Alex mengacak rambutnya frustasi, dia tidak mengerti dengan perasaannya saat ini. "Apa aku sudah keterlaluan?" tanyanya pada diri sendiri.
Alex mondar-mandir di depan pintu kamar Marsya, ia merasa bersalah atas apa yang telah ia lakukan pada Marsya. Alex sudah mengepalkan tangannya untuk mengetuk pintu kamar Marsya, namun ia menarik tangannya kembali dan mengurungkan niatnya untuk meminta maaf kepada Marsya. Ia pun memilih mendudukkan tubuhnya di kursi, gengsinya terlalu tinggi untuk meminta maaf lebih dulu.
Setelah puas menangis, Marsya bangkit lalu mengambil baju tidur yang berada di dalam lemari dan memakainya. Marsya tidak ingin keluar dari kamar, bahkan ia mengunci pintu kamarnya karena terlalu takut untuk menghadapi Alex. Marsya pun tertidur tanpa mengisi perutnya terlebih dahulu.
Sekitar jam sebelas malam, Marsya terbangun karena terganggu dengan perutnya yang terasa lapar. Marsya turun dari atas tempat tidur, ia ingin pergi ke dapur untuk mencari makanan.
Saat tangannya sudah memegangi handle pintu, ia kembali merasa ragu untuk keluar dari kamar. Ia takut Alex masih berada di dalam rumahnya, Marsya mondar-mandir di depan pintu sambil berpikir. Namun ia sudah tidak bisa menahannya, perutnya terasa perih dan sudah tidak bisa diajak kompromi. Marsya bisa mendengar perutnya keroncongan, ia mengelus perutnya yang terasa rata.
"Aku lapar sekali." ucap Marsya lirih.
Marsya menempelkan telinganya di pintu, untuk memastikan apakah ada suara yang terdengar dari luar. "Mungkin dia sudah pergi, untuk apa dia masih di sini. Alex tidak mungkin betah tinggal di rumah kecil seperti ini, itu bukan gayanya." Marsya bermonolog.
Dengan perlahan Marsya memutar handle pintu yang ia pegang, ia celingukan meneliti setiap ruangan. Marsya begitu terkejut melihat Alex yang tertidur di kursi, namun ia sudah tidak dapat menahan rasa laparnya dan terpaksa pergi ke dapur.
"Ngapain sih dia masih di sini?" keluh Marsya.
Marsya berjalan ke dapur dengan mengendap-endap, ia tidak ingin suara langkah kakinya membangunkan Alex. Marsya mengambil makanan yang ada di lemari, tadi siang Bi Siti memang sengaja menyimpan beberapa makanan untuknya.
Marsya melahap makanannya sambil duduk di kursi yang ada di dapur, sesekali ia melihat ke ruang tamu untuk memastikan Alex masih tertidur. Ia sudah menghabiskan separuh makanannya, hampir saja Marsya tersedak karena makan dengan terburu-buru.
Marsya mengisi air ke dalam gelas dan meminumnya, "Mar, gua juga lapar." tiba-tiba suara Alex membuatnya terkejut dan benar-benar tersedak lalu menyemburkan air yang baru saja ia minum.
"Uhuk..uhuk.." Marsya tersedak.
Ia menyimpan gelas dia atas meja dengan kasar, matanya menatap Alex dengan tatapan tajam. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Marsya berjalan melewati Alex begitu saja.
"Mar, gua juga lapar. Lu denger ga sih." ucap Alex dengan nada suara meninggi.
Marsya tak menjawab dan kembali ke dalam kamarnya, sebelum ia menutup pintu kamarnya, ia mengucapkan sesuatu pada Alex. "Lakukan apapun yang kamu mau, aku nggak peduli." brakk Marsya membanting pintu dengan keras.
Alex mendengus, ia merasa kesal atas perlakuan Marsya padanya. Alex terpaksa memakan makanan yang ada di atas meja karena sudah sangat lapar, walaupun sebenarnya ia tidak menyukai makanan itu.
Pagi-pagi sekali Marsya sudah bersiap, Marsya memakai celana jeans panjang dan kaos pendek berwarna putih. Ia mengikat rambutnya ke belakang agar tidak merepotkan, dan membawa sebuah tas selempang yang sudah terlihat lusuh.
kreeakk..
Alex terbangun mendengar suara pintu kamar Marsya yang terbuka, Marsya sengaja membuka pintu dengan kasar. Alex mengerjapkan matanya dan menatap sekeliling. Alex dapat melihat cahaya dari luar yang dapat menembus gorden, ia bangun lalu mendudukkan tubuhnya di kursi.
"Lu mau kemana pagi-pagi begini?" tanya Alex.
