Bukan Selingkuhan
Andin berlari-lari kecil menuju cafe tempatnya bekeja paruh waktu sepulang kuliah.Dia sudah telat lima menit dari waktu yang ditentukan untuk ganti shift.
Dengan napas tersengal-sengal Andin masuk dari pintu belakang cafe, di sana Sudah menunggu teman kerja yang akan berganti shift dengannya.
Gina menatapnya jengkel, setiap hari dia harus menunggu Andin yang selalu datang telat ketempat kerja.
"Udah berasa jadi pemilik cafe kamu ya , datang seenak hatimu saja" tegur Gina dengan wajah garang.
"Maaf Gin aku harus menunggu jam kuliahku usai." Andin memberi penjelasan dengan nafas tersengal, penjelasan yang hampir setiap hari dia berikan pada Gina saat dia telat seperti saat ini.
Gina tak menyahut, dia memilih pergi berkemas lalu kemudian pulang. Andin bergegas mengganti bajunya dengan seragam waiters di ruang ganti, kemudian pergi ke ruang depan menjalankan tugasnya sebagai pramusaji.
Mata beberapa karyawati menatapnya dengan sinis, Andin sudah biasa dengan perlakuan mereka, bisik bisik tak sedap pun kerap kali dia dengar, Andin memilih tak menanggapi ocehan mereka, yang dia butuhkan adalah mencari uang untuk biaya hidup walaupun kadang tak cukup.
"Enak ya jadi simpanan pemilik cafe , datang seenak nya gak takut di pecat. Ya gak.." Sindir Ani teman kerjanya.
"Aah aku mah ogah jadi simpanan cuma jadi waiters." Timpal Lala seraya melayangkan tatapan sinis kearah Andin.
Andin tak merespon ,dia memilih melayani pengunjung yang lumayan ramai, maklumlah malam ini malam minggu, kesibukan membuat Andin melupakan sejenak beban hidupnya.
Andin menyeka keringatnya dengan tisu, rasa lelah mendera tubuhnya,tamu yang membludak membuat dia dan yang lainnya kerepotan.
"Din ini antar ke meja nomor tujuh.." Pinta Dimas sembari menyerahkan baki di tangannya. Andin tak langsung penerima nampan yang di sodorkan Dimas.
"Bukannya itu pesanan kamu ya Dim.."
"Iya tapi dia minta kamu yang antar." jelasnya seraya menyodorkan nampan berisi pesanan dari meja nomor tujuh.
Andin meletakan pesanan pelanggan di atas meja nomor tujuh, kemudian menyapa mereka dengan senyum ramah.
"Silahkan.." Ujar Andin mempersilahkan. Manik hitamnya menatap ramah lelaki tampan penghuni meja nomor tujuh.
"Din, temui aku setelah jam pulang kerja." Ujar pelanggan itu dengan suara dalam.
Andin mengangguk , kemudian berlalu dari meja nomor tujuh.
"Kau tidak lelah mengabaikan pelanggan setia mu Din.." Ujar Dimas saat Andin tiba di dekatnya.
Andin menaikkan sudut bibirnya menanggapi kalimat Dimas.
"Lelaki seperti dia jangan di tolak Din sayang..." imbuhnya lagi, Andin hanya senyum menanggapi ocehan Dimas.
Andin menatap sekilas sosok lelaki tampan yang sudah setahun ini berusaha mendekatinya. Lelaki dengan postur tubuh tinggi tegap, berkulit putih, memiliki alis tebal dengan sepasang bola mata elangnya ditambah hidung bangir yang bertenger dengam kokoh di wajah tampannya, membuat siapapun yang memandangnya tak ingin berpaling.
"Hey, ini tempat kerja bukan tempat melamun." Seru Lala sewot seraya melirik tajam kearah Dimas dan Andin.
Dimas menatap Lala, tepatnya tubuh sexsy Lala yang mampu membangkitkan imajinasi kotornya. Sayang Lala terlalu galak dan sombong.
"Sayang mulutnya setajam silet. Kalau tidak sudah kugarap dia di ranjang." omel Domas netranya tak lepas dari mematap tubuh molek Lalla yang sudah menghilang di balik ruang.
"Dasar otak me sum!" umpat Andin sembari meninggalkan Dimas.
Dimas terkekeh, diantara karyawati cafe hanya Andin yang tidak banyak bicara dan tak banyak tingkah, tapi sebagian pegawai wanita tak menyukainya.
Lima belas menit lagi cafe tutup Andin dan yang lainnya mulai beberes, hanya tinggal beberapa pengunjung yang masih berada di ruang itu.
Di pintu masuk tampak sosok lelaki tampan berjalan masuk ke dalam cafe, pria yang tak lain adalah pemilik cafe.
Angga wijaya, melangkah menuju ke ruangannya.
"Andin ikut ke ruanganku" ujarnya seraya menatap Andin sekilas, sebelum akhirnya masuk kedalam ruangan.
Tentu saja hal itu langsung di sambut tatapan cemburu para karyawan wanita yang diam-diam mengagumi sosok bosnya itu.
Andin menghela nafas dalam, sudah beberapa kali dia mengingatkan Angga agar tidak memperlihatkan kedekatan mereka di depan karyawannya, tapi Angga sama sekali tidak perduli.
Andin mengetuk pintu ruangan Angga dengan malas. Dari dalam terdengar suara barito mempersilahkan dia masuk.
"Masuklah."
Andin melangkah masuk ruangan kerja Angga yang berukuran lumayan luas dengan nuansa gelap.
"Kemari.." ujar Angga melambai pada Andin yang berdiri dengan jarak lumayan jauh.
"Udah disini aja." tolak Andin
"Kemari jangan membantah.." suara barito itu sedikit meninggi, membuat Andin memilih mengalah, begitu mendekat Angga menyentuh kedua lengan Andin membawanya duduk di depannya.
"Sampai kapan kamu bekerja seperti ini, aku bisa menghidupimu. Bukankah suudah ku bilang pokus saja pada kuliahmu." Ujar Angga dengan suara sedikit pelan.
Andin menghela nafas berat. Selalu ini yang di bahas Agga. "Mas sudah banyak membantu aku, itu sudah lebih dari cukup." Ujar Andin.
Andin benar kebutuhannya tidak akan tercukupi hanya dengan gajinya di cafe ini, Aggalah yang menghidupi nya. Menanggung biaya hidupnya.
"Kau sungguh wanita keras kepala" bisik Angga seraya menatap intens wajah Andin dengan jarak sangat dekat.
Andin melihat ada kilatan gairah di mata Angga. Membuat Andin begidik takut.
"Mas aku keluar dulu,gak enak sama yang lain"
Ujar Andin berusaha menghindar dari Angga
Angga menggeleng tegas, siapa yang berani mengaturnya.
"jangan menghindar Din, kamu tau aku sibuk di kantor, Aku sempatkan waktu buat menemui mu disini, lalu kau mau mengabaikanku begitu saja."
"Tapi ini masih jam kerja mas." Ujar Andin .
"Itu sebabnya aku menyuruh mu berhenti kerja!" seru Angga dengan nada geram.
"Aku bosan dengan alasan kerjamu guna menghindariku," suaranya sedikit meninggi tak perduli di dengar oleh karyawan lain.
"Aku tidak menghindari mu mas." Ujar Andin pelan.
"Benarkah, coba kau ingat. Kapan terakhir kali kita menghabiskan waktu bersama? Kau selalu menolak setiap kali ku ajak kencan " ungkit Angga.
Andin tertunduk dia dilema, Angga benar-benar keras kepala.
Anggan menyentuh dagu wanita yang tertunduk di hadapannya, mengangkat wajahnya pelan. Lalu perlahan Angga mendekatkan wajahnya menempelkan bibirnya ke bibir hangat milik Andin. Aroma manis bibir Andin membuat Angga tergerak menikmatinya, Andin memejamkan matanya menikmati sentuhan lembut di bibirnya, desiran hangat mengaliri darah nya.
"Drrtttt"
Getar handphone mengejutkan mereka, Angga menatap Andin kesal, sebab memang handphone Andin yang bergetar.
"Angkat .." Ujarnya dingin
Andin menatap layar handphone nya, dia terlihat ragu menerima panggilan. Gelagat yang membuat Angga curiga.
Angga meraih handphone dari tangan Andin, lalu menerima panggilan dengan mengaktifkan speaker di handphonenya.
"Aku tunggu di tempat parkir."Terdengar suara barito di ujung telpon, lalu panggilan terputus.
Angga mengernyitkan alisnya menatap Andin dengan tatapan emosi, raut wajahnya berubah mengeras, membuat Andin tertunduk takut.
"Siapa lelaki berengsek ini!" bentak Angga penuh emosi.
Andin menengadah menatap raut penuh emosi milik Angga. "Teman kuliah mas.." ujar Andin jujur.
"Tunggulah di sini, aku akan beri pelajaran bocah tengil ini." titahnya lalu beranjak pergi.
"Mas .." ujar Andin ketakutan, dia berusaha menahan langkah kaki Angga.
"Minggirlah," pinta Angga dengan wajah mengelam.
Angga menepis tangan Andin, kemudian beranjak pergi meninggalkan Andin yang tidak tahu harus apa...
Bersambung
.
.
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Adila Ardani
nyimak dulu ya Thor
2022-10-19
0
🌷💚SITI.R💚🌷
masih mantau gmn hubungan andin pemilik cafe itu..lanjuut
2022-09-30
0
Santonius Duha Santo
😍😍😍
2022-09-25
0