5, Februari, 2016... 554 tahun setelah sihir tersegel...
"Teet! Teet! Teet!" alaram jam pengingat waktu sudah menunjuk pukul delapan pagi terus berdering.
Itu hari sabtu pagi. Jam meja digital yang lagi-lagi tidak seharusnya berdering dihari libur dari sekolah mengganggu tidur nyenyak gadis remaja cantik berumur enam belas tahun bernama "Barbara Hailey." Dia tertelungkup menyembunyikan wajahnya dibalik bantal sebelum ketika suara alaram berkali-kali terus berusaha membangunkannya.
Gadis yang biasa dipanggil "Hailey" oleh orang-orang yang dikenalnya Itu sudah siap siaga jikalau alaram jam malafungsi di kamarnya kembali berdering di waktu yang padahal tidak ia tentukan. Tapi sepertinya tetap saja. Suara alaram jam itu tetap terdengar cukup keras dari balik bantal kepala yang menutupinya.
"Emm!" Hailey mulai mengeluh. Setengah tersadar, dia semakin menutup rapat bantalan yang menutupi punggung kepalanya. Masih dalam posisi tertelungkup diatas ranjangnya yang sedikit tersorot cahaya matahari dari sela-sela korden jendela yang masih menutup gelap sebagian besar kamarnya.
Alaram terus berbunyi, "Emmm!!!" Hailey semakin mengeluh. Setiap satu kali giliran suara deringnya, Hailey merasa kalau alaramnya terdengar semakin kencang dan semakin kencang saja.
"Hentikan itu, Leprechaun!!!" Keluh perintahnya kepada jam meja digitalnya sendiri yang memang berwarna kehijauan, dengan suara Hailey yang masih lemas mengantuk terpendam dibalik bantal.
Tanpa lebih dulu menyingkirkan bantalannya, tangan kanannya berusaha meraih jam digital yang berada diatas meja_ tepat disamping sisi sudut ranjangnya yang berada posisi dekat dengan jendela kamar.
Bukannya mematikannya_ Hailey malah menjatuhkannya keras ke lantai. Tapi setidaknya itu menghentikan bunyi alaramnya yang menyebalkan.
Kemudian Hailey langsung menyingkirkan bantal yang menutupi punggung kepalanya.
Membalikan posisi tertelungkupnya diatas ranjang tempat tidurnya_ Hailey, menghela nafas berat. Sejenak menoleh-noleh ke arah kanan dan kiri ruangan, sebelum dirinya kemudian menggerak mengombak-ombakkan jari-jemari kirinya diatas ranjang double bed nya.
Bergerak lembut berombak-ombak_ sedikit aura asap cahaya merah terlihat samar mulai muncul bergerak mengelilingi jari-jemarinya.
Hailey memeramkan matanya. Dengan raut wajahnya yang terlihat seperti memaksakan_ Hailey berusaha lebih fokus lagi.
Sampai... aura asap cahaya merah semakin terlihat terang memekat hingga menyelimuti seluruh pergelangan tangan kirinya_ yang sudah diarahkannya pada arah jendela.
Dan setelah masih butuh waktu lama baginya, kemudian terbukalah lebar perlahan semua korden pada jendela kamarnya. Membuat lebih banyak cahaya matahari masuk memancar seluruh ruang kamarnya. Juga menyilaukan wajah dan matanya.
Dirinya tidak malas. Dan bukanlah tipe gadis yang seperti itu. Ia tahu kalau dirinya hanya berada jarak dua atau sampai tiga langkah dari jendela. Hailey hanya berusaha melatih kekuatan sihir aneh yang baru ia dapatkannya pada waktu sebulan yang lalu. Entah dari mana kekuatan itu, dirinya masih berusaha untuk membiasakannya.
Memperisaikan matanya_ Hailey bangun ke posisi duduk berselonjor diatas ranjang tempat tidurnya. Tak berselang lama kemudian ada yang mengetuk, dan membuka pintu kamarnya dari luar sana.
Dia, adalah Ibu Hailey. Sambil membawa segelas air putih, Ibu Hailey melangkah masuk mendekati si Hailey yang dilihatnya sedang mengucek-ngucek matanya.
Hailey baru saja terbangun dari tidurnya. Pikir Ibunya menebak. Dan itu sudah jelas. Siapapun pasti tahu.
"Selamat Pagi, Hailey!" Sambut seru ibunya membuatnya terpancing menoleh. "Mau bercerita apa mimpimu kali ini, Hailey?!"
"Ya...," balas sumbangnya. Suaranya masih terdengar lemas.
"Hitam," lanjut Hailey. Itu berarti tidak ada mimpi yang menghiasi tidur malamnya kali ini. Hanya ada layar proyeksi hitam gemerlap yang terasa hanya berlangsung sedetik.
Tidak mempunyai kakak atau adik_ hanya Hailey_ tidur di kamarnya seorang diri. Lebih tepatnya di loteng rumahnya. Lantai tiga. Atau bisa juga disebut Etic Room. Terlahir dikeluarga yang bisa dibilang serba keterbatasan juga sudah pasti tidak_ sangat kaya juga tidak, bersama seorang lagi yang tidak lain ialah Ibunya sendiri yang berkarir sebagai fotografer pemandangan alam. Seseorang yang paling disayanginya, dan juga yang tersisa di kehidupan keluarganya.
Ayahnya sudah lebih dulu pergi meninggalkannya, sebelum dirinya menginjak diumurnya yang keempat tahun. Maksudnya... Ayahnya untuk selamanya benar-benar pergi meninggalkannya. Meninggal dunia. Ibunya juga pernah memberitahunya, kalau Ayahnya dihabisi oleh sesorang yang entah siapa.
Sampai sekarang masih belum diketahui siapa, atau mungkin siapa sajakah orang-orang itu.
Tidak perlu dibahas lagi. Hailey bahkan tidak bisa menilai seperti apakah sosok ayahnya sendiri. Seberapa baik_ atau seberapa buruk. Dirinya tidak mendapatkan waktu lebih lama untuk berbagi kehidupan bersamanya. Yang Hailey fokuskan sekarang hanya pada sosok Ibu yang di sayanginya, lebih dari siapapun yang pernah dikenalnya, selama masih ada nafas yang tersisa dalam dirinya.
Duduk berjuntai menyamping diatas ranjang Hailey, "Oh, Hailey!" Samar terkekeh_ Ibunya menaruh tangannya diatas pundak Hailey.
"Kurang dari seminggu lagi adalah hari ulang tahunmu. Ayolah! berikan ibu wajah barumu!" Berusaha menyemangati Hailey yang terlihat menatapnya dengan muram. Dan Hailey berusaha mengangkat bibirnya_ tersenyum tipis pada Ibunya. Sebagai bukti rasa sayang dan patuhnya.
"Nah, Itu yang aku mau," lirih ibunya. Ikut tersenyum melihatnya.
Menoleh-menoleh mencari sesuatu..., "Ngomong-ngomong... dimana si Leperchaun?!"
"Ibu tidak melihatnya pagi ini," Ibunya penasaran. Sampai Hailey kemudian menunjuk kebawah lantai di sisi dekat dengan jendela kasurnya. Dan Ibunya pun mendongak lebih mencondongkan tubuhnya memeriksa. Berusaha menjangkau sisi seberang ranjang tempat tidur Hailey. Sisi yang ditunjuk Hailey disana.
"Oh tidak, Hailey... kamu seharuanya jangan lakukan itu padanya. Aku tahu dia kadang mengganggumu. Tapi dia juga satu-satunya yang selalu menemanimu di atas sini ya kan?"
"Dia sebuah jam tak bernyawa, Ibu! Dia tidak akan merasakan apa-apa. Dan sudah seharusnya aku mendapatkan teman sekamar yang baru."
"Leprechaun lagi?!" Tanya canda ibunya. Menoleh ikut Hailey yang beranjak dari ranjangnya, dan menaruh jam meja digital yang sengaja dijatuhkannya kembali pada tempatnya.
Hailey juga langsung tergerak membuka semua jendela kamarnya.
"Seekor kuda poni merah muda mungkin jauh lebih baik," balas candanya. Membuka jendela yang terakhir. "Aku suka dia. Dia kuda poni periang."
