Marsya enggan untuk masuk ke dalam kamar, untuk beberapa saat ia hanya berdiri di ambang pintu.
"Ngapain Lu masih disitu?" tanya Alex geram, pasalnya sejak tadi Marsya sulit sekali diatur.
"Emm... A aku.." Marsya jadi bingung sendiri, di satu sisi ia sama sekali tidak tahu apa yang sedang di rencanakan oleh Alex, tapi di sisi lain ia juga tidak ingin mengecewakan orang yang kini telah menjadi mertuanya.
Dengan terpaksa Marsya masuk ke dalam kamar Alex, kamar yang begitu mewah yang pernah ia lihat. Bahkan luas rumah petaknya tidak lebih besar dari kamar Alex.
"Tutup pintunya! Tenang aja gua janji gak bakal macem-macem." Alex berusaha meyakinkan Marsya.
Marsya pun kini tidak dapat berbuat apa-apa, yang bisa dia lakukan hanya menuruti apapun perintah Alex. Walaupun Marsya tidak terima, tapi kenyataannya hidup Marsya sekarang ada dalam kendalinya.
"Beresin dulu barang-barang Lu, gua mau mandi dulu!" ucap Alex. Tiba-tiba ia membuka bajunya dihadapan Marsya tanpa rasa malu, seketika Marsya menutupi wajah dengan kedua tangannya. Sedangkan Alex ingin sekali tertawa melihat tingkah Marsya, saat ini menggoda Marsya adalah kegiatan yang menarik baginya.
Setelah beberapa menit, Marsya mulai merenggangkan jari tangannya untuk melihat apakah Alex sudah hilang dari pandangannya.
Marsya merasa lega tidak melihat keberadaan Alex, ia pun menurunkan tangannya.
"Ahhh...." tiba-tiba Alex muncul di tepat dihadapannya, Marsya pun refleks berteriak sembari memegangi dadanya.
Alex tertawa dengan lepas, "Lu kenapa?" tanyanya.
"Dasar mesum!" Marsya berusaha menjauhkan dirinya dari Alex. Ia mengira Alex sudah masuk ke dalam kamar mandi, tapi ternyata Alex bersembunyi di belakangnya dengan hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya.
"Mulai sekarang Lu harus terbiasa, karena sekarang kita akan hidup bersama. Lu gak usah malu-malu gitu, cewek-cewek lain berebut pengen jadi pacar gua, Lu malah sok jual mahal." Alex berlalu begitu saja dengan percaya diri meninggalkan Marsya yang sedang kesal, baru dua hari menjadi isteri Alex sudah membuat tekanan darahnya naik.
Marsya membuka tas yang berisi barang-barangnya dengan malas, ia mulai memasukannya ke dalam lemari yang masih kosong. Tubuhnya masih terasa lemas, akibat beban pikiran yang masih mengganggunya.
Sesekali Marsya melamun membayangkan bagaimana ia akan melanjutkan hidupnya, kenapa takdir hidupnya menjadi rumit seperti ini. Marsya teringat dengan kejadian makan malam tadi, ia dapat merasakan bahwa ayah mertuanya tidak menyukainya.
"Pasti Pak Angga pikir aku perempuan yang tidak baik dan juga matre, karena aku tiba-tiba jadi menantunya." Untung saja dengan sigap Mayang segera menghentikan Angga dan mengalihkan perhatian pada hal lain.
Marsya mendesah, "Sebenarnya apa rencana Alex, pikirannya tidak mudah di tebak. Aku juga takut sama ayahnya, Pak Angga terlihat seperti orang galak. Tapi ibu sangat baik padaku, pasti si Alex itu hanya ingin menjadikanku sebagai budaknya saja." Marsya tak henti menggerutu ketika ia sedang membongkar barang bawaannya.
"Ekhmmm... Lu pasti punya kebiasaan gibahin orang dibelakang ya?" tuding Alex, ia tidak sengaja mendengar ocehan Marsya saat ia keluar dari kamar mandi.
Marsya terhenyak, untuk kesekian kalinya Alex membuat jantungnya hampir copot. "Lama-lama aku bisa mati jantungan hidup sama kamu, tahu nggak?" dengan bibir mengerucut, Marsya berusaha menahan kesal.
Alex mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil, Marsya sempat terpesona saat ia tidak sengaja menoleh pada Alex, namun ia segera menyadarkan pikirannya.
"Gua bilangin Ayah, kalau Lu ngatain di galak." ancam Alex dengan santainya.
