Korban

Saat Marsya membuka mata, ia refleks memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Kejadian ini terasa seperti dejavu baginya, dan telah mengingatkannya kembali dengan kejadian yang sangat memalukan waktu itu.

Dengan perlahan Marsya berusaha menegakkan tubuhnya, namun ia sempat terkejut ketika melihat Alex yang tertidur di sisi ranjangnya.

Kebencian terhadap Alex masih terpancar dari sorot matanya, namun saat ia teringat dengan kejadian kemarin sore, hatinya menjadi sedikit melunak.

"Lu mau kemana?" Alex seketika terbangun saat ia merasakan ada pergerakan.

Padahal Marsya bermaksud untuk membiarkan Alex tertidur lebih lama, namun ia malah tidak sengaja membangunkannya.

Marsya pun menoleh, "Ah, aku ingin ke kamar mandi." jawabnya.

"Oh.." Alex tak berhenti menguap, karena tidak cukup tidur dan masih mengantuk.

Saat Marsya hendak berdiri, tiba-tiba tubuhnya tak seimbang dan hampir jatuh jika Alex tidak segera menahannya. Tanpa terasa Marsya berpegangan pada lengan Alex dengan kuat, dan setelah tersadar ia segera melepaskannya.

"Hati-hati, kalau butuh bantuan Lu bilang aja!" ucap Alex sambil mendudukkan Marsya kembali di atas tempat tidur.

"Tubuh Lu masih lemah, Lu mau ke kamar mandi kan? Ayo, gua bantuin!" tawar Alex seraya mengulurkan tangannya.

Alih-alih menjawab, Marsya malah menatap Alex curiga.

"Kenapa? Lu takut? Tenang aja, gua gak bakal macem-macem kok. Ayo!" Alex memegangi lengan Marsya untuk membantunya berdiri. Awalnya Marsya ragu, namun pada akhirnya dia juga tidak dapat menolak karena sudah tidak dapat menahannya.

Marsya menjerit saat Alex tiba-tiba mengangkat tubuhnya, "Alex, kamu mau ngapain?" Marsya meronta di pangkuan Alex.

"Abisnya jalan Lu lama, udah diem nanti jatuh makin repot." Marsya pun mulai tenang mendengar jawaban Alex yang cukup masuk akal.

Alex menurunkan tubuh Marsya di dalam kamar mandi dengan perlahan, "Lu bisa sendiri kan, atau mau gua bantuin juga?" ucap Alex menggoda. Hanya dengan satu tatapan maut dari Marsya, dapat membungkam Alex seketika.

"Oke, gua tunggu di luar. Kalau Lu butuh bantuan panggil gua aja!" ucap Alex seraya mengedipkan sebelah matanya, bukan Alex namanya jika tidak berhenti menggoda.

Setelah beberapa menit Marsya pun keluar, tanpa aba-aba Alex kembali mengangkat tubuhnya.

"Alex, gak usah! Aku bisa jalan sendiri." Marsya berusaha menolak karena ia merasa canggung, namun Alex tidak menggubris perkataan Marsya.

Kini kedua manusia beda jenis kelamin itu kebingungan, mereka tidak tahu harus berbuat apa karena situasi menjadi sangat canggung. Marsya tidak berani menatap kearah Alex, begitu juga dengan Alex, tidak tahu kenapa tiba-tiba ia menjadi gugup.

Di tengah kebingungannya, Bi Siti datang dengan membawakan bubur untuk Marsya.

"Kamu sudah mendingan nak?" Bi Siti mendekati Marsya dan juga memeriksa keadaannya.

Marsya tersenyum, ia merasa sangat senang dengan kehadiran Bi Siti di sana. "Marsya baik-baik aja kok Bi." Marsya menyesal telah membuat keluarga satu-satunya itu khawatir.

Alex keluar dari kamar untuk memberi ruang kepada Marsya dan Bi Siti, Alex mengerti dengan keadaan Marsya saat ini, ia pasti sangat ingin bercerita dengan bibinya.

Marsya menggenggam tangan Bi Siti, "Terima kasih Bibi sudah merawat Marsya, dan maaf telah membuat bibi khawatir." ia menundukkan wajahnya karena terlalu malu untuk menghadapi bibinya.

