Sudah seminggu ini Aleesa merasakan mood-nya semakin membaik. Setiap bangun tidur wajahnya selalu melengkungkan senyum yang begitu indah. Bukan hanya Aleesa yang merasakan hal seperti itu, tapi seseorang yang berada di rumah samping pun terus menanti Aleesa membuka jendela. Di matanya, wajah Aleesa dengan wajah bantal terlihat amatlah cantik.
Radit dan Echa pun merasa bahagia melihat putri mereka yang setiap pagi melengkungkan senyum yang begitu lebar.
"Baba bilang apa 'kan." Echa pun mengangguk.
Hari ini Aleesa ke kampus bersama sang om, Iyan. Ayahnya harus langsung menuju Bandung untuk pengecekan perusahaan yang ada di sana.
"Cerah amat mukanya." Aleesa hanya tersenyum ke arah sang om.
"Yansen gak jemput?"
"Dia gak pernah jemput, palingan pulang bareng doang." Iyan pun mengangguk.
Mobil sudah berhenti di depan kampus Aleesa. Mata Iyan memicing ketika melihat Yansen yang sudah ada di parkiran motor.
"Itu si Yansen?" Ucapan Iyan membuat Aleesa yang tengah membuka seatbelt menoleh. Dia pun mengangguk.
"Awan hitam yang begitu jelas. Apa maksudnya?"
"Om," panggil Aleesa. Iyan pun menoleh dan menatap ke arah sang keponakan.
"Sasa kuliah dulu, ya. Makasih udah anterin Sasa." Sang keponakan pun mencium tangan Iyan dan membuat Iyan tersenyum bahagia. Semakin ke sini Aleesa semakin berubah.
Iyan tak lantas melajukan mobilnya. Dia masih menatap Yansen dengan penuh tanda tanya besar.
"Apa ini alasan semua penghuni pohon mangga pindah ke rumah? Mereka bilang 'kan tidak tega."
Iyan memejamkan matanya sejenak. Dia menggeleng dengan pelan. "Jangan sampai," gumamnya.
Iyan pun melajukan mobilnya kembali menuju kantor dengan pikiran yang masih tertuju pada Yansen.
Sedangkan Yansen sudah menyambut Aleesa dengan senyuman manis dan dibalas oleh Aleesa. Mereka berdua menuju kelas masing-masing.
Kemala dan Raina tengah asyik membicarakan perihal pria tampan bermasker dan berkaca mata yang setiap hari selalu ada di gerbang kampus. Banyak mahasiswi yang melihatnya. Pria itu begitu gagah.
"Gua dikirimin fotonya loh sama anak-anak." Raina mulai mendekat ke arah Kemala. Jujur, dia juga penasaran karena seantero kampus ini membicarakan tentang pria misterius itu. Sudah seminggu ini dia memarkirkan mobilnya di depan kampus seperti tengah menunggu seseorang. Aleesa pun ikut-ikutan mendekat ke arah Kemala.
"An jaii, ganteng banget. Gimana kalau dibuka kacamata dan maskernya?" ujar Raina.
Aleesa malah mengerutkan dahinya ketika melihat gaya rambut yang tak asing baginya. Dia berpikir sejenak. Mencoba mengingat-ingat. Namun, dosen yang mengajar hari ini sudah masuk kelas dan membuat Aleesa kembali ke mejanya.
Sedang fokus pada penjelasan dosen. Ponselnya tiba-tiba bergetar. Kedua alisnya menukik tajam ketika membaca siapa yang mengirim pesan.
Kak Grace.
"Makan siang kita ketemu di kedai kopi dekat kampus, tapi jangan bilang sama Yansen. Kakak mau bicara empat mata sama kamu saja."
Hati Aleesa berdegup sangat cepat ketika membaca pesan tersebut. Dia sangat yakin jikalau kakak dari Yansen ini akan membahas perihal dirinya dan Yansen.
Jarum jam seakan cepat sekali berputar. Ponsel Aleesa kembali bergetar dan kali ini pesan dari Yansen.
"My Sasa, aku gak bisa anter kamu pulang. Aku ada janji sama Pak Pendeta."
Hembusan napas berat keluar dari mulutnya. Tangannya tak sama sekali mengetik pesan balasan kepada Yansen. Aleena segera beranjak ketika jam pelajaran selesai. Kemala dan Raina yang mengajak Aleesa duduk manis di kantin kampus pun dia tolak. Dia tidak ingin membuat kakak dari Yansen menunggu terlalu lama.
Keluar dari kampus, mobil yang sudah seminggu berisi pria tampan misterius masih terparkir di depan kampus. Namun, Aleesa tak mangindahkan. Dia menuju kedai kopi yang Grace sebutkan.
Keluarnya sang penghuni mobil hitam mengkilap membuat semua mahasiswi berteriak histeris. Namun, tak pria itu hiraukan. Langkahnya begitu lebar dan membawanya ke sebuah tempat tak jauh dari area kampus.
Grace sudah menunggu Aleesa sedari jam dua belas. Namun, kelas Aleesa baru selesai jam setengah satu lewat sepuluh.
"Maaf, buat Kakak lama nunggu." Aleesa berkata dengan sangat sopan dan menarik kursi yang ada di depan Grace.
"Gak apa-apa," sahutnya. "Aku juga mau to the point aja ke kamu."
Kalimat yang membuat jantung Aleesa berdentum begitu hebat. Aleesa harus menguatkan hatinya. Apapun yang Grace katakan harus bisa dia terima dengan lapang dada.
"Ini perihal hubungan kamu dan Yansen." Aleesa pun tersenyum. Apa yang dia terka ternyata benar.
"Aku harap, kamu mau melepaskan Yansen. Kalian tidak bisa bersatu karena perbedaan yang kalian miliki. Yansen tidak akan pernah meninggalakan Tuhan Yesus. Begitu juga dengan kamu. Keyakinan yang kamu anut pun begitu kuat." Aleesa masih bersikap tenang. Dia masih mendengarkan.
"Akhirilah hubungan kalian karena percuma, hubungan kalian tidak akan pernah menemukan ujungnya."
Grace berbicara realita. Dia juga tidak mengijinkan Yansen saudara satu-satunya menikah beda agama. Sama halnya dengan kedua orang tua Aleesa.
"Tinggalkan Yansen. Ada umat Tuhan Yesus yang tengah menanti Yansen untuk bersatu di altar pernikahan." Lagi-lagi Aleesa hanya tersenyum mendengar ucapan dari Grace yang langsung ke inti. Tanpa basa-basi ataupun hal manis di awal.
"Kamu sudah tahu siapa orangnya 'kan."
"Nathalie."
"Ya. Dia yang sudah dijodohkan dengan Yansen sedari mereka SMA." Aleesa pun mengangguk.
"Kalau itu kemauan Kakak, akan aku coba, tapi aku gak janji perihal melepaskan Yansen. Masalah perasaan itu tidak bisa dipaksa, Kak. Hadir pun tanpa aba." Aleesa masih bersikap tenang.
"Aku gak menyuruh kamu langsung melepaskan adikku, tapi cobalah dengan pelan-pelan. Aku yakin, kamu bisa. Jika, kamu menjauh ... Yansen pun pasti akan menjauh." Aleesa hanya membalas dengan sebuah senyuman.
Hembusan napas kasar keluar dari mulut Grace. Dia menatap lekat ke arah Aleesa.
"Aku hanya ingin bicara itu. Aku harap kamu mengerti dan melakukan apa yang seharusnya kamu lakukan." Grace pun berlalu meninggalakan Aleesa sendiri di meja tadi.
Seketika kepala Aleesa menunduk dengan begitu dalam. Bulir bening yang sedari tadi dia tahan akhirnya menetes juga. Sakit rasanya ditentang secara terang-terangan.
Seseorang menepuk bahu Aleesa dan menyodorkan sesuatu ke arahnya. Aleesa menyeka ujung matanya terlebih dahulu sebelum menoleh. Seorang pelayan kedai memberikannya sapu tangan.
"Ini dari Mas yang di sana," tunjuknya ke arah seseorang yang sudah tidak ada di tempat semula.
"Loh kok gak ada?" Pelayan itu heran.
"Mas yang tadi itu ciri-cirinya seperti apa?" tanya Aleesa.
"Dia memakai masker dan kacamata hitam. Juga memakai Hoodie berwarna hitam."
Aleesa berpikir lagi. Ciri-ciri itu sama percis dengan apa yang tadi dia lihat di ponsel Kemala. Aleesa segera keluar dari kedai tersebut dan sedikit berlari menuju kampusnya lagi. Namun, mobil yang terparkir tadi sudah tidak ada.
"Apa itu kamu, Kak."
Dari dalam mobil seorang pria berhoodie hitam yang memakai masker dan kacamata tersenyum dari balik masker yang dia gunakan.
"See you again."
...***To Be Continue***...
Komen dong ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments
ms. yati74
emang bener siih apa yg di katakan ama Grace...tapi bisalah kata"nya lebih lembut lagi...sesama wanita harusnya lebih peka loo Grace😪
2022-09-13
0
Wiendhiet
👍👍👍👍👍
2022-09-12
0
Epi Tri Wahyuni
Babang RESTU ini mah dah 1 minggu pantau trus🤭
2022-09-11
0