Ikut duduk menyamping di sisi seberang kasur sana seprti yang dilakukan Ibunya_ Hailey, dengan rileksnya menghirup udara yang baru saja berhembus masuk ke dalam ruang kamarnya. Sedikit menghempas lembut rambut kecoklatan panjang sepunggungnya yang bergelombang, tapi sedang kondisi kusut tak beraturan.
Lalu kembali mengalihkan pandangannya pada Ibunya yang terlihat terus terpaku memandangnya dengan aneh.
"Um...,Ibu?!" Berusaha menyadarkan.
"Oh Oya! Ini minumlah!" Ibunya sontak tersadar. Langsung menyodorkan segelas air putih yang masih dipegangnya dari tadi. Dan diberikannya pada seorang putrinya, Hailey, setelah Ibu Hailey untuk sesaat seperti terhanyut dalam pikirannya_ yang entah apa yang sedang dipikirnya.
Menerimanya, "Terimakasih, Ibu!
"Hey, apa Ibu baik-baik saja?!" Sela Hailey hanya memastikan_ Sebelum tegukan pertamanya.
Sambil tersenyum, Ibunya dua kali mengangguk mantap. Memberitahu pada Hailey kalau semuanya baik-baik saja.
Tanpa berpikir yang macam-macam, Hailey kemudian membasahi tenggorokannya yang kering dengan segelas air putih yang baru saja diberikan oleh Ibunya tadi. Mungkin hanya beberapa tegukan untuk kembali membasahi tenggorokannya.
Sampai... "Ah! Sss..." Hailey tiba-tiba merasakan sakit sesaat di seluruh pergelangan lengan kirinya. Sedikit menjatuh tumpahkan segelas air yang baru dua tiga teguk diminumnya ke atas kasur dan lantai kamarnya.
"Ada apa, Hailey?!" Ibunya memastikan. Melihatnya kesakitan_ dengan tangan kanan Hailey memegang lengan kirinya sendiri yang sedang memegang segelas air yang baru saja diberikannya. "Tidak apa, Ibu! Aku baik-baik saja," balasnya.
"Jangan terlalu dipaksakan, Hailey! Semua butuh proses. Bahkan mungkin membutuhkan waktu yang sangat lama. Jangan terlalu memaksakan sihirmu agar berkembang cepat, "ujar Ibunya.
"Ingatlah, Hailey! Apa yang kamu butuhkan akan datang dengan sendirinya pada waktu yang tepat. Jadi ikuti saja arusnya, lalui yang seharusnya kamu lalui, dan jangan khawatir tentang apapun yang sedang kamu hadapi sekarang dan yang akan datang nanti," tambahnya lagi. Ibunya berpesan padanya. "Oke?! Percayalah!"
Tanpa menjawab_ Hailey mengangguk. Menaruh gelas yang masih menyisahkan setengah gelas air di atas meja kamarnya. Disamping si Leprechaun, yang sebenarnya sudah dijatuhkannya lebih dari dua kali dalam setengah bulan terakhir.
"Hey! Cuaca sedang bagus pagi ini. Jadi rapihkan kamar, mandilah, dan carilah lebih udara segar diluar selagi ibu menyiapkan sarapan pagimu," ujar Ibunya mengingatkan.
"Biar aku sendiri saja... ."
"Tak apa, Hailey!" Cegat Ibunya cepat. Sudah keputusannya. "Biar Ibu saja kali ini."
"Setelah selesai sarapan bantu Ibu untuk mencari spot tempat yang bagus untuk Ibu foto oke?!"
"Kamu biasa berpergian bersama teman-temanmu setelah sepulang sekolah bukan?! Ibu yakin kamu pernah melihat tempat yang bagus diluar sana," lagi dari Ibunya sambil lalu_ melangkah berpaling, sebelum keluar melalui pintu kamar Hailey yang dibiarkan terbuka sebelum pembicaraan panjang.
"Mungkin beberapa!" sela Hailey mengingat hari-hari sebelumnya. "Bagus! Beberapa sudah cukup untuk Ibu!" seru balasan dari ibunya yang belum jauh diluar sana.
...----------------...
Pagi kali ini jauh lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Terlihat cerah dan hangat. Karena biasanya akan terlihat mendung begemuruh dan turun hujan di setiap paginya. Dan juga sengatan hawa dingin yang akan membuat seluruh pergelangan tangan dan betis siapapun menggigil walaupun berada di dalam rumahnya dengan pakaian serba berlengan panjang. Padahal akhir-akhir itu bukanlah musim hujan.
Setidaknya berharap akan ada hari cerah untuk dua sampai tiga hari kedepan, sudah cukup bagi Ibu Hailey mendapatkan penghasilan yang dibutuhkannya mulai hari di akhir pekan itu.
Dan kali ini Hailey juga akan bersamanya. Menemani langsung disaat biasa waktu-waktu panjang setengah hari tidak bersama Ibunya. Separuh waktu dimana saat Ibu Hailey sedang sibuknya mengambil gambar-gambar luar ruangan keren nan indah, yang sama sekali tidak ahli untuk dilakukannya.
Hanya bakat kreatifitasnya dalam menghiasi cantik papan mading di sekolahnya yang tidak tertandingi, dan juga beberapa trik sulap kartu klasik sederhana yang mungkin akan cukup mudah untuk ditiru oleh kebanyakan orang.
"Hffffp... Fuuuhhh!" Berulang-ulang kali dengan perlahan dan rileks_ Menghirup hembuskan udara dipagi hari, usai dirinya melakukan beberapa yang disarankan oleh Ibunya. Yang sebenarnya memang sudah seharusnya ia jalankan.
Berdiri di dekat pinggir sisi pagar dalam teras taman sepinggang depan rumahnya, Hailey, merentangkan kedua tangannya. Dan juga melemaskan otot-ototnya.
Sejauh itu baik-baik saja. Suasana tampak terdengar tenang. Hailey sedang fokusnya. Sampai kemudian ada yang menginterupsi suasana damainya. "Kring! Kring!" Bunyi bel sepeda terdengar jelas ditelinganya. Itu ketika Hailey yang untuk sesaat, sedang menutupkan kedua matanya karena terhanyut dalam meditasi pagi.
"Kring! Kring! Kring!" Semakin jelas keras mendekat, dan berulang-ulang kali dibunyikannya lagi. Hailey pun membuka matanya karena terganggu.
"Selamat pagi penyihir!! Dekorasi wadah kuali macam apa lagi yang kamu gunakan pagi ini?!" Seru ledek seseorang sambil lalu. Suaranya mungkin cukup terdengar hingga kanan kiri dan para rumah tetangga depan keluarga Hailey.
Dia adalah salah satu teman sekelas Hailey. Dan juga bersama kedua komplotan hiena lainnya yang mengekor dibelakangnya_ mengayuh pedal-pedal sepeda mereka di sepanjang jalanan perumahan yang tampak masih sepi.
Melewati dari arah kanan pagar halaman taman depan rumah Hailey_ Dan itu juga berarti dihadapan Hailey itu sendiri..., "Abracadabra, Witches!!" Tambahnya. Kata terakhir lebih ditekankannya, sambil terus mengayuh pedal sepedanya menjauh ke arah kiri jalan. Disusul tawaan berdengek dari kedua yang mengekor.
Hailey samar menggeleng. Menurunkan alis dan dahinya, "Kamu pikir itu lucu, Jer?!!" Kesalnya, tapi berusaha tak terlalu terpancing amarah yang hanya akan membuatnya seperti orang rendahan. Hailey mencoba lebih sabar. Terus menatap fokus kemana arah teman yang sudah jelas tidak bersahabat melintas di hadapannya semakin menjauh.
Tanpa melambatkan laju sepedanya, teman memuakan nya yang satu itu juga membalas. Setengah menoleh kebelakangnya, Jerry, sambil menunjukan jari tengahnya itu pada Hailey. Dan Hailey mendengus.
Bagus! Rusak sudah paginya. Diganggu oleh trio hiena, yang menertawakan dirinya lagi untuk yang kesekian kalinya dengan jejeran gigi kekuningan mereka. Hailey yakin kalau mereka tidak pernah lebih dahulu menggosok giginya dipagi hari, sebelum mereka berpergian keluar rumah untuk memamerkan wajah-wajah dan tingkah idiot mereka.