Bi Siti membelai kepala keponakan satu-satunya itu, ia memang sangat menyayanginya seperti anak sendiri. Siti pun tidak tega saat melihat Marsya dalam kesulitan, "Tidak nak, itu sudah kewajiban bibi. Apapun yang kamu lakukan pasti ada alasannya, yang penting kamu baik-baik saja." Bi Siti mencoba menenangkan Marsya, ia tidak ingin Marsya terlalu banyak berpikir.

"Bibi bersyukur ada nak Alex, bibi berharap semoga di benar-benar tulus membantumu." sambungnya, untuk saat ini Marsya pun tidak tahu apa tujuan Alex sebenarnya.

"Ayo dimakan dulu buburnya, baru setelah itu di minum obatnya." Marsya tersenyum pada Bi Siti, ia sangat bahagia menerima kasih sayang dari bibinya itu.

"Sepertinya nak Alex anak yang baik, kemarin setelah kamu pingsan ia segera memanggil dokter. Dia juga merawat kamu yang terkena demam semalaman, bibi tidak tahu jam berapa dia tidur. Semalam waktu bibi pulang dia masih belum tidur, sepertinya dia sangat mengkhawatirkan mu." Bi Siti tidak berhenti memuji Alex di depan Marsya, namun Marsya hanya tersenyum menanggapi ceritanya.

Alex berpapasan dengan Bi Siti saat ia kembali dari kamar mandi. "Nak Alex sebentar ya, bibi ambilkan makanan dulu di rumah. Pasti nak Alex sudah lapar, Marsya baru saja selesai makan dan minum obat."

"Oh.. Tidak usah Bi, saya bisa cari sendiri, jangan repot-repot." Alex merasa malu karena telah merepotkannya, sesekali ia melirik ke dalam kamar Marsya untuk melihat keadaannya.

"Tidak nak, bibi tidak repot. Tapi bibi hanya memasak makanan sederhana, mungkin tidak sesuai dengan selera nak Alex." ucapnya merendah.

Alex menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa Bi, terima kasih sebelumnya." ia tidak ingin Bi Siti merasa tersinggung karena sikapnya.

Setelah beberapa saat, Bi Siti kembali dengan membawa makanan. "Nak Alex di makan ya, kalau sudah makan nanti nak Alex tidur saja lagi! Pasti ngantuk semalaman tidak tidur, bibi pergi dulu masih banyak pekerjaan." pamitnya.

Alex menganggukkan kepalanya, "Terima kasih makanannya Bi."

Perkataan Bi Siti memang benar, ia masih sangat mengantuk. Sebab itu, setelah Alex selesai makan ia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur di atas kursi.

°

°

°

Marsya mulai merasa bosan karena seharian berdiam diri di atas tempat tidur, ia pun mulai melakukan pekerjaan rumah untuk menghilangkan jenuh.

Tanpa Marsya sadari, ia tidak sengaja memperhatikan Alex yang tengah tertidur, bahkan dengkuran halus dari mulutnya dapat terdengar jelas oleh Marsya. Marsya berbalik sambil menepuk-nepuk pipinya untuk mengembalikan kesadarannya, entah kenapa tiba-tiba Marsya merasakan pipinya memanas.

Tiba-tiba ponsel Alex berdering dan membuat Marsya terkejut, seolah-olah ia sudah tertangkap basah.

Alex terbangun dan mengerjapkan matanya, ia duduk sebentar sebelum mengangkat telepon.

Setelah kesadarannya benar-benar terkumpul barulah ia menjawab telepon itu, "Halo.." jawab Alex dengan suara parau dan mata kembali terpejam.

"Alex, kapan kamu pulang nak?"

"Ah, Ibu..?" Alex perlahan membuka matanya dan melihat arlogi di pergelangan tangannya.

"Sebentar lagi Alex pulang Bu." jawab Alex, saat Alex sedang berbicara dengan ibunya di telepon, Marsya diam-diam masuk ke dalam kamarnya sebelum Alex menyadarinya.

"Kalau gitu Ibu tunggu ya! Ibu sudah tidak sabar ingin bertemu dengan menantu Ibu." ucap Mayang dengan diakhiri tawa ringan untuk menggoda Alex.

Entah kenapa Alex tiba-tiba menjadi malu, "Iya Bu." jawab Alex seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sambungan telepon pun terputus.

Alex mulai sadar, ia pun mulai mencari Marsya di kamarnya. "Mar, Lu udah mendingan?" suara Alex berhasil membuat Marsya terkejut.

Marsya mengelus dadanya dan menatap Alex dengan tajam, "Ngagetin aja." keluh Marsya. Alex lupa mengetuk pintu karena sejak awal pintunya sudah terbuka.

"Sorry.." sesalnya, seraya menampakkan giginya yang tersusun rapi.

"Lu udah mendingan kan?" tanya Alex lagi.

"Udah." jawab Marsya dengan nada kesal.

"Kalau gitu, ayo kita pulang!" ajaknya tanpa berbasa-basi.

"Kemana?" Marsya mengerutkan keningnya.

"Ke rumah gua lah, Lu lupa apa kata Ibu kemaren?" Alex berbicara kepada Marsya sambil bersandar di pintu.

"Tapi aku nggak mau."

Alex menghela nafasnya, sepertinya akan sedikit repot saat membujuk Marsya. "Lu gimana sih, sekarang kan Lu bini gua. Jadi Lu harus ikut gua kemana pun!" ucapnya penuh penekanan.

Marsya tidak terima dan menyilang tangannya di dada, "Emang siapa juga yang mau jadi bini Lu?"

"Lu lupa kemaren gua udah bayar semua utang Lu?" tak mau kalah, Alex pun berlaga dengan menyilang tangan di dada seperti yang Marsya lakukan.

Perkataan Alex benar-benar membuat Marsya tidak dapat berkutik, ia pun kesulitan untuk membalas perkataan Alex.

"Emm.. Siapa juga yang minta bantuan sama kamu?" ucap Marsya tergagap seraya memalingkan muka.

Alex berjalan menghampiri Marsya yang berada di atas tempat tidur, "Oh jadi gitu?"

Marsya pun mulai panik, dan beringsut mundur. "Ya, pokoknya nanti aku akan mengembalikan uang itu."

"Kapan?" Alex mulai mendesak.

"Aku butuh waktu, aku akan melakukan apapun untuk mengembalikan uang itu." Marsya mulai terpojok, Alex menundukkan kepalanya sehingga wajah mereka saling berhadapan.

"Gua gak bisa nunggu lama, sekarang Lu pilih! Ikut gua pulang ke rumah atau Lu ganti uang gua sekarang juga?"

Marsya mulai kebingungan dengan sikap Alex yang berubah-ubah, kadang baik kadang nyebelin. "Tapi, tapi darimana aku dapat uang sebanyak itu dalam waktu singkat? Lagipula ngapain kamu nolongin aku kemarin, tahu gitu kamu gak usah bayar hutang aku." ucap Marsya, bahkan suaranya sudah bergetar karena menahan tangis.

"Makanya, ayo cepet ikut gua pulang ke rumah! Ibu sudah nungguin." Alex kembali menegakkan tubuhnya, ia sudah tidak tahan melihat wajah Marsya yang tertekan. Ternyata Alex hanya mencoba menakut-nakutinya saja.

Wajah Marsya sudah terlihat sangat kesal, "Semua gara-gara kamu!" tuding Marsya.

"Loh, kok salah gua? Gua kan yang nolongin Lu." Alex tak habis pikir kenapa niat baiknya tidak berarti di mata Marsya.

Marsya tetap pada pendiriannya, "Aku gak minta bantuan dari kamu ya."

"Dimana-mana tuh orang kalo ditolongin itu terima kasih, bukannya ngeluh."

"Bodo amat!" Marsya membenamkan tubuhnya ke dalam selimut untuk menghindari Alex.

Alex kembali memikirkan cara untuk membujuk atau lebih tepatnya memaksa Marsya. "Halo Bu, menantu Ibu sepertinya tidak mau ikut pulang." seketika Marsya terbangun mendengar Alex berbicara dengan ibunya.

Alex tersenyum lebar, rupanya ia sudah mendapatkan satu kelemahan Marsya.

Marsya melompat dari atas tempat tidur dan merebut ponsel Alex yang menempel di telinganya, dengan terburu-buru Marsya ingin mematikan sambungan telepon itu namun ternyata Alex hanya berpura-pura.

Marsya menatap Alex dengan tatapan tajam, "Aleeeex.." Marsya memukul-mukul lengan Alex, namun Alex hanya tertawa sambil menghindari amukan Marsya.

"Mau gua aduin beneran sama Ibu?" ancaman Alex berhasil membuat Marsya menghentikan aksinya.

