu beralih menatap Andin, memperhatikan dengan seksama dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Berapa usiamu?" tanya Renata dengan senyum ramahnya.
"Dua puluh tahun buk," jawab Andin dengan sopan.
"Aku sudah terlihat setua itu ya Din." ujar Renata di barengi tawa renyah, karena sebutan ibuk yang di sematkan Andin padanya.
"Maaf saya tidak bermaksud .."
"Tidak apa Din, tapi aku lebih suka di panggil mbak aja biar berasa muda," ujar Renata memotong ucapan Andin.
"Baiklah kalau begitu saya akan memanggil mbak," jawab Andin.
"Kamu memang sudah total kerja atau gimana Din, oh ya duduklah ntar kesemutan berdiri terus" ujar Renata seraya menjalankan kursi rodanya menuju sofa yang ada di kamar itu, di ikuti oleh langkah kaki Andin.
"Tepatnya kuliah sambil kerja mbak" jawab Andin, lalu duduk di hadapan Renata.
"Ooh gitu, trus kuliahmu pagi atau siang,"
"Pagi mbak"
"kamu punya motor ..?" tanya Renata lagi. Andin menggeleng.
"Kamu bisa pakai motor mbak, pulang dan pergi kerja jadi gak usah naik ojol lagi," ujar Renata yang kebetulan melihat Andin turun dari ojol tadi pagi.
"Tapi saya belum tau mau kerja berapa lama di sini," ujar Andin sedikit ragu.
Renata menatapnya intens, gadis ini Renata menyukainya, dia hanya butuh teman ngobrol dan Andin sepertinya cocok dengan kepribadiannya.
"Kenapa? kamu gak suka dengan saya,?" tanya Renata dengan mimik sedihnya.
"Bukan mbak, saya kuliah sementara pekerjaan saya merawat mbak, gimana kerja saya bisa maksimal kalau hanya paruh waktu, hari ini aku bisa kemari sepagi ini karena lagi gak ada mata kuliah mbak." jelas Andin panjang lebar.
Renata tersenyum, dia menganguk-anggukkan kepalanya pelan.
"Aku hanya butuh teman ngobrol, sesekali butuh bantuan kecil, tapi selebihnya aku bisa melakukannya sendiri, jadi aku kira kau bisa melakukannya." Ujar Renata dengan tatapan memohon.
Melihat mimik wajah Renata, Andin tak tega menolak permintaannya. "Baiklah, kalau memang mbak tidak keberatan dengan setatus aku, aku bersedia kerja di sini," ujar Andin dengan senyum mengembang di bibirnya.
"Terima kasih Din" ujar Renata dengan raut wajah sumringah.
"Apaan sih mbak, harusnya saya yang berterima kasih, karena mau nerima saya kerja di sini," ujar Andin.
"Tugas pertamaku apa ini mbak," tanya Andin, Renata mengedikan bahunya.
"Gak ada sambil nunggu sarapan pagi dari bibik, kita bisa ngobrol bentar, abis itu kamu temani aku beresin bunga hias di belakang rumah," jelas Renata dengan senyum ramahnya yang menjadi khas dari dirinya.
Andin menganguk kecil, memulai tugas pertamanya menemani Renata ngobrol, wanita yang bagi Andin terbilang biasa saja dalam masalah penampilan dan wajah, berbanding terbalik dengan suaminya yang berwajah sangat tampan dan keren dalam penampilan. Ada sedikit rasa penasaran di hatinya tentang rumah tangga mereka, tapi hanya sebatas penasaran tidak lebih, dia bukan tipe orang yang hobi mencampuri urusan pribadi orang.
Saat ini hanya tinggal memikirkan bagai mana bicara pada Angga yang keras kepala itu, bahwa dia sudah Resign dari cafe..
Happy reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Cinta
wah bikin penasaran nie,,,
2023-07-06
0
🌷💚SITI.R💚🌷
ceritay msh misteri dan tambsh penasarsn..lanjuut
2022-09-30
0
emil
huhf...makin penasaran ka..lanjut ka..
2022-09-11
0