Mata Marsya terbelalak, "Alex kamu kenapa sih, aku cuma bilang sepertinya, bukan berarti dia benar-benar galak. Aku kan baru pertama kali ketemu sama dia, mana aku tahu sifat dia yang sebenarnya." ucapnya membela diri.
"Sayang banget gua gak sempet rekam." Alex tak berhenti menggoda Marsya.
Sesekali Marsya menatap Alex dengan tajam, namun ia sudah kehabisan kata-kata jika berhadapan dengan Alex. "Ayo tidur! Gua ngantuk." Alex merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur setelah memakai baju kaos dan celana pendeknya.
"Tidur, tidur aja, ngapain ngajak-ngajak." ketusnya.
"Lu ya, isteri durhaka. Bukannya nemenin suami tidur malah ngomel. Gua bilangin ibu!" ancaman selalu menjadi jurus andalannya.
"Dasar tukang ngadu." ledek Marsya.
"Biarin." timpal Alex.
Untuk beberapa menit suasana menjadi sedikit hening, Marsya pikir mungkin Alex sudah tertidur.
"Alex.." panggil Marsya.
"Hmm.. Apa? Pengen malam pertama? Ayo!" Alex mendudukkan tubuhnya dengan antusias dan juga senyum manisnya.
"Ngaco, kamu harus tepatin janji kalau kamu gak bakal macam-macam." ucap Marsya menuntut.
Alex menghempaskan nafasnya dengan kasar, ia mengira Marsya akan meminta haknya. Alex kembali membenamkan kepalanya ke atas bantal karena kecewa.
"Alex.." rengeknya.
"Kapan gua janji?" sangkalnya.
Marsya berdecak, "Kamu kok gitu, tadi kamu bilang gak akan macem-macem. Aku juga gak tahu tujuan kamu nikahin aku untuk apa?"
"Gua ngantuk, cepetan tidur jangan ngoceh mulu! Berisik tahu gak?" sebenarnya Alex belum mengantuk, ia hanya menghindari pertanyaan dari Marsya.
"Oh iya, bener juga, aku harus tidur dimana?"
"Ah.. Kamarnya kan luas, jadi aku bisa tidur dimana aja."
"Sofa itu boleh juga, sofa mahal pasti empuk."
Marsya bermonolog dalam hati, ia merasa tenang karena tidak perlu terlalu dekat dengan Alex. Ia mulai bersiap untuk tidur di atas sofa yang berada dekat jendela kaca.
"Matiin lampunya!" titah Alex.
"Ahh.. Ok."
"Tumben gak rusuh." heran Alex.
Saat Alex merasa Marsya sudah tertidur, ia menghampirinya dan memeriksa apakah Marsya benar-benar sudah tertidur.
Setelah Alex yakin, barulah ia mengangkat tubuh Marsya dan memindahkannya ke atas tempat tidur. Untung saja Marsya sudah tertidur dengan lelap, kalau tidak ia akan mengamuk karena Alex sudah berani menyentuhnya. Alex bahkan menutupi tubuh Marsya dengan selimut, ia memperhatikan wajah Marsya yang sedang tertidur.
Sebagai seorang lelaki sejati ia tidak bisa membiarkan seorang perempuan tidur di atas sofa, benar juga apa kata Marsya, apa sebenarnya tujuan dia menikahi Marsya, dia sendiri juga tidak tahu alasannya.
"Ahhh..." Alex mengacak rambutnya frustasi. Dia pergi ke balkon untuk menenangkan pikirannya, sebatang rokok yang ia sesap dapat menemani dirinya yang sedang kebingungan.
"Kenapa gua nikahin dia, apa alasannya, apa karena penasaran?" Alex bingung sendiri dengan apa yang telah diperbuatnya. Selama ini dia dekat dengan banyak wanita, hanya karena dia ingin dan hanya untuk memuaskan nafsunya saja.
Tubuh Marsya menggeliat, ia berusaha mengumpulkan kesadarannya. Untuk sesaat Marsya sempat bingung ia sedang berada dimana, "Ini kan kamar Alex." Marsya belum terbiasa dengan lingkungan barunya.
Detik selanjutnya, Marsya mulai menyadari bahwa saat ini ia sedang berada di atas ranjang milik Alex. Dengan tergesa ia memeriksa seluruh tubuhnya, ia takut Alex melakukan sesuatu yang buruk padanya.
"Masih aman, aku masih pakai baju. Tapi dimana dia, kenapa aku bisa ada disini?" Marsya keheranan.
Setelah melihat Alex yang sedang tidur di atas sofa, barulah Marsya merasa tenang.
Waktu di ponselnya sudah menunjukkan pukul empat lebih, ia pun pergi ke kamar mandi dan tidak melanjutkan tidurnya.
"Ini kamar mandi atau ruang tamu? Luas banget, terus mandinya gimana?" Marsya terkagum-kagum dengan fasilitas yang ada di sana, ia menyentuh satu persatu barang yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Ah, ini pasti yang namanya shower, tapi gimana cara pakainya?" Marsya bahkan tidak berani menyentuh alat yang satu ini, ia khawatir akan merusaknya.
Marsya ragu apakah ia harus membangunkan Alex, padahal waktu subuh sudah hampir habis. Namun pada akhirnya ia tidak berani membangunkannya, setelah itu Marsya pergi ke dapur karena tidak ada yang dapat ia lakukan di kamar.
"Loh, non udah bangun, lapar ya? Sebentar bibi ambilin roti." dengan tergesa Bi Wati ingin mengambil roti yang berada di atas meja.
Belum sempat Bi Wati mengambil roti itu, Marsya lebih dulu menolak karena bukan itu tujuannya datang ke dapur, "Bukan, Marsya nggak lapar." jawaban Marsya membuat bibi heran.
"Apa Marsya boleh bantu bibi? Masak, nyapu, atau nyuci gitu, Marsya gak enak kalau diem terus, badan pada kaku." ucapnya memohon.
Bukannya senang ada yang ingin membantu, bibi malah dibuat panik. "Nggak usah non, ini pekerjaan bibi. Non ke kamar aja dulu, nanti bibi panggil kalau makanannya udah siap." Bi Wati berusaha mengusir Marsya dari daerah kekuasaannya, ia khawatir majikannya akan marah melihat menantunya bekerja di dapur.
Marsya semakin bertambah heran, apa salahnya jika ia ingin membantu. "Kenapa bi, Marsya bisa ko. Udah biasa ngerjain pekerjaan rumah."
"Jangan, biar bibi aja, nanti ibu marah."
"Nggak mungkin, yang ada pasti ibu senang. Biasanya kan mertua itu suka sama menantu yang suka melakukan pekerjaan rumah." Marsya tidak menyerah memyakinkan Bi Wati, salah satu assisten rumah tangga senior yang ada di rumah itu.
"Tapi non.."
Walaupun bibi sudah melarang dengan berbagai cara, namun Marsya tetap membandel. "Bibi tenang aja, Marsya suka masak kok. Ini bibi kasih tahu aja apa yang harus Marsya lakukan!" tanpa menunggu persetujuan bibi, Marsya segera memakai celemek dan mengambil alih pekerjaannya.
Bi Wati sudah tidak dapat berkata-kata lagi, "Ya sudahlah, anak ini sepertinya keras kepala."
Ternyata perkataannya memang benar, Bi Wati sangat takjub dengan kemampuan Marsya. Marsya terlihat cukup cekatan melakukan pekerjaan rumah, dan masakannya pun terasa sangat enak padahal Bibi hanya memberikan instruksi saja.
"Mar, Lu ngapain?" kedatangan Alex yang tiba-tiba membuat keduanya sedikit terkejut.
Marsya segera membalikkan tubuhnya, ia terlihat sangat lucu mengenakan celemek sambil memegang spatula. "Kamu gak liat aku lagi masak?" jawabnya dengan sinis.
"Maksud gua, emang lu bisa masak?" ledeknya.
"Bisa lah, apa yang aku gak bisa coba?" Marsya menjawab dengan percaya diri, ia baru ingat bahwa di sana tidak hanya ada mereka berdua. Marsya menoleh ke arah bibi, ia tersenyum dengan canggung.
"Oke, awas aja kalau nggak enak!" ancamnya dengan nada meremehkan.
Marsya berdecak, "Ck, awas aja kalau nanti kamu ketagihan!" Alex selalu saja merendahkannya di setiap kesempatan.
Bibi hanya bisa tertawa melihat interaksi keduanya, menurutnya mereka adalah pasangan paling konyol yang pernah ia temui. Bibi pun menjadi penasaran, bagaimana keduanya bisa berakhir dengan menikah.
"Ya udah, cepetan gua udah lapar." ucap Alex sambil berlalu meninggalkan area dapur.
Ingin sekali Marsya memukul kepalanya, ia bahkan sudah mengayunkan kepalan tangannya di udara. Namun lagi-lagi Marsya sadar bahwa ada bibi yang sedang memperhatikan, sedangkan bibi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"MAR, BIKININ GUA KOPI!" teriak Alex dari ruang tengah.
Beberapa menit kemudian,
"Silahkan di minum kopinya!" Marsya menyimpan secangkir kopi di atas meja.
"Tunggu, jangan-jangan Lu naruh sesuatu di kopi ini?" tuduhnya.
Marsya memutar bola matanya jengah, "Apa sih maunya makhluk ini, pagi-pagi gini udah ngajak ribut aja." Marsya menahan diri untuk tidak terpancing dengan gurauannya.
"Emm.. Saya hanya menaruh sedikit si*nida, untuk itu anda harus berhati-hati, setelah anda meminum kopi itu anda akan m*ti dalam satu detik." Marsya membungkukkan kepalanya sebelum ia kembali ke dapur, tetap saja ia tidak tahan jika tidak meladeni Alex. Marsya berlaga seperti seorang pelayan yang sedang melayani pelanggannya.
"Pengen banget jadi janda." Alex menyunggingkan senyumnya sambil menyesap kopi buatan Marsya.
"Ahhh... Panas." karena terlalu asik menggoda Marsya, ia sampai lupa kopinya masih sangat panas. Alex melihat ke arah Marsya pergi, ia memastikan apakah Marsya melihatnya kepanasan.
Semua orang sudah berkumpul di meja makan termasuk Marsya, "Sayang, kamu yang masak semuanya?" tanya Mayang penasaran. Mayang sangat senang ketika bibi memberitahunya bahwa Marsya yang telah memasak sarapan hari ini, ia merasa bangga memiliki menantu seperti Marsya.
Marsya menggelengkan kepalanya, "Bukan Bu, bibi yang masak, Marsya cuma membantu." ucap Marsya merendah.
"Ayah, ayo cobain masakan menantu kita." seperti biasa, Mayang selalu berbicara lemah lembut kepada siapapun.
Mayang mulai mengambilkan beberapa makanan di piring Angga, "Kelihatannya enak." Mayang tak henti memuji menantu barunya itu.
Marsya menoleh ke arah Alex sambil tersenyum penuh kemenangan, sedangkan Alex mengisyaratkan kepada Marsya dengan matanya agar ia melakukan hal yang sama seperti yang ibunya lakukan.
Namun Marsya berpura-pura tidak mengerti dan mulai mengabaikannya, "Ibu..." panggil Alex, namun matanya menatap ke arah Marsya.
"Apa Alex?"
Mata Marsya membulat sempurna, ia segera berdiri dan mengambilkan makanan ke piring Alex sebelum Alex menjelek-jelekkannya.
"Oh nggak papa, kayanya makanannya enak."
Mayang dapat melihat ekspresi wajah suaminya, ia yakin Angga menyukai masakan Marsya. Walaupun Angga terkesan cuek, tapi sebenarnya Angga sangat perhatian.
"Enak kan masakan Marsya yah, Ibu memang tidak salah mengizinkan Alex menikahi Marsya." Angga menganggukkan kepalanya pertanda setuju dengan ucapan isterinya.
Alex semakin penasaran, ia mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Dalam kunyahan pertama Alex sudah merasakan kenikmatan makanan Marsya, "Lumayan juga masakan Lu, Mar." seperti halnya Angga, Alex juga gengsi mengungkapkan kebenaran.
"Alex, kenapa kamu memanggil isterimu seperti itu?" tegur Mayang.
"Ah, maaf Bu, Alex belum terbiasa." kilahnya.
"Gak ada romantis-romantisnya."
"Kalau gitu mulai sekarang Alex panggil Marsya..." Alex berpikir sejenak.
"Sayang." ia menoleh pada Marsya sambil menggerak-gerakkan kedua alisnya. Namun Marsya tidak tahan melihat akting Alex, kemudian ia memalingkan wajahnya (melakukan gerakan seperti ingin muntah).
"Gitu dong." disini hanya Mayang yang terlihat antusias.
"Minggu depan kalian harus mengadakan resepsi pernikahan." ucapan Angga sontak membuat Marsya terkejut.
"Tapi.."
"Tidak ada tawar-menawar, titik." ucap Angga tegas, bahkan Marsya tidak sempat mengutarakan pendapatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments