#03

Entah kenapa Hafiza merasa tidak bisa seperti biasanya ketika ada lelaki yang ingin menjadikannya pacar. Sebelumnya, ia akan memberitahukan dulu kepada yang bersangkutan berapa banyak pacar yang ia miliki. Jika dia tidak mempermasalahkannya, lelaki itu akan resmi jadi pacarnya saat itu juga. Terlepas Hafiza menyukainya atau tidak. Tapi dengan Raka, ia merasa takut mengatakannya. Ia takut Raka tidak menerima dan akhirnya mengurungkan niatnya memacari Hafiza. Dan Hafiza memutuskan untuk tidak memberitahu Raka.

Pembicaraan ditutup dengan senyum yang mengembang di bibir masing-masing. Baik Raka maupun Hafiza kini sama-sama terbaring di ranjang masing-masing. Merenungi dan mencoba menikmati rasa yang seperti membawa keduanya terbang ke angkasa jauh. Mungkin ke bintang az-zuhal atau serambi sang wulan. Hafiza pun merasakan perasaan yang tidak pernah didapatkan dari pacar-pacarnya yang lain. Perasaan ini sungguh berbeda. Perasaan inilah yang membisiki hatinya, bahwa mungkin inilah perasaan yang akan melabuhkan hatinya pada Raka. Begitupun juga dengan Raka. Ia ingin segera mengakhiri kesendiriannya. Segera meninggalkan pelabuhan sunyi menuju pelabuhan yang penuh kebahagiaan.

Hingga ketika malam sudah beranjak semakin larut. Keduanya masih tenggelam dalam hayalan masing-masing. Malam menyanyikan lagu syahdunya. Melata malam berdansa, mengubah wajah malam lebih berwarna dengan aurora aneka warni.

Malam seharusnya tahu yang akan terjadi, tapi ia tetap menyembunyikan misterinya dalam selubung gelap. Biar kelak manusia tak hanya bisa berdansa bahagia di panggungnya, tapi ada saat mereka datang kembali untuk mengadu tentang sedih dan terlukanya hati. Pada malam.

****

Hari berganti hari. Waktu berputar terasa begitu cepat. Pristiwa demi pristiwa datang silih berganti mengisi kehidupan anak manusia. Harapan demi harapan indah terajut, ketika hari demi hari terlalui dan terajut kembali menyongsong hari esok. Dan yang beruntung adalah orang yang hari esoknya lebih baik dari hari ini.

Dan tak terasa malam ini adalah malam kedua puluh lima di bulan ramadhan. Suara lantunan ayat-ayat suci al-quran masih terdengar ramai dari surau-surau desa. Alam terasa begitu tenang. Memberi isyarat untuk menghabiskan malam dengan tasbih dan zikir panjang.

Jam di dinding telah menunjukkan pukul satu malam. Hafiza masih duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Dari tadi dia tidak kunjung bisa memejamkan matanya, padahal beberapa kali ia menguap, mencoba mengeluarkan kantuk yang menelingkupi matanya. Tapi ketika ia mencoba berbaring, kantuk itu seperti begitu saja menghilang, dan ia merasa jenuh membolak-balikkan tubuhnya. Ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. Sesuatu yang tak ingin membiarkannya tidur. Sesuatu yang harus segera diberikan jalan keluar.

Ia pun bangkit. Mengisi waktu yang terbuang, ia mengambil air wudhu dan menghabiskan malamnya dengan membaca al-quran dan shalat sunnah. Tak terasa usianya kini terus bertambah. Di usia itu ia masih sendiri. Diapun merasa kesepian dan hasrat untuk mempunyai pasangan hidup seringkali mengusik pikirannya.

Dari sekian laki-laki yang ia pacari, tak satupun yang pernah mengajaknya menikah. Rata-rata mereka semua memberikannya waktu hitungan tahun untuk menikahinya. Dan Hafiza merasa, tak perlu lagi menunggu waktu selama itu. Sebentar lagi ia akan menyelesaikan kuliahnya, dan itu mungkin waktu yang tepat untuk mengakhiri masa lajangnya. Dan jika dia yang harus menekan mereka, dia masih menjaga marwahnya sebagai seorang wanita. Baginya kini ia punya banyak pilihan. Ada Sembilan laki-laki yang amat tergila-gila padanya, bahkan jikapun ada yang menawarkan diri lagi untuk menjadi pacarnya, ia pasti akan menerimanya. Tentunya jika tidak mempermasalahkan banyaknya pacar yang ia miliki.

Menjadi wanita yang hanya setia dengan satu pasangan saja sudah bukan pilihan yang menarik baginya. Dia tidak ingin mengulang masa lalu yang begitu menyakitkan, ketika kesetiaannya berbuah pengkhianatan. Dia tidak akan terluka lagi sebab kehilangan satu lelaki, ketika yang lain masih setia menjadi pacarnya. Tapi sekali lagi, diantara kesembilan pacarnya, tak ada satupun dari mereka yang pernah mengajaknya menikah dalam waktu dekat.

Dan kini ia mulai mengharapkannya. Kodrat sebagai manusia adalah hidup berpasangan menjalani kehidupan hingga batas yang ditentukan Allah. Ia mengharapkan salah satu dari mereka mengajaknya melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih tinggi.Terlepas ia mncintainya atau tidak. Walaupun hatinya lebih condong ke Raka, hanya Raka. Dan pernah suatu hari dia meminta pertimbangan kepada kakaknya, mana diantara beberapa orang laki-laki yang dipacarinya, yang menurut kakaknya pantas menjadi pendampingnya. Hafiza mengajukan beberapa nama, termasuk diantaranya nama Raka dan Faris. Faris termasuk yang tidak disukai dan tak dipilih oleh kakaknya. Katanya Faris bukan tipe pekerja keras. Kakaknya takut Faris hanya akan jadi beban buat Hafiza kelak. Dan satu lagi, Faris jelek dan tak sepadan dengan Hafiza.

Pilihan kakaknya pun sama dengan keinginan hatinya, yaitu Raka. Menurut kakaknya, Raka lebih menjamin kebahagiaan Hafiza. Tapi Hafiza ingin bersikap adil. Menunggu siapa diantara mereka yang terlebih dahulu mengajaknya menikah. Dia tidak akan meninggalkan luka yang terlalu dalam untuk yang lain, jika dia menikah dengan salah satu dari mereka. Faris kayaknya gak masuk hitungan, karena menurutnya laki-laki itu belum tertarik membahas pernikahan.

Hafiza mengangkat kedua tangannya seraya menengadahkan kepalanya. Bibirnya terlihat bergerak melafalkan doa. Tatapan matanya khusyu’ mengikuti yang kini tersirat dalam hatinya. Dia berharap, dibulan yang suci dan penuh keberkahan itu, Allah mengabulkan doanya dan menunjukinya jalan keluar terhadap segala harapan dan keinginannya.

“Ya Allah, di malam yang mulia ini hamba menghadap kepada-Mu untuk berkeluh kesah, memohon kiranya Engkau memberi petunjuk bagiku. Tentang keinginan dan pertanyaan dalam hati hamba. Tentang siapa lelaki yang akan kau takdirkan menjadi pendamping hidupku. Hamba yakin, inilah malam suci yang doaku akan terkabul karna perantaranya.

Ya Allah. Dan bahagiakanlah hamba dengan siapapun lelaki yang Kau tunjukkan untuk Hamba. Hamba sudah merasakan luka yang mendalam, dan hamba sudah melaluinya walaupun dengan tangis dan duka. Kini hamba ingin menikmati kebahagiaan dengan orang yang hamba kasihi. Meraih surgamu bersama-sama dengan keridhaan-Mu. Ya Allah, mungkin permintaanku tak sesuai dengan baktiku kepada-Mu sebagai seorang hamba, namun hamba yakin dengan sifat Rahman dan Rahim-Mu. Tak akan ada doa yang tertolak jika hati berserah sempurna kepada-Mu. Dan tak ada tempat yang pantas aku tuju selain-Mu.

Ya Allah, saat ini hamba berikrar dalam hati. Siapapun yang mengajak hamba menikah, maka dialah lelaki yang Kau tunjukkan untukku. Dan jadikan ia permata hatiku. Permata yang selalu berkilauan memancarkan kebahagiaan dalam hidupku. Amin.

Hafiza mengakhiri doanya dengan ******* panjang, mengikuti rasa tenang yang menjalar dihatinya. Ia sudah mantap dengan keputusannya. Siapapun yang mengajaknya menikah, entah itu pacarnya ataupun di luar mereka, ia akan menerimanya. Sayembara telah digelar, hanya tinggal menunggu siapa diantara mereka yang punya keinginan dan keberanian mengajaknya menikah. Hafiza kemudian melepas mukenanya. Sudah jam tiga. Ia harus pergi ke dapur untuk mempersiapkan ala kadar untuk makan sahur nanti bersama keluarganya. Ia bangkit dan menuju ke dapur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!