Alex yakin Marsya akan pergi setelah melihat penampilannya yang sudah rapi, namun Marsya tidak berniat untuk menjawabnya. Marsya bahkan tidak menganggap kehadiran Alex.
"Gua ngomong sama Lu, jawab dong!" ucap Alex sambil menatap Marsya.
Marsya masih dengan pendiriannya, ia bahkan tidak ingin berbicara pada Alex. Ia berlalu meninggalkan Alex yang masih menunggu jawabannya, Alex mengejar Marsya dan mencekal tangannya.
"Mar, lu nggak bisa jawab pertanyaan gua dulu?" bentak Alex.
Marsya mencoba melepaskan tangan Alex, ia pun menatap Alex tidak suka. "Bukan urusan kamu!" ucap Marsya, sedikit tapi sangat menohok.
Dibukanya pintu dengan kasar oleh Marsya, ia meninggalkan Alex yang masih mematung memperhatikannya. Alex mengusap wajahnya, "Kenapa semuanya jadi begini?" gumam Alex.
Setelah menutup pintu rumah Marsya, Alex pun berlari mengejarnya karena langkah Marsya terlalu cepat. "Marsya tunggu!" teriak Alex, namun Marsya tetap saja mengabaikannya.
Mereka harus berjalan melewati gang untuk dapat sampai ke jalan raya, membuat orang yang ada di sekitarnya melihat Alex dengan kagum. Meskipun Alex belum mencuci wajahnya, ia masih terlihat tampan dengan muka bantal dan rambut berantakan.
Marsya berhenti di pinggir jalan untuk menunggu angkutan umum lewat, "Mar, sebenarnya Lu mau kemana sih? Ayo gua anterin!" tawar Alex, seperti biasa Marsya tidak merespon ucapan Alex.
Sampai akhirnya sebuah angkutan umum melintas dan Marsya menghentikannya, Marsya meninggalkan Alex sendirian lagi.
Alex merasa sangat kesal, ia menendang udara dengan kakinya. "Si*lan.." umpat Alex.
Entah kenapa Alex tidak ingin membiarkan Marsya pergi begitu saja, Alex mengejar angkutan umum yang Marsya tumpangi dengan mobilnya.
Karena pergerakan angkutan umum tidak terlalu cepat, maka Alex dapat dengan mudah mengikutinya dari belakang.
Angkutan umum itu berhenti, dan Marsya terlihat turun dari angkutan umum itu. Alex pun menepikan mobilnya dan memperhatikan Marsya sejenak, Marsya berjalan ke sebuah gang dan Alex segera turun dari dalam mobil agar ia tidak kehilangan jejak Marsya.
"Dia mau kemana sih?" Alex semakin dibuat penasaran.
Alex berlari kecil mengejar Marsya, ia dapat melihat Marsya sedang kebingungan. Alex menjaga jarak dari Marsya dan memperhatikannya dari kejauhan, ia tidak ingin Marsya menghindarinya lagi.
Seseorang menghampiri Marsya, Alex dapat melihat Marsya memperlihatkan ponselnya pada orang itu dan menanyakan sesuatu padanya. Ia tidak tahu apa yang sedang Marsya lakukan, namun orang itu terlihat menggelengkan kepalanya dan membuat Marsya terlihat kecewa.
Marsya meninggalkan tempat itu, ia tidak peduli jika Alex mengikutinya. Marsya tak ingin ambil pusing dengan kehadiran Alex dan terus mengabaikannya.
"Marsya.." panggil Alex.
Alex tidak menyerah, ia terus mengikuti Marsya kemanapun ia pergi. Kali ini Marsya memilih untuk menaiki ojeg, agar perjalanannya menjadi lebih efisien.
Ojeg yang Marsya tumpangi melaju dengan kecepatan sedang, Alex juga tidak tahu kemana tujuan Marsya kali ini. Setelah hampir satu jam berlalu, akhirnya Marsya tiba di sebuah gedung perkantoran.
Marsya turun dari sepeda motor yang ia tumpangi, ia menengadahkan kepalanya melihat bagian atas gedung perkantoran itu. Sebelum memasuki gedung itu, Marsya menghela nafasnya terlebih dahulu seolah sedang mengumpulkan semua kekuatannya.
Alex mengikuti Marsya masuk ke dalam gedung, Marsya mendekati meja resepsionis dan menanyakan sesuatu padanya.
Sama seperti sebelumnya, sepertinya Marsya kembali mendapat kekecewaan. Seorang office boy melewatinya dan tidak sengaja melihat photo yang ada di ponsel Marsya.
