Sang malam berlalu begitu cepat berganti sinar mentari bertemankan kicauan burung. Di tengah dinginnya air, Bella merapatkan handuk yang tersampir di pundaknya.
"Dingiiin. Ibu, apa bisa aku pake air hangat?" Bella mengeraskan suaranya agar sampai keluar kamar, membuat sang ibu yang sibuk menyiapkan sarapan pagi tergopoh-gopoh menghampiri kamar putrinya.
"Ndu, kamu ini masih pagi udah pake toa. Mandi pagi itu bagus buat kesehatan, udah buruan nanti telat, loh. Katanya mau daftar kuliah?" Ibu Sulastri mengingatkan putrinya.
Mendengar itu, sontak Bella memaksakan diri mengambil gayung untuk memulai ritual mandinya. Sementara ibu Sulastri menyiapkan pakaian kesukaan putrinya dari lemari pakaian, lalu di letakkan di atas ranjang. "Ibu hanya ingin kamu dan adikmu hidup senormal mungkin, semoga harapan sederhana ku tidak kandas karena bayangan masa lalu."
Hembusan angin tiba-tiba menerpa, padahal tidak ada jendela yang terbuka, membuat bulu kuduk ibu Sulastri berdiri. Sudah pasti sosok di dalam ilusi tidak terima setiap kali dibicarakan. Meskipun itu hanya sebuah kata kiasan. Tak ingin larut dalam hawa dingin, wanita paruh baya itu bergegas meninggalkan kamar Bella. Kemudian kembali menyelesaikan masakannya yang tertinggal.
Terlihat seorang anak dengan seragam SD nya sudah duduk di kursi meja makan seraya mengerjakan PR. Anak itu adalah Abil, anak laki-laki dengan wajah menggemaskan yang selalu ceria. Melihat putranya begitu giat. Ibu Sulastri tersenyum dengan rasa syukur di dalam hati.
"Bu, sini deh!" Abil melambaikan tangan agar ibunya mau mendekat.
Ibu Sulastri berjalan menghampiri sang putra dengan senyuman manis. "Abil mau sarapan sekarang?"
"Gak, Bu. Sarapan bareng ka Bella, dan ibu aja." jawab Abil.
"Jadi Abil mau apa?" tanya Ibu Sulastri dengan tatapan bingung, membuat putranya menarik kaosnya agar menunduk.
"Bu, itu siapa? Kenapa terbang kesana-kemari." bisik Abil yang seketika menjadi ketegangan di wajah ibu Sulastri.
Tatapan was-was, dan rasa takut menyergap hati wanita paruh baya itu, terlebih bisikan putranya menyadarkan dirinya. Jika Abil memiliki mata batin terbuka. Tak ingin membuat keributan. Apalagi memancing rasa penasaran Bella semakin besar. Maka jalan terbaik adalah tersenyum seraya mengusap kepala sang putra.
Meskipun tak ada jawaban dari sang ibu. Anak itu tetap saja mengikuti bayangan yang sibuk mondar-mandir dari lantai atas ke lantai bawah. Terkadang bayangan itu ikut menatap matanya, lalu menghilang begitu saja. Tidak ada rasa takut. Justru itu seperti sebuah hiburan baginya.
"Abil, mau bantu ibu ndak?" celetuk ibu Sulastri setelah terdiam sesaat.
"Mau, Bu." jawab Abil polos.
Ibu Sulastri menengok kebelakang dimana kamar Bella berada masih tertutup rapat. Setelah memastikan aman. Barulah ia kembali menatap putranya. "Apa Abil bisa lihat DIA yang saat ini duduk di tangga atas?"
Abil mengikuti arah yang dimaksud ibu nya. Di atas sana, tepatnya di tangga sisi kiri. Sebuah bayangan hitam pekat dengan wajah samar tengah asyik berdiam diri seraya sesekali berputar seperti gasing. "Iya, Bu. Abil lihat, siapa sih DIA?"
Mendengar hal itu, Ibu Sulastri langsung menutup mata putranya dengan tangan kanan seraya berdo'a di dalam hati. Reaksi berlebihan ibunya, membuat Abil menurunkan tangan dengan tatapan mata santai. "Bu, percuma di tutup. Orang setiap hari juga lihat."
"Kenapa Abil gak bilang....,"
"Aduh kenapa aku terabaikan? Ibu, Abil lagi bahas apa? Asyik bener." Bella me nimbrung, membuat ucapan ibu Sulastri terhenti seraya berbalik melihat kedatangan remaja yang kini sudah cantik dan wangi.
"Bukan apa-apa, Ndu. Ayuk sarapan! Ibu ambil sayurnya dulu, Abil masukkan semua bukumu! Jangan sampai ketinggalan, loh, ya." ucap ibu Sulastri.
Abil hanya mengacungkan jempol, dan melakukan perintah sang ibu tanpa membantah. Sementara Bella memilih duduk setelah menyambar gelas berisi air putih. Baru saja ingin meneguk, ada tangan mungil menahan tangannya. Siapa lagi jika bukan Abil pelakunya. Tindakan itu menjadi tanda tanya.
"Ka, jangan pake gelas itu ya." Abil mengambil gelas baru, lalu menuangkan air putih dari teko kaca, dan menyerahkan ke Bella. "Minum ini aja, Ka. Abil jamin lebih segar."
"De, ini gelas ibu 'kan? Sama sajalah, itu buat dede aja, dan ini....,"
Abil tidak mendengarkan dan merebut paksa gelas ditangan Bella, lalu mengganti dengan gelas baru. "Ka Bella jangan ngeyel, deh! Bu, mana sarapannya?"
"Terserah, deh. Mau di jemput ibu, atau kakak nanti?" tanya Bella yang akhirnya mengalah.
"Ibu aja, lagian kakak masih keliling kampus. Kemarin teman Abil, kakaknya juga gitu. Tau gak, Ka. Pulangnya masa malem banget." celoteh Abil serius.
Ibu Sulastri yang datang seraya membawa semangkuk sop ayam masih bisa mendengar curhatan putranya. "Ayo, kita sarapan dulu!"
"Bu, nanti kalau Bella pulang ke sorean gimana?" tanya Bella bercanda.
Ibu Sulastri yang sibuk menuangkan kuah sop ke mangkuk mendadak menghentikan kegiatannya, lalu menatap putrinya serius. "Berapa kali ibu katakan. Baik Bella atau Abil, DILARANG KELUYURAN setelah sore hari."
"Sabar, Bu. Kakak cuma bercanda itu, mana berani kami ngebantah ibu. Iya kan, Ka Bella?" Abil mengedipkan mata meminta persetujuan sang kakak.
"Ibu, tenang saja. Aku inget semua nasehat ibu, termasuk dilarang keluyuran malam hari. Meskipun itu DIRUMAH SENDIRI.'' Bella sengaja menekankan kata terakhir agar mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya. Akan tetapi percuma saja, sang ibu masih memilih sibuk memberikan sarapan dibandingkan memberikan penjelasan atas larangan di dalam rumah sendiri.
Setelah drama singkat. Akhirnya rutinitas masing-masing dijalankan. Bella yang memulai mencari fakultas untuk pendidikan lanjutan, Abil yang menikmati belajar mengajar di bangku kelas 3 SD dan ibu Sulastri yang menjadi ibu rumah tangga biasa.
Seminggu berlalu, dan hari ini adalah hari minggu. Dimana hari bebas untuk semua orang. Termasuk untuk remaja yang masih saja berteduh di balik selimut.
Tok!
Tok!
Tok!
"Ndu! Ibu mau ke pasar, mau ikut ndak?" seru Ibu Sulastri, membuat Bella menyibakkan selimutnya sedikit.
"Bella masih ngantuk, Bu." jawab remaja itu malas dengan suara paraunya.
"Ya udah, nanti jangan lupa sarapan! Ada nasi goreng di meja makan." balas Ibu Sulastri.
Hening!
Berpikir putrinya kembali terlelap ke alam mimpi. Maka rasa was-was di dalam hatinya tak singgah lagi. Langkah kaki berjalan meninggalkan rumah bersama Abil untuk berbelanja mingguan di pasar terdekat. Tanpa ibu Sulastri sadari. Bella yang mendengar suara motor keluar dari halaman rumah bergegas menyibakkan selimut, lalu turun dari ranjang.
"Ini saatnya. Aku tidak mau gagal, lagian ini bukan malam 'kan? Jadi bebas keluyuran." gumam Bella tersenyum sumringah.
Tanpa menunda apapun. Langkah remaja itu keluar meninggalkan kamarnya, lalu mengambil kunci pintu kamar tirai hitam. Setiap langkah kakinya tanpa sadar menuju pantangan yang selama ini dijadikan peraturan rumah. Selama beberapa menit hanya berjalan menapaki lantai, anak tangga dan lantai kembali. Hingga terhenti tepat di depan kamar tirai hitam.
Kunci dimasukkan, lalu diputar tiga kali hingga bunyi KLIK terdengar. Senyuman ketidaksabaran Bella tersungging, tangannya mendorong pintu itu. Sejak langkah pertama sudah diawasi sosok tak kasat mata penghuni kamar tirai hitam.
"Loh, kok kosong? Hadeuh, ibu ini masa kamar kosong melompong di larang masuk?'' Bella mengamati seluruh ruangan kamar, tanpa memperhatikan langkah kakinya.
Tanpa remaja itu sadari. Ada ilusi yang menutupi isi kamar agar tidak terlihat berbagai jenis sesajen, aroma kemenyan ataupun bunga kantil dan mawar pun tersegel dengan kekuatan gaib sosok penunggu kamar tirai hitam. Hingga tanpa sengaja Bella menendang sesajen utama, membuat makhluk goib di dalam kamar itu murka.
Kilatan mata merah menyala terang dengan kuku memanjang sepanjang tiga puluh senti. Makhluk itu siap mencabik perusuh rumahnya. Namun, belum sempat menyentuh mangsanya.
"Ndu! Kamu ngapain?" Ibu Sulastri bergegas masuk, kemudian menarik tangan Bella untuk keluar dari dalam kamar tirai hitam.
Sesaat tatapan matanya beradu dengan mata makhluk goib penunggu kamar tirai hitam. Apapun konsekuensinya. Sekarang putrinya bisa selamat. Sementara Bella hanya bisa menunduk merasa bersalah atas pelanggaran yang diketahui sang ibu.
"Bu?"
Ibu Sulastri tidak menggubris panggilan putrinya, "Kunci?"
Bella memberikan kunci, membuat wanita paruh baya itu bergegas mengunci kamar tirai hitam kembali. Kemudian berbalik menatap putrinya. "Bisa jelaskan, kenapa putri ibu melanggar aturan rumah? Bukankah, selama ini sudah jelas. Larangan memasuki kamar ini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Isnaaja
salah ibu juga membuat larangan tapi tidak dijelaskan alasannya.maka jangan salahkan bella kalau dia penasaran.
2023-01-22
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Stargirl✨
Mau tidak mau sih itu... Lagian kalau air kayak batu es siapa yang tahan, cuma kalau masih di atas suhu normal tidak akan meminta air hangat.
2022-11-23
1
🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴
serem banget deh kalau dirumahnya ada penghuni yg tak kasat mata..
2022-11-20
0