Dan mungkin hanya perasaan dirinya saja atau... Hailey selalu mencium bau daging busuk tak lama setelah mereka bertiga melintas di depan halaman rumahnya. Astagaaaa!! Benar-benar menyengat! Hailey kadang sampai menjepit rapat-rapat hidungnya. Entah itu bau sarapan pagi salah satu mereka atau aura dari penghinaan mereka yang berterbaran.
Sudahlah! Lupakan itu! Hailey samar beberapa kali mendengar Ibunya memanggil dari arah punggungnya, setelah untuk beberapa saat dirinya masih terpaku memandang arah kemana trio hiena tadi sudah menghilang dari pandangan di ujung jalan sana.
"Hailey, sarapan pagimu sudah siap!" lagi, Ibunya memanggil.
Hailey berbalik menoleh. Dari kejauhan Ibunya berdiri diambang pintu depan rumah. Memanggilnya, karena hidangan sudah disiapkan oleh Ibunya yang juga sudah dianggapnya sebagai sang maestro keluarga bagi Hailey.
"Mau makan di dalam bersama Ibu atau mau dilu... ," kalimatnya tiba-tiba menggantung. Hidung Ibu Hailey berkedut-kedut mengendus sesuatu. "Di dalam saja!" Lanjutnya. Tidak jadi melanjutkan kalimat sebelumnya. Mutlak memutuskan untuk mengajak Hailey sarapan di dalam saja. Sekalian ingin lebih banyak berbincang-bincang lagi dengan Hailey.
...----------------...
Kendaran yang biasa dinaiki Ibunya adalah sebuah mobil. Jangan pernah berpikir kalau keluarga Hailey mempunyai mobil Bugati atau Lamborghini mewah keluaran terbaru. Hanya sebuah "Chevrolet" pickup merah bata keluaran lama milik sang mendiang Ayahnya dahulu. Kerena itulah yang dikendarai Ibunya bersama Hailey setelah usai menyelesaikan urusan sarapan paginya_ yang apa yang dihidangkan Ibunya itu sebenarnya membuat Hailey menagih.
"Ada bekas mayones di bibirmu," Ibu Hailey beberapa kali menoleh kedepan dan kesamping. Tanpa sengaja melihat yang janggal di bibir Hailey.
Beralih menoleh dari kaca mobil yang sepenuhnya dibuka lebar, "Hah?!" Hailey tidak terlalu mendengar karena suara cukup keras deru laju mesin mobil milik mereka.
"Bibirmu!" Lebih menguatkan suaranya. Tangan kiri ibunya sedikit memperagakan usap tunjuk di bibirnya sendiri. Sambil menoleh kepada Hailey yang tepat duduk disamping bangku pengemudi, tapi dengan pandang bola matanya yang tetap fokus pada arah depan jalanan yang sedang dilalui. "Oh!" Hailey seakan tersengat.
Menyadari_ Hailey langsung mengusap bibirnya. Tapi tetap dan tidak merubah posisi santai tubuhnya_ yang dari tadi menepi di pintu menikmati hembusan angin yang menerpa masuk mengenai wajahnya. Hailey menikmatinya. Itu mengibas-ngibaskan juntaian rambutnya_ yang beberapa helainya sampai terkibas keluar jendela.
..."ASTAGA KAMERANYA!"...
Teriak ibunya menggelegar. Baru menyadari. Untuk sesaat pandangan Hailey teralih pada Ibunya.
Hailey, memutar matanya_ kembali memandang luar. Menggeleng, sambil samar tertawa geli karena kebiasaan Ibunya yang sering kembali kerumah, karena hampir selalu melupakan peralatan Pro Photographer- nya saat tiba waktunya untuk bekerja. Tapi kali ini Hailey bisa melihat langsung ekspresi wajah terkejut Ibunya ketika melupakan sesuatu. Dan itu menggelitik perutnya.
Tiba kembali di jalur yang sama sebelum Ibu Hailey menyadari kameranya yang tertinggal di rumah... Ibu Hailey tertawa kecil. Mungkin menertawakan dirinya sendiri. Dan Hailey kembali dalam posisi menikmati hempasan angin yang sama. Seakan tak terjadi apapun yang sudah membuang kurang lebih 15 menit waktu di perjalanan mereka. Juga suara deru mobil yang sama di jalanan yang serasa hanya milik mereka sendiri.
"Hailey, Ibu mau memintamu sesuatu boleh?!"
Berpaling dari jendela mobil, "Apa itu?" tanyanya penasaran apa yang ingin diminta ibunya.
"Buatkan satu pesawat kertas untuk Ibu," jawab Ibunya tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan lurus. "Untuk apa?"
"Buatkan saja. Gunakan kertas yang ada di tas Ibu," titahnya lagi. Sedikit mendesak sambil menunjuk apa yang ada dibawah kursi pengemudi. Bangku dimana ibunya duduk mengemudi. Dan Hailey menurutinya. Meraih dan mengambil sebuah tas selempang milik Ibunya.
Hailey langsung mengambil salah satu selembar kertas yang terselip diantara peralatan kerja di dalam tas Ibunya. Membuat sebuah pesawat kertas.
Setelah jadi, "Lalu?" Tanya Hailey. Bertanya apa yang harus ia lakukan setelahnya, dengan secarik kertas yang sudah diubahnya menjadi pesawat-pesawatan klasik.
"Terbangkan keluar!"
"Hah?!"
"Dengar, Hailey. Cobalah untuk menerbangkan pesawat kertas itu diluar jendelamu. Gunakan sihirmu untuk membuatnya tetap beriringan disamping mobil kita, dan juga usahakan jangan sampai terlempar oleh hempasan angin! Anggap saja ini tantangan dari ibu untuk melatih kemampuan sihirmu, Hailey! Cobalah!"
"Ayo cobalah, Edith!" Lagi desak Ibunya sambil menunjukan senyum giginya .
Memutar matanya, "Yaampun Ibu! Kenapa Ibu selalu menghubungkan aku dengannya?! Penyihir itu hanya dongeng anak-anak! Tidak ada darah keturunan," selip Hailey walaupun tergerak untuk menuruti apa yang diminta Ibunya. Menurutnya itu adalah kepercayaan turun menurun keluarganya yang tidak benar dan tidak bisa ia percaya. Karena ia benar-benar yakin, kalau tidak ada sama sekali hubungan kekuatan sihir yang didapatkannya dengan sesuatu yang berbau penyihir dari masa lampau. Tapi Ibunya seakan adalah salah satu orang jauh dari masa lampau yang mempercayai kepercayaan itu.
Mencoba mengeluarkan sihirnya lagi. Aura asap cahaya merah kembali menyelimuti jari-jemari Hailey. Membuat pesawat-pesawatan kertas yang dipegang Hailey perlahan melayang diudara. Masih di dalam mobil. Tapi setelah itu Hailey perlahan mengeluarkannya melalui jendela mobil yang sudah dibuka lebarnya dari awal-awal perjalanan. "Jangan tegang," selip Ibunya. Disaat Hailey yang sedang begitu perlahannya mengeluarkan pesawat kertas itu keluar jendela mobil dengan sihirnya.
Pesawatnya terselimuti Aura-Aura sihir Hailey. Dan Hailey terlihat menggigit bibir bawahnya.
Tapi baru sebentar pesawat kertas itu terbang beriringan disamping mobil mereka_ bahkan belum lima detik... "Fuuush!" Pesawatnya terhempas kuat angin dan lenyap seketika.
Bersender mantap pada bangku mobil yang didudukinya_ bibirnya memanyun dengan tatapan sipit kecewa. Posisi duduknya pun semakin merosot.
"Tak apa! Akan selalu terjadi dalam pertama kali mencoba," hibur Ibunya. Berusaha menahan tawa ketika sejenak melihat ekspresi wajah Hailey. Juga berusaha membujuknya lagi. "Coba lagi!"
Dan Hailey kembali menuruti apa yang diminta Ibunya. Jadi dibuatnya lagi satu pesawat-pesawatan kertas. Lalu dicobanya lagi.
Tapi...,"Fuuush!" Lagi terhempas kuat oleh angin. "Coba lagi!"
"Coba lagi!"
Dan Hailey mencobanya lagi. Lagi dan lagi tapi tetap saja gagal. Karena kegagalan berkali-kali yang membosankan itu Hailey mendongak lelah.
"Haaaarg!" Keluhnya, mencendur lemaskan dahinya pada dashboard mobil di hadapannya.
Tapi Ibunya menyuruh dirinya untuk mencobanya lagi.
Mengambil secarik kertas untuk yang kesekian kalinya, "Ini kertas terakhir," muramnya benar-benar lesu. Menunjukan secarik kertas dengan cap stampel tagihan listrik tepat disamping wajah Ibunya. "Ouh... uum, tak apa pakailah!"
"Sungguh?! Sudah delapan tahun yang lalu tapi Ibu masih menyimpannya?" Menatap Ibunya dengan tatapan kantuk. Ibunya hanya bisa tersenyum canggung sambil tetap memandang lurus kedepan.
Hailey pun kembali dalam percobaan ke tujuh belas kalinya. Dirinya sekarang serasa seperti seorang penemu gila dari zaman dahulu yang berusaha menciptakan kendaraan terbang untuk yang pertama kalinya di masa itu. Penemu yang dianggap sebagai "Nuts Inventor!" oleh orang-orang disekitarnya.
"Kali ini cobalah untuk mendorong kuat sihirmu melawan arah hempasan angin," selip saran dari Ibunya yang tetap fokus menyetir.
Perlahan, dikeluarkannya "pesawat tagihan listrik" itu keluar melalui jendela. Hailey mencoba apa yang baru saja disarankan Ibunya. NGGAK DARI TADI! Bukan Hailey_ tapi Ibunya kali ini yang menggigit bibir bawahnya. Sambil sesekali pandangan matanya mengerling pada pesawat-pesawatan kertas yang sedang diusahakannya terbang menembus angin oleh Hailey.
Hailey, memperkuat sihirnya.
Aura-aura asap merah terlihat semakin pekat, dengan adanya cahaya merah terang yang terus berombak-ambik. Sampai menyelimuti seluruh kedua lengan tangannya.
Pandangan Ibu Hailey sempat teralihkan pada aura-aura sihir di kedua lengan Hailey. Menahan nafas tegang. Mungkin juga takut kalau itu terlalu memaksakan. Dan ada rasa khawatir kalau itu akan berdampak buruk pada lengannya.
Tapi Ibunya harus percaya padanya. Dan juga apa yang sudah menjadi kepercayaannya. Karena pasti ada alasan mengapa Hailey yang dianugrahi kekuatan dari salah satu penyihir terkuat dari masa lampau_ sedangkan dirinya yang berdarah sama tidak.
Sihir dan jiwa Edith seakan memilihnya.
Awal sepuluh detik, sampai lebih dari tiga puluh detik lebih pesawat itu terbang beriringan diluar sana. Sempat sesekali terombang-ambing tapi tidak terhempas.
Sampai menembus batas waktu yang dimampunya setelah banyak pencobaan yang gagal sebelumnya... Hailey, sama sekali tidak menyangka.
Hailey menarik bibirnya tersenyum setelah ternganga untuk beberapa saat. Dan Ibu Hailey akhirnya bisa melepas nafas leganya juga.
"Kamu berhasil, Hailey!" Seru Ibunya. Hailey menoleh girang.
Setelah sudah cukup lama pesawat kertasnya terbang hampir terombang-ambing di udara, aura-aura sihir Hailey perlahan berangsur meredup.
Sampai kemudian... lenyap.
Membuat pesawat kertas terakhir yang dibuat oleh Hailey langsung terhempas jauh kebelakang. Lenyap seketika termakan oleh angin.
"Hooouh!" Suara Hailey terdengar memelas manja. Sangat mesayangkannya ketika sudah sejauh itu. Dia pikir bisa bertahan lebih lama lagi.
Mengelus bahu Hailey, "Rekor lima menit! Itu bagus!" Hibur Ibunya.
"Sekarang istirahatlah," lagi dari Ibunya_ melihat jelas dada Hailey naik turun dengan suara nafas yang samar terdengar terengah-engah. Sepertinya itu sudah batas kemampuannya. Untuk sekarang.
"Bagus, Edith!" lirih Ibunya menambahkan. Menaruh satu nama itu lagi di kalimatnya, hanya untuk menggoda Hailey.
"Haaaargh!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments