"Bu?"
Ibu Sulastri tidak menggubris panggilan putrinya, "Kunci?"
Bella memberikan kunci, membuat wanita paruh baya itu bergegas mengunci kamar tirai hitam kembali. Kemudian berbalik menatap putrinya. "Bisa jelaskan, kenapa putri ibu melanggar aturan rumah? Bukankah, selama ini sudah jelas. Larangan memasuki kamar ini?"
"Bella hanya penasaran, Bu." jawab remaja itu jujur.
Ibu Sulastri menghela nafas panjang mendengar jawaban Bella yang sama persis seperti jawabannya puluhan tahun lalu. "Ndu, setiap peraturan yang dibuat. Pasti ada alasannya. Baik itu di sekolah, tempat bermain ataupun tempat lainnya. Apa rasa penasaranmu lebih berarti dari keselamatanmu dan keluargamu?"
Bella menggelengkan kepalanya dengan wajah semakin menunduk karena menyadari dirinya telah menorehkan kekecewaan di hati sang ibu. Tak ingin semakin membuat putrinya bersedih. Ibu Sulastri mengusap kepala remaja itu penuh kasih sayang.
"Bu, maafin Bella." cicit remaja itu seraya mendongak menatap sang ibu dengan mata berkaca-kaca.
"Jangan diulangi ya, Ndu. Ayo kita turun! Pasti kamu belum sarapan 'kan?" ajak Ibu Sulastri, lalu menggandeng tangan putrinya.
Langkah kaki keduanya berjalan menjauhi kamar tirai hitam. Semakin menjauh hingga tidak mendengar suara lengkingan tajam serta goresan benda yang menyayat telinga. Sosok di balik kamar itu murka melihat sesajen untuknya berserakan.
"Bu, DIA....,"
Ibu Sulastri menggelengkan kepalanya agar Abil tidak mengatakan apapun. Sebagai anak yang peka, anak kecil itu paham jika ibunya tidak ingin sang kakak tahu soal bayangan hitam yang selalu berseliweran di dalam rumah mereka.
Kini ketiganya memilih duduk di dalam kamar utama. Setelah membuat Bella lebih tenang. Ia memilih untuk mengambilkan makanan dari ruang makan. Namun, langkahnya terhenti karena sosok bayangan yang berdiri di atas tangga menatap tajam ke arahnya. Niat hati ingin tetap melangkah mendekati meja makan. Akan tetapi setiap ingin maju satu langkah. Ada sesuatu yang menggerakkan kakinya justru berjalan ke arah tangga.
"Saya mohon, berikan waktu sebentar saja."
"Errrrggggghhhh."
Suara erangan itu terasa menusuk, membuat aliran hangat keluar dari telinga wanita paruh baya itu. Tidak ada yang bisa dilakukan selain menuruti dorongan kekuatan yang membawa langkah kakinya menaiki anak tangga.
"Tuanku....,"
Wuusshh!
Hembusan angin menyebar ke seluruh rumah membawa pesan kematian, hawa dingin dengan aroma bunga melati yang menyengat. Abil yang mampu melihat sosok bayangan masih berdiam diri menjaga kakaknya agar tetap di kamar.
"De, ibu kemana, ya?" tanya Bella penasaran.
"Angetin nasi goreng kali, Ka. Coba Abil periksa, tapi kakak di kamar aja ya!" jawab Abil seraya mengingatkan, sebuah anggukan kepala dari Bella, membuatnya berani meninggalkan remaja itu seorang diri.
Baru saja punggung Abil hilang dari pandangan. Bella langsung turun dari ranjang, langkah kakinya berjalan menghampiri kamar mandi. Namun, suara teriakan menyusup masuk menggetarkan hatinya.
"Aaarrrrggggghhhh....,"
"Ampuuuuunnnn....,"
"Ibu?" gumam Bella langsung berlari meninggalkan kamar tanpa ingat larangan dari sang ibu dan juga adiknya.
"Ampuuuuunnnn....,"
"AAARRRRGGGGGHHHH....,"
Semakin dekat langkah Bella menuju lantai atas. Jeritan kesakitan dengan memohon ampunan semakin menyayat hatinya. Begitu banyak pertanyaan di dalam benak remaja itu hingga tanpa ragu tangannya membuka pintu kamar tirai hitam.
Ceklek!
Deg!
Detak jantung yang biasanya berdetak normal tiba-tiba saja lari marathon dengan bola mata membulat sempurna. Sosok besar berkabut bayangan hitam memegang cambuk api.
Ctaar!
"Aaarrrrggggghhhh....,"
Ctaar!
"Ampuuuuunnnn....,"
Sosok bayangan itu tengah menyiksa Ibu Sulastri tanpa ampun. Pecutan dari cambuk api masih saja dilakukan hingga tatapan Bella beralih ke bawah dimana raga ibunya sudah terbujur lemah tak berdaya dengan mata melotot terkapar di atas karpet merah.
"Ibuuu!"
Setelah kesadarannya kembali, remaja itu berlari menghampiri sang ibu. Langkah kakinya diiringi air mata. Bella langsung bersimpuh mencoba membangunkan ibunya agar sadar.
"Bu, bangun! Maafin, Bella....,"
Ctaar!
"Aaarrrrggggghhhh....,''
"Apa yang kamu lakukan? HAH! Kembalikan ibuku!" seru Bella menatap bayangan itu meskipun terlihat samar karena air mata yang menggenang.
Bayangan itu berhenti mencambuk jiwa Ibu Sulastri, lalu terbang memutari dua raga wanita yang memiliki aroma darah sama. Rasa takut di hati Bella sirna disaat melihat ibunya dalam keadaan tidak bernyawa. Semua yang ada di depannya sudah cukup menjelaskan kamar tirai hitam menjadi tempat pemujaan. Sesajen yang berserakan dengan karpet merah serta lilin putih dengan pola rasi bintang.
"Jiwa Sulastri milikku."
"Jiwa Sulastri milikku.''
"Jiwa Sulastri milikku."
Ucap bayangan itu menggema di seluruh kamar seraya kembali menghampiri jiwa Sulastri yang kini terbelenggu benang hitam, dan melayang di udara diatas sesajen yang berserakan. Sosok itu kembali mengayunkan cambuk nya, tapi Bella langsung memeluk raga sang ibu dengan erat.
"Hentikan!" seru Bella.
Bayangan itu menghilang, membuat Bella berpikir sudah aman. Namun perkiraannya salah besar. Tiba-tiba saja bayangan bertaring dengan kuku panjang muncul di depan mata dengan jarak sepuluh centi.
"Ggggrrrgghhhh!"
"Arrrggghhh," Bella spontan menutup matanya.
Bayangan itu kembali menghilang, lalu muncul di belakang jiwa ibu Sulastri dengan tangan terangkat. Kuku panjang yang tajam dengan tatapan merah menyala semakin menyebarkan aura kematian.
Sreeet!
Sreeet!
"Aaarrrrggggghhhh....,"
Sekali lagi jeritan kesakitan ibu Sulastri terdengar lebih menyiksa hati Bella. Remaja itu menyingkirkan tangannya, dan melihat berulang kali bayangan itu mencakar punggung jiwa sang ibu diiringi teriakan yang menyayat hati. Air mata tak tertahankan luruh membasahi pipi atas penderitaan yang ibunya alami.
"Hiks. Hiks. Hiks. Lepaskan ibu ku," pinta Bella dengan menahan raga ibunya.
Tangannya terasa basah dengan aroma anyir yang mulai tercium, warna merah mulai membasahi pakaian remaja itu. "Ibuu, bangun."
"Jiwa Sulastri milikku.''
"Jiwa Sulastri milikku."
"Jiwa Sulastri milikku."
Bella semakin merengkuh tubuh ibunya agar tetap aman. Meskipun aliran darah semakin deras mengalir. "Ampuni ibuku, aku mohon. Siapapun kamu, lepaskan ibu ku. Hiks. Hiks."
"Kamu ingin aku kembalikan jiwa ibumu? Maka tukarkan jiwa Sulastri dengan jiwa mu!" jawab Bayangan itu dengan suara menegakkan bulu roma.
"Hiks. Ambil saja jiwaku, tapi kembalikan jiwa ibuku. Aku mohon, lepaskan jiwa ibuku.'' pinta Bella tak tahan melihat penderitaan jiwa dan raga sang ibu secara bersamaan.
"Menikahlah denganku!"
Jduaar!
Suara petir menggelegar seakan alam ikut menentang.
"Tidak! Aku lebih baik MATI." jawab Bella tanpa pikir panjang.
Penolakan Bella, membuat bayangan itu mulai menunjukkan wujud aslinya. Sosok bayangan perlahan kabur berubah menjadi manusia bertanduk dua dengan kuku panjang hitam memanjang yang semakin runcing dengan tatapan mata merah semerah darah. Aura kematian bercampur wewangian bunga melati menyeruak pekat menusuk indra penciuman.
Sorot mata Bella terpatri pada makhluk yang terbang di belakang jiwa ibunya. Seringaian makhluk itu semakin jelas seraya mengayunkan tangan dan mencabik punggung jiwa sang ibu. Setiap cabikan mengakibatkan darah di raga ibunya mengalir deras tanpa henti. Hal itu membuat Bella kembali menangis histeris.
"Hiks. Hiks. Hiks. Hiks."
Tidak ada lagi teriakan dari jiwa sang ibu selain tatapan mata yang semakin meredup. "Menikah atau jiwa ibumu binasa?"
Darah yang membanjiri seluruh karpet dan pakaiannya, bercampur rasa kalut dengan belenggu ketidakberdayaan. "Hiks. Hiks. Lepaskan jiwa ibuku! Aku siap menikah denganmu."
Persetujuan Bella membuat sosok iblis tersenyum puas, lalu dalam sekejap mata mengubah penampilan menjadi sosok yang tidak pernah dapat dibayangkan. Bahkan remaja itu ikut tertegun dengan perubahan makhluk di depannya yang berubah menjadi seorang pria muda tampan nan rupawan.
Dua jam kemudian.
Suasana rumah tingkat dua mendadak berubah mencekam. Awan mendung menaungi kediaman ibu Sulastri. Tidak ada angin ataupun hujan. Namun suara petir menggelegar saling bersahutan. Ntah darimana datangnya seorang penghulu yang kini sudah terikat di kursi kayu di dalam kamar tirai hitam.
"Mulai!" titah seorang pria dengan wajah yang mempesona, siapapun yang menatap matanya akan terbius tak berdaya.
Pak penghulu mengulurkan tangannya, dan disambut pria itu dengan senyuman termanis. "Saya nikahkah dan kawinkan saudara Lucifer Bramasta dengan saudari ananda Arabella binti Suparto dengan mahar sesajen kembang tujuh rupa dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya....,"
Jduuaaar!
Jduuaaar!
Jduuaaar!
Pyaaar!
Suara petir dengan kilatan cahaya menyambar jendela lantai bawah, alam ikut terguncang dengan pernikahan dua dunia. Hingga kata SAH dari pak penghulu terucap. Barulah petir terhenti berubah menjadi hujan deras melanda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Piarni Akib Hamazah
dah Dig dug
2023-08-01
1
Isnaaja
gara gara ibunya bella jadi korban.
2023-01-22
0
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Stargirl✨
Di mana tempat yang di larang pasti itu akan membuat setiap orang malah tambah ingin masuk ke dalam sana. Ia lagi sangat ingin tau hal apa sebenarnya yang membuatnya tidak boleh masuk ke dalam.
2022-11-23
1