"Mbak, kalau boleh saya tahu mbak sedang mencari siapa?" office boy itu bertanya pada Marsya, ia merasa iba melihat Marsya yang sedang kebingungan.
"Saya sedang mencari seseorang." ucapnya lirih.
"Boleh saya lihat photo nya?" ucapnya meminta izin.
Marsya memperlihatkan photo yang ada di ponselnya kepada office boy itu, mata Marsya sudah memerah menahan tangis.
Office boy itu mengerutkan dahinya setelah melihat photo yang ada di ponsel Marsya, "Saya kenal orang ini, dia tetangga saya." keterangannya membuat Marsya kembali antusias.
"Benarkah?"
"Ya.. Saya yakin."
"Boleh saya tahu dimana alamatnya?"
Office boy itu memberitahu alamatnya kepada Marsya, dan Marsya sangat berterimakasih padanya.
Setelah berpamitan, Marsya pergi meninggalkan gedung itu dengan tergesa-gesa.
Alex sejak tadi memperhatikannya tidak jauh dari pintu masuk gedung, ia ingin tahu apa yang dibicarakan Marsya dengan office boy itu. Alex pun berteriak memanggilnya, "Pak, tunggu!" panggil Alex.
Office boy itu membalikkan tubuhnya dan menghampiri Alex.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya ramah.
Alex mengusap tengkuknya, "Apa yang perempuan tadi bicarakan dengan anda?" tanyanya ragu.
"Oh.. Dia mencari seseorang, katanya dia bekerja di sini. Tapi orang itu sebenarnya tidak bekerja disini, kebetulan saya mengenalnya, dia adalah tetangga saya." jelasnya pada Alex.
Alex mengangguk paham mendengar penjelasannya, "Kalau boleh tahu, alamat bapak dimana?" tanyanya pada office boy yang lebih tua darinya itu.
Office boy itu menatapnya curiga, "Saya temannya." ujar Alex, ia tidak ingin office boy itu memikirkan hal buruk tentangnya.
Akhirnya Alex berhasil mendapatkan informasi darinya, dan ia segera menyusul Marsya menggunakan mobilnya.
Marsya sudah tidak terlihat di sekitar gedung, Alex pun memutuskan untuk pergi ke alamat yang diberitahu oleh office boy tadi.
Bagai di sambar petir, hatinya hancur berkeping-keping. Marsya melihat laki-laki yang ia anggap sebagai calon suaminya sedang bercanda dengan seorang wanita dan seorang bayi yang ada di pangkuannya. Marsya mengepalkan kedua tangannya sebelum ia menghampiri laki-laki itu.
Alex hanya memperhatikan dari jauh, untuk saat ini ia tidak ingin ikut campur dulu. Ia takut Marsya akan semakin membencinya.
"Permisi!" sapa Marsya ketus.
Suara Marsya sontak membuat laki-laki yang mengaku bernama Ferdi itu terkejut, "Ka...mu..?" ucapnya tergagap. Wanita yang berdiri disampingnya terlihat bingung menatap Marsya dan suaminya bergantian.
"Kamu siapa?" tanya wanita itu.
"Saya datang kesini untuk meminta uang saya kembali." tuntut Marsya tanpa berbasa-basi.
"Uang apa yang kamu maksud?" wanita yang bersama Ferdi itu tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan oleh Marsya.
Marsya tidak ingin menjelaskan masalahnya secara rinci kepada wanita itu, ia takut wanita itu tidak tahu apa-apa dan malah membuatnya terluka.
"Saya kesini hanya ingin mengambil uang saya, saya ingin uang saya kembali hari ini juga!" wajah Marsya memerah menahan amarah.
"Tapi.. Uang itu sudah tidak ada." ucap Ferdi tergagap.
"Maksud kamu?" Marsya mulai emosional.
"Saya memakai uang itu untuk membayar biaya persalinan isteri saya." jelasnya.
duaaarrr
Kaki Marsya terasa lemas, ia kembali menatap sepasang suami isteri itu dengan tatapan tajam. "Uang seratus juta itu sudah habis, hanya untuk biaya persalinan?" selidik Marsya.
Laki-laki itu tidak menjawab, ia menundukkan kepalanya karena merasa malu.
Air matanya tidak dapat dibendung lagi, Marsya pun pergi meninggalkan mereka tanpa berpamitan.
Alex baru saja mengerti setelah ia melihat sendiri apa yang Marsya lakukan, ia tidak tahan ingin menghajar laki-laki itu. Namun saat ini Alex lebih mengkhawatirkan Marsya, ia mencoba menghentikan Marsya dan mencoba mengajaknya pulang.
"Mar, ayo pulang bareng gua." ajak Alex.
Namun Marsya tidak ingin ikut dengan Alex, ia memang membenci laki-laki yang telah menipunya namun ia lebih membenci Alex yang telah menikahinya secara diam-diam.
Marsya menghentikan langkahnya lalu berdiri menghadap Alex, "Berhenti, jangan ikutin aku terus! Aku benci sama kamu." ucap Marsya sedikit berteriak.
Perkataan Marsya membuat Alex diam tidak berkutik, Marsya terus berjalan tak tentu arah ia hanya mengikuti kemana kakinya melangkah. Tidak terasa Marsya berjalan sejauh tiga kilometer, malam pun mulai menjelang dan langit sudah nampak menghitam.
Sejak tadi Alex mengikuti Marsya dari belakang, ingin sekali ia menculik Marsya dan memasukannya ke dalam mobil. Sesekali Alex berteriak memanggil Marsya dan memintanya untuk masuk ke dalam mobil karena khawatir, namun Marsya sangat keras kepala.
Suara petir yang mulai menggelegar diiringi cahaya kilat yang menyambar, bahkan tidak dapat membuat Marsya gentar.
Marsya terus berjalan hingga ia tiba di gang dekat rumahnya, ia pulang dalam keadaan basah kuyup karena terkena air hujan.
Alex memarkirkan mobilnya di tepi jalan, ia pun menerobos hujan untuk mendekati Marsya. Kini sekujur tubuhnya pun menjadi basah.
Marsya terkejut melihat ada keributan di depan rumahnya, ia segera berlari untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.
Ternyata Bi Siti sedang berdebat dengan seorang rentenir, "Ini dia orangnya, cepat lunasi hutang kamu. Seminggu yang lalu kamu berjanji akan membayarnya hari ini?" ucap seorang wanita dengan garangnya.
"Maaf Bu, beri saya waktu lagi. Saya berjanji akan membayarnya." tubuhnya sudah bergetar karena terlalu lama kehujanan.
Siti terkejut mendengar penuturan Marsya, "Apa kamu meminjam uang darinya Nak, berapa uang yang kamu pinjam?" tanya Siti.
Marsya menganggukkan kepalanya, "Seratus juta, untuk biaya operasi ayah. Tapi ayah keburu meninggal." terang Marsya.
"Saya tidak mau tahu, sekarang juga kamu harus bayar! Kalau tidak, kamu angkat kaki dari rumah ini sekarang juga." ancam wanita itu, karena sebelumnya Marsya memberikan sertifikat rumahnya kepada wanita itu untuk dijadikan jaminan.
Marsya memegangi tangan wanita itu, "Tidak Bu, jangan ambil rumah ini! Ini satu-satunya peninggalan ayah, saya akan melakukan apa pun untuk melunasi hutang saya." Marsya memohon kepada wanita itu sambil menangis.
Wanita itu menepis tangan Marsya hingga ia terjatuh di tanah, "Jika kamu tidak sanggup mengembalikan uang yang kamu pinjam, sebaiknya kamu jangan coba-coba meminjam uang kepada saya!" ucapnya merendahkan.
Siti membantu Marsya untuk berdiri, hati Alex terasa sakit melihat keadaan Marsya saat ini. Ia merasa sangat geram kepada wanita paruh baya yang sedang mengusir Marsya itu, "Memangnya berapa jumlah uang yang telah Marsya pinjam?" tanya Alex tak kalah garang, ia menghampiri rentenir itu dengan jantan.
"Memangnya siapa kamu? Kamu yang akan membayar semua hutangnya?" ucapnya meremehkan Alex dan berlagak sombong, ia menyilangkan tangannya di dada.
"Gua yang akan melunasi semua hutangnya, katakan berapa jumlahnya?" desak Alex.
"Seratus juta, ditambah bunganya seratus persen jadi dua ratus juta." rentenir itu menjawab dengan angkuhnya.
"Berapa nomor rekening Lu?" Alex tidak suka bertele-tele, ia bahkan berani berbicara dengan kasar kepada orang yang lebih tua darinya.
Wanita itu memberitahu nomor rekening banknya kepada Alex. Dengan cepat Alex merogoh ponsel didalam saku celananya, dan segera mengetikkan sesuatu di ponselnya.
tring
Rentenir itu memeriksa notifikasi di layar ponselnya, kemudian ia menatap Alex sekilas.
"Cepet pergi dari sini! Gua udah beri Lu duit tiga ratus juta, segera kembalikan sertifikat rumah itu pada Marsya. Cepat pergi! Dasar lintah darat." kali ini Alex yang mengusirnya.
brukk
Marsya jatuh pingsan membuat Alex dan Bi Siti menjadi panik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments