Di atas tanah merah yang masih baru, Zifa masih terisak dengan pilu, suara tangisan lirih yang seolah tertahan menambah rasa sesak bagi yang mendengarnya. Wanita baru berumur tujuh belas tahun itu, masih berharap penuh bahwa yang barusan terjadi adalah sekenario teman-temanya, ngeprank dirinya yang hari ini tengah berulang tahun. Lalu mayit yang dia mandikan, ia kafani, dan di kuburkan hanya manekin buatan yang menyerupai ibunya.
Memang itu terlihat sangat mustahil, tetapi Zifa berharap begitulah kenyataanya. Ia masih sangat gelap dengan apa yang harus ia tentukan di masa depanya. Sedangkan sang pencari nafkah utama telah tiada. Ibu dan Ayahnya sudah kembali ke pemilik sesungguhnya. Kini ia hanya sebatang kara dan harus merawat sang kakak yang bahkan nasibnya sudah lebih buruk darinya. Memiliki kelainan keterbelakangan mental dan dilecehkan oleh orang tidak bertanggung jawab. Lalu sekarang tanpa pemilik raga tahu, bahwa di dalam rahimnya ada sebuah kehidupan. "Apakakah salahku Tuhan, sampai Engkau permainkan hidupku selucu ini." batin Zifa, seketika ia membenci takdir hidup penuh duka lara yang menyelimutinya.
"Fa, udah yuk kita pulang kerumah, ini udah gerimis dan baju kita semua juga mulai lembab karena tetesan air yang turun. Meskipun tidak deras tetapi cukup membuat basah dan takutnya nanti kalian malah sakit," rayu kemal teman satu-satunya yang masih pedulu dengan dirinya, menemani dirinya sampai proses pemakaman ibu tercintanya selesai.
Zifa mendongakan kepalanya dan menatap dengan iba ke arah Kemal. "Aku harus apa setelah ini, ibuku sudah pergi, tampa meninggalkan sesuatu. Aku yakin ibuku di bunuh dengan orang berkuasa di tempat ibuku mengais rezeki. Kamu tahu kan tadi dari sudut bibir ibuku mengeluarkan busah ketika dimandikan. Itu tandanya ada kemungkinan racun yang ada di tubuh ibuku masih berkerja merusak organ yang bahkan sudah tidak berfungi lagi. Bantu aku Mal, untuk mencari kebenaran ini," lirih Zifa dengan wajah masih mendongak menatap Kemal yang menunduk tepat di sampingnya. Wajah memohon dengan sangat pilu menatap tajam kearah Kemal, seolah tengah berkata hanya Kemal yang bisa membantu Zifa mengungkap kematian ibunya.
Kemal tidak langsung mengiyakan permintaan Zifa, laki-laki berusia hampir sama dengan Zifa pun tidak menolak permintaan yang mengiba itu. "Caranya? Kita tidak ada bukti yang menguatkan Zifa, yang ada ditakutkan malah orang berkuasa itu menuduh balik kamu dan membuat kamu terkurung di tempat yang mengerikan, (Penjara) lalu siapa yang akan mengurus kakak kamu yang kamu bilang tengah hamil anak majikan ibu kamu. Kakak kamu sangat membutuhkan kamu sebagai pelindung raga dan mentalnya. Tidak hanya itu setelah anaknya lahir, kamu lah yang ia butuhkan untuk merawat anaknya. Apa kamu tidak memikirkan kalo kamu terlibat masalah dengan orang berkuasa sangat kecil kemungkinan untuk menang, sedangkan bukti sangat minim, uang uatuk mencari keadilan juga sangat dibutuhkan, dan itu jumlahnya tidak sedikit Zifa." Kemal berusaha menasihati Zifa agar jangan salah bertindak, tujuanya baik agar Zifa tidak terjebak dalam situasi yang sulit. Karena keadilan bagi rayat jelata hanya semuah dongeng belaka, nyatanya uanglah segalanya.
Zifa kembali menunduk dan isakan menyedihkan itu kembali terdengar. Rasanya Kemal yang bukan siapa-siapa Zifa, hanya sebatas teman saja hatinya terkoyak ketika mendengar isakan itu. "Ibu, aku harus gimana untuk mencari keadilan ini. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Ibu, disaat kami tidak tahu?" bisik Zifa di atas pusaran basah ibunya.
"Ifa aku akan membantu kamu, tetapi dengan caraku. Akan aku usahakan kamu untuk melalui masa sulit ini, dengan cara yang ada di pikiranku, Kamu jangan berbuat yang aneh-aneh, tetap hidup dengan ketidak tahuan apa-apa itu akan lebih baik. Setidaknya sampai masa sulit ini kamu lewati. Setidaknya sampai kaki-kaki rapuhmu sampai bisa menopang beban kehidanmu. Gunakan ketidak tahuanmu untuk tetap mencari bukti yang menguatkan dengan semua yang terjadi diantara ibumu dan kakakmu. Aku akan tetap membantumu meskipun nanti kita tidak bersama lagi." Kemal berbicara dengan sangat lembut dan menekankan setiap katanya.
Zifa kembali menatap wajah Kemal, "Aku akan lakukan seperti apa yang kamu katakan. Aku akan terus berharap bahwa keadilan akan singgah di kehidupan kami. Terima kasih Kemal, kamu tidak meninggalkan aku di saat aku rapuh. Nasihamu sangat berarti untuk aku, sehingga aku tidak tenggelam dengan emosi yang menguasaiku. Aku akan mencari bukti, sampai kaki dan bahuku kuat untuk mengungkap apa yang ibuku alami sampai beliau meregang nyawanya. Di kembalikan dengan kondisi yang kaku. Dibekali dengan keterangan penyebab meninggalnya memang, tetapi itu terlihat sangat mustahil. 'Serangan jantung', sedangkan ibuku baik-baik saja. Aneh bukan?" Bibir tipis Zifa tersenyum masam, kehudupan rakyat bawah memang bisa di manipulasi. Termasuk dugaanya terhadap kematian ibunya.
Setelah merasa cukup memandangi dan mengeluarkan segala unek-unek yang mengganjal di hatinya Zifa, Zara dan Kemal pun kembali ke rumah Zifa. Hujan yang turun semakin deras menandakan bahwa alam juga seolah tahu kesedihan mereka. Zifa menuntun tubuh kakanya, yang juga seolah kakanya tahu bahwa mereka tengah berduka. Zara tidak rewel seperti biasa yang bertingkah seperti anak kecil. Zara kali ini sangat manis bahkan bibir mungilnya sejak siang tadi tidak mengucapkan sepatah katapun. Entah ia tengah larut dengan kesedihanya atau ia tengah berfikir hal yang mengganjal sehingga tidak begitu memperhatikan dengan jeli sekelilingnya.
"Zifa aku pamit pulang yah, nanti kalo ada apa-apa, kamu jangan sungkan hubungi aku pasti aku akan bantu kamu. Kamu jangan merasa aku orang asing. Kalo kamu tidak bisa menganggap aku sebagai kekasihmu, maka anggaplah aku sebagai abangmu," ucap Kemal memecah lamuna Zifa, bahkan gadis malang itu baru tahu bahwa mereka sudah ada di halaman rumah mereka, yang masih terlihat banyak kursi dan tenda-tenda yang tetangganya buat.
"Terima kasih Mal, aku tidak tahu harus ngomong apa sama kamu. Kamu terlalu baik buat aku. Mohon maaf kalo nanti aku akan sering merepotkan kamu yah, aku tidak punya siapa-siapa lagi. Aku cuma punya kamu yang selalu baik sama aku," isakan pilu kembali terdengar dan air matanya menghangatkan pipi yang sudah menggigil kedinginan karena pakaian yang mereka kenakan sudah basah kuyup.
"Dengan senang hati Zifa, aku akan membantu kamu, jangan sungkan untuk menguhubungi ku. Karena aku sudah menganggapmu sodara jadi jangan ada kata tidak enak hati." Kemal pun berpamit pulang, tubuhnya juga sama sudah menggigil, ingin buru-buru berendam air hangat. Dan meredakan fikiranya yang seolah berubah jadi beku sehingga tidak bisa berfikir dengan jernih.
"Kak, kita masuk yah!" Zifa menuntun tubuh Zara yang seolah mencari-cari di mana ibunya.
"Ifa, Ibu mana?" tanya Zara. Pertanyaan yang sejak tadi Zifa takutkan benar-benar keluar dari bibir kakaknya yang sudah membiru karena kedinginan.
Sekuat apapun hatinya bertahan agar tidak terasa sesak, rasanya tidak akan bisa. Zifa terlalu menghayati peranya. Air matanya kembali jatuh, bahkan ia ingin meluapkan kesedihanya dengan berteriak dan menangis meraung-raung memaki takdir yang tengah membercandainya. Namun akal fikirnya menolak, apa kata orang nanti, dan mereka akan menganggapnya gila.
Zifa membuka pintu dan mengajak kakaknya mandi. Ia menyalakan kompor untuk memasak air untuk mandi sang kakak, ia takut kakaknya akan jatuh sakit. Tubuhnya yang tengah hamil dan kelelahan bisa saja menambah lemah fisiknya.
Zifa yang tidak memiliki bekal jawaban pertanyaa Zara memilih diam dan mengabaikan pertanyaa itu. Meskipun Zifa tahu bahwa kakaknya akan terus mengulang pertanyaan horor itu, sampai akal fikirnya menangkap dan paham dengan keadaan keluarganya.
Tidak mudah menjelaskan suatu kejadian pada kakaknya, keterbelakangan daya pikir membuat ia sulit menangkap apa yang sebenarnya terjadi denganya. Itu sebabnya sang pemerkosa masih bisa bernafas tanpa diketahui siapa ia sebenarnya.
#Catatan Author....
Down syndrom yang Zara alamin sebenarnya bukan yang parah, andai ia mendapatkan penanganan terapi dan pendampingan khusus, ia bisa mengolah emosi dan menangkap kejadian sekitar dengan baik. Namun karena keterbatasan materi dan untuk medapatkan penanganan tersebut butuh dana yang tidak sedikit sehingga Zara dibiarkan apa adanya. Jadi kemungkinan untuk mengingat ia masih ada, tetapi di mana down syndrom identik dengan fikiran anak-anak. Jadi Zara masih bingung yang mana kenyataan yang mana mimpi atau ilusi.
Tubuh Zara juga tegolong bagus tinggi, dan lebih berisi dari Zifa, siapapun yang melihatnya bisa tergoda karena Zara memiliki wajah ayu dan tubuh mulus. Kalau kebayakan diluaran sana orang-orang yang mengalami down syndrom tubuhnya pun akan mengalami pertumbuhan terhambat seperti anak kecil, lagi-lagi berbeda dengan Zara yang justru tubuhnya seperti orang normal. Belum lagi buah dada yang lebih berisi membuat kaum adam yang melihatnya ingin mencicipinya. Itu sebabnya mungkin sang pemerkosa tergoda dengan tubuh sintal nan mulus milik Zara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Triana Mustafa
ini cerita sadis amat....
tapi begitulah adanya....mungkin Author ingin mengangkat cerita y real kehidupan sehari-hari
good luck 😍
2022-12-11
1
Wina Yuliani
aku menangis meraung bersedih... hy satu yg zifa butuhkan saat ini, bahu kekar utk berbagi, setelah belajar kekurangan cyra sekarang kita bakal belajar kekurangan zara... gokd job thor 👍👍👍👍👍
2022-09-17
1
Jawer~Hayam
thor jangan sedih-sedih tisu abis...😫😫
2022-09-13
3