Aleesa terbangun dan mencari seseorang. Semalam dia merasa ada seseorang yang datang ke kamarnya. Menarik selimut ke atas tubuhnya dan tersenyum manis ke arahnya. Juga, sebuah kecupan hangat dia bubuhkan di kening. Dia juga naik ke atas tempat tidur dan memeluk erat tubuh Aleesa. Meletakkan lengannya menjadi bantalan untuk kepala Aleesa.
"Aku akan melindungi kamu."
Kalimat itu yang masih Aleesa ingat. Dia duduk dari posisi tidurnya dan waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi.
"Kak Restu," gumamnya. "Apa itu dia?"
.
"Semalam tidurnya nyenyak banget. Padahal Bubu bawain martabak manis kesukaan kamu, Sa." Aleesa hanya tersenyum menyambut perkataan sang ibu di pagi hari.
"Apa karena aku mimpi dipeluk Kak Restu?"
Restu, Restu dan Restu. Nama itu yang sekarang tengah mendominasi pikirannya. Semenjak mendengar ucapan Nathalie perihal kakak Yansen yang tidak merestui. Aleesa malah teringat akan satu nama, yakni Restu. Dia seakan ingin meminta bantuan kepada Restu. Dia membutuhkan perlindungan dari sosok pria yang sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri.
"Kenapa melamun?" tegur sang ibu. Aleesa pun menoleh dan menyunggingkan senyum ke arah Echa.
"Kakak Sa," panggil sang ayah. Aleesa pun menoleh.
"Baba harap kamu bisa lulus dengan nilai yang bagus. Tak masalah tidak melanjutkan S2 juga. Setelah lulus, belajarlah kelola A&R bakery yang kini tengah mencoba Bubu kamu dirikan di Swiss."
"Swiss?" ulang Aleesa. Sang ayah pun mengangguk.
"Bubu, Om Iyan, Uncle Aksa sedang berusaha membangun A&R bakery di sana. Mudah-mudahan beberapa bulan ke depan akan rampung."
Aleesa merasa ingin pergi ke sana. Menemui seseorang yang sudah tiga tahun ini tak pernah ada kabar semenjak dikirim ke negeri Swiss oleh sang paman.
"Bagaimana kabar kamu, Kak Restu?"
Seharian ini Aleesa tidak ingin beranjak dari rumah karena hari ini adalah akhir pekan. Sedari tadi dia berdiam diri di kamar dan terkadang duduk di ayunan yang terletak di depan jendela. Rambutnya yang kini dicepol ke atas, menggunakan kaos oversize berwarna putih dan celana hot pants berwarna Dongker. Aleesa terlihat manis dan cantik. Dia masih fokus pada layar ponselnya.
Ada sepasang mata yang tersenyum menatap kecantikan Aleesa apa adanya itu. Dia tak pegal sedari tadi memperhatikan Aleesa dari balik jendela berkaca gelap dalam posisi berdiri.
.
Di ruangan bawah, Rindra dan Radit mulai bertemu kembali. Mereka membicarakan perihal yang lebih serius.
"Lu serius?" Radit mengangguk.
"Apa itu gak bakalan nyakitin mereka berdua nantinya?" Radit menggeleng.
"Radit tahu bagaimana perasaan putri Radit, Bang. Radit sangat yakin, dia mau menerima." Rindra pun setuju dengan Radit, yang paling penting seiman, terus bibit, bebet, bobot.
.
Sudah tiga malam ini Aleesa merasa ditemani Restu setiap dia tidur. Kecupan hangat, juga pelukan hangat dia berikan pada tubuh Aleesa. Seketika dia merasa terlindungi dan terlelap dengan begitu nyenyak.
Ketika pagi datang, Aleesa masih terduduk di tepian tempat tidur. Dia mengingat-ingat kejadian semalam.
"Apa ini hanya mimpi doang? Tapi, kenapa setiap malam mimpi yang sama," gumam Aleesa
Dia langsung menuju kamar mandi dan bersiap untuk kuliah. Namun, kali ini dia mencari sesuatu dari lemarinya. Mencari dan terus mencari dan pada akhirnya dia menemukannuya. Bibir Aleesa melengkung dengan sempurna.
Dia segera memadu padankan bajunya dan bibirnya kembali melengkung ketika penampilannya sudah sangat sempurna. Aleesa turun dengan wajah sumringah membuat kedua orang tua Aleesa menatap heran ke arahnya.
"Pagi, Bubu." Aleesa mencium pipi Echa.
"Pagi, Baba." Dia juga mencium pipi Radit.
Echa dan Radit saling pandang dan bibir mereka berdua pun melengkung dengan sempurna. Aleesa merasa terlindungi ketika memakai jaket pemberian dari Restu. Jaket yang Aleesa simpan sampai saat ini.
Bibirnya terus melengkung ketika dia tiba di kampus. Hari ini mood-nya sangat baik. Sepertinya mimpi yang sama di tmtiga malam membawa dampak positif untuk Aleesa.
Dia masuk ke dalam kelas dan sejenak ingatan tentang Yansen hilang dalam pikirannya. Biasanya laki-laki itu akan menunggu Aleesa di parkiran kampus. Namun, hari ini tidak.
Setelah kelas selesai, Aleesa menuju kantin dan memesan es cokelat kesukaannya. Kedua teman Aleesa yakni Kemala dan Raina menanyakan perihal Yansen kepada Aleesa. Barulah dia tersadar akan hal itu.
"Eh iya, ya. Ke mana Sensen?" Aleesa segera menghubungi Yansen. Namun, pamggilannya tak kunjung dia jawab.
.
Ponselnya terus berdering dan Yansen masih bergeming. Bergelut dengan perasaannya sendiri. Bagaimana tidak, selama dua puluh tahun hidup bersama dengan sang kakak. Hari ini dia bertengkar hebat dengan sang kakak.
"Kamu harus sama Nathalie." Ucapan yang begitu tegas yang diucapkan oleh sang kakak. "Keluarga kita banyak berhutang Budi kepada keluarganya."
Yansen menghembuskan napas kasar ketika dia baru keluar dari kamar sudah disuguhi perkataan seperti itu. Mood yang baik berubah hancur seketika.
"Aku gak mau nyakitin hati wanita lain, Kak." Yansen masih berkata dengan nada rendah.
"Cukup dua orang yang nantinya aku sakiti."
"Kamu bilang terus terang kepada Aleesa. Lagi pula keluarga Aleesa pun tidak merestui hubungan kalian 'kan."
Perkataan kakaknya kali ini terasa sangat menyakitkan untuknya. Yansen menatap ke arah Grace dengan tatapan tajam.
"Siapapun tidak akan ada yang bisa memilikiku, keculai Tuhan Yesus." Setelah berkata seperti itu Yansen pun pergi. Namun, dia tidak ke kampus. Dia tidak ingin bertemu dengan Aleesa dalam kondisi seperti ini.
Ponselnya berdering pun masih Yansen abaikan walaupun itu dari Aleesa. Dia belum mau menunjukkan kerapuhannya kepada perempuan yang sangat dia sayangi.
Sebuah firman Tuhan kini menari-nari di kepala Yansen.
"Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab Tuhan, Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi. (Yosua 1:9)
Yansen menghembuskan napas kasar. Kemudian dia kembali untuk tersenyum. Dia meraih ponselnya dan menghubungi Aleesa kembali.
"Iya, aku masih di kantin kampus."
"Aku jemput, ya."
Dia tak banyak bertanya dan langsung melajukan motornya menuju kampus. Namun, dia sedikit memicing ketika melihat mobil yang sama seperti kemarin terparkir di depan kampus.
"Mobil siapa ini?" gumam Yansen sembari melajukan motor memasuki area kampus.
Langkahnya begitu lebar menuju kantin di mana sang kekasih ada di sana. Langkahnya terhenti ketika melihat Aleesa memakai pakaian yang tak biasa.
"Sejak kapan dia suka pakai jaket denim? Wajahnya nampak bahagia tidak seperti kemarin," batin Yansen berkata.
Dia pun melangkahkan kakinya menuju Aleesa juga dua temannya.
"My Sasa." Yansen pasti mengusap lembut rambut Aleesa jika bertemu dengan perempuan yang dia sayangi itu.
"Kenapa gak ngampus?" Aleesa sudah menatap ke arah Yansen yang sudah duduk di sampingnya.
"Kesiangan." Yansen meraih gelas yang berisi es cokelat milik Aleesa.
"Tumben."
Yansen pun menatap ke arah Aleesa. Mencoba meyakinkan kekasihnya tersebut.
"Semalam aku gak bisa tidur. Jam empat pagi baru tidur. Makanya bablas." Aleesa tidak percaya sedangkan Yansen sudah mencubit gemas pipi sang kekasih.
"Seriusan, Sa." Yansen pun menarik tangan Aleesa ke dalam pelukannya.
"Kok gua gak pernah liat kalian cium sana sini sih." Kemala sudah di mode kepo.
"Gua gak akan merusak perempuan yang gua sayang."
Deg.
Yansen yang berkata, kenapa bayang Restu yang menari di kepala Aleesa.
...***To Be Continue***...
Komen dong...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments
ms. yati74
sekali kali kalo tidur malam jangan nyenyak" kak Saa biar tau sapa yg ngecup kening dan meluk hangat....aseeeek😍😍
2022-09-13
0
Wiendhiet
❤️❤️❤️❤️❤️
2022-09-12
0
Indrijati Saptarita
ayo lah sensen bilang ke kakak sa, udah temenan aja....
2022-09-11
0