"Ayo!" Alex mulai tidak sabar.

Marsya terlihat sedang berpikir keras, "Aku harus memikirkan cara agar bisa terlepas dari cowok nyebelin ini." ucap Marsya dalam hati, ia mengepalkan kedua tangannya karena menahan kesal.

°

°

°

Alex tiba dirumahnya pada jam makan malam, seperti biasa para pelayan menyambut kehadirannya. Begitupun dengan Mayang, hari ini adalah hari spesial, ia juga ingin menyambut kedatangan menantunya.

"Assalamualaikum Bu." Alex mengucap salam dengan wajah kusut.

"Wa'alaikumsalam." jawab Mayang ramah, namun Mayang nampak kebingungan mencari seseorang yang ia tunggu.

"Marsya mana?" tanya Mayang.

"Tuuuhh.." Alex menunjuk Marsya yang masih berdiri di pelataran rumah dengan dagunya.

Setelah melihat Marsya, barulah Mayang merasa tenang. Ia pun menghampiri Marsya yang terlihat kebingungan.

"Sayang, ngapain masih disitu? Ayo masuk!" Mayang menghampiri Marsya untuk mengajaknya masuk ke dalam rumah.

Sebelum masuk Marsya membuka sandalnya, matanya memutar meneliti setiap ruang yang ada di rumah itu. Marsya merasa kagum melihat rumah Alex, ia pertama kalinya bagi Marsya menginjakkan kaki di rumah yang mewah.

"Sayang, sandal kamu mana?" tanya Mayang, ia baru menyadari jika Marsya tidak mengenakan alas kaki.

"Diluar Bu." jawabnya polos.

"Dasar udik, Lu pikir mau masuk mesjid?" ucap Alex mengejek.

Marsya mengerucutkan bibirnya, ia memang terbiasa tidak memakai alas kaki saat berada di dalam rumah.

"Alex.." Mayang menatap Alex, agar ia berhenti menggoda Marsya, sedangkan Angga yang berada di antara mereka hanya diam memperhatikan.

Mayang menggandeng lengan Marsya dan membawanya mendekati Angga, "Sayang, kenalin ini ayahnya Alex, namanya Pak Angga. Mulai sekarang dia akan menjadi ayah kamu juga." terang Mayang.

Angga masih terlihat tidak peduli, namun Marsya berusaha untuk menunjukan kesan yang baik di depan orang tua Alex.

"Assalamualaikum pak, nama saya Marsya." ucap Marsya, ia meraih tangan Angga lalu mencium punggung tangannya.

Mata Angga terbelalak, ia menatap wajah isterinya dengan berbagai pertanyaan dalam benaknya. Mayang hanya tersenyum dengan bangga, seolah memberitahu jika perempuan yang Alex nikahi secara mendadak bukanlah perempuan yang tidak baik.

"Nanti panggil Ayah juga seperti Alex ya!" titah Mayang, Marsya hanya menganggukkan kepalanya dengan malu-malu.

"Bu, Alex lapar." semua orang menatap kearahnya, apalagi Angga, ia masih sangat kesal dengan perilaku Alex. Angga tidak habis pikir, bisa-bisanya Alex masih terlihat tenang setelah ia membuat kekacauan ini.

"Ya, ayo kita makan malam dulu. Ibu sudah masak makanan kesukaan kamu." Mayang bahkan tidak bisa jauh-jauh dari Marsya dan selalu menempel padanya.

Awalnya suasana makan malam masih terasa tenang, namun Angga tidak tahan untuk membuka suara.

"Marsya, apa Alex melakukan sesuatu pada kamu, sehingga dia menikah dengan kamu secara mendadak?" Angga sangat penasaran, ia ingin mendengar jawaban langsung dari mulut Marsya.

Seketika ruangan itu menjadi hening, Marsya pun tidak tahu harus menjawab apa. Karena belum mendapat jawaban, Angga pun kembali mengajukan pertanyaan. "Apa kamu sudah hamil?"

uhuk uhuk.. Alex sampai tersedak makanan karena terkejut dengan pertanyaan ayahnya.

"Ayah.." Mayang menatap Angga, ia meminta agar Angga berhenti bertanya. Sedangkan Marsya tidak tahu harus mengatakan apa kepada Angga, ia masih merasa menjadi korban dalam situasi ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!