"Ibu ko nggak ngomong sih! Kalau yang mau dikenalin sama aku adalah cowok rese tadi." Ujar melda dengan nada marah sambil duduk di atas ranjangnya.
"Ya mana ibu tau sayang ... kalau kalian udah kenal duluan, lagian dia baik anaknya nggak seperti anak lainnya," Ujar sang ibu sambil duduk mendekati anaknya di tepi ranjang.
Mendengar ucapan ibunya. Imel hanya bisa menghela napas nya dengan berat dalam hati Imel berkata, "kayak ibu tau aja cowok rese itu baik atau nggak, orang dia nyebelin kayak gitu."
"Pokoknya ibu mau kamu harus dikenalin sama syaf titik ... nggak pake koma," Ujar ibu Imel tidak mau dibantah.
"Ibu kenapa sih? Niat banget mau kenalin aku sama tuh cowok," ujar Imel sambil melirik ibunya.
"Ibu udh kenal baik sama keluarganya, dan Syaf juga baik ko anaknya," ujar ibunya.
"Lagian kamu kan belum kenal lebih dekat sama Syaf, makanya itu coba untuk lebih dekat lagi sama Syaf nya. Jangan terlalu benci loh! Nanti jadi cinta," ibunya dengan tersenyum menggoda putrinya.
Kediaman bunda Nindi. Syaf terlihat mengeluarkan segala protesnya.
"Bunda yang benar aja ... masa aku di jodoh-in sih sama tu Bocil," Syafiruddin begitu kesal.
"Katanya ikhlas sama permintaannya bunda ... kenapa sekarang jadi berubah pikiran hmm?" tanya bunda dengan wajah terlihat sedih.
"Ya tapi kenapa harus dia sih ma? Kan bisa yang lain selain tu cewek," ujar Syaf sambil membujuk bundanya.
"Dia anaknya baik sayang, apalagi bunda udah kenal juga kan sama keluarga," ujar bunda memberikan pengertian pada anaknya.
"Ya tapi kan aku_" ucapan Syarif terhenti saat melihat ibunya dengan wajah tampak sedih.
Ia kemudian membuang nafasnya kasar lalu berkata.
"Okay fine ... Syarif mau, demi bunda deh," ucapnya pasrah sambil menghela napasnya dengan berat.
"Beneran kamu mau sayang?" tanya Bundanya dengan tersenyum bahagia.
"Iyh apapun untuk bunda," ujarnya dengan senyum dipaksakan.
"Alhamdulillah ibu senang dengarnya ... jadi kapan kalian mau ketemu lagi?..." tanya Bundanya semangat sambil menaik turunkan keningnya.
"Ya salam sebenarnya yang menjalankan hubungan ini, aku apa bunda sih?" gumamnya dengan mendengus kesal.
Merencanakan pertemuan? Pertemuan pertama saja sudah sial. Ditambah lagi dengan pertemuan tadi yang juga sama kacaunya, dan tidak ada kesan baiknya. Dan sekarang bundanya sudah menanyakan kapan mengajaknya bertemu lagi? Oh astaga kepala Syaf rasanya ingin pecah.
Ia merasa jika akan susah mengajak wanita keras kepala itu untuk bertemu. Melihat bagaimana tingkahnya tadi. Mungkin ia akan sedikit memaksa bocil itu untuk mau bertemu lagi.
"Nanti aja ... aku pikirin dulu waktu yang tepat. Soalnya aku banyak event Minggu ini, jadi nggak bakalan sempat," ujar Syaf kemudian.
Dua Minggu kemudian di sebuah kafe. "Jadi tujuan lo mau ajak aku kesini buat apa?" tanya Imelda saat menduduki bokongnya di tempat duduk itu."
"Bukanya lo sendiri kan yang ngomong, kalau lo nggak mau dikenalin sama gue sih bocil ini!" lanjutnya dengan mengingatkan kata bocil yang pernah dikatakan Syaf, sambil tersenyum mengejek pada Syaf.
"Lo jangan kepedean dulu! Gue terpaksa terima permintaan nyokap gue karena nggak mau buat beliau sedih," ujar Syaf dengan raut sebal kearah Melda.
"Ya terus lo mau nya gimana?" tanya Imelda sambil meminum jusnya.
"Gue mau kita pacaran bohongan," ucap Syaf lantang.
"Uhuk What! Pacaran bohongan?" tanya Melda dengan tersedak. Dia begitu terkejut atas penuturan Syaf yang sangat tiba tiba tersebut.
"Lo gila kali ya, nggak! Gue nggak mau ya sama ide gila lo, untungnya apa coba pacaran bohongan," lanjut Melda.
"Ini demi nyokap kita Mel ... kamu tega liat mereka sedih?..." Ujar Syaf degan ekspresi dan nada memohon.
"Pokoknya apapun alasannya, aku nggak mau ..." ujar Melda.
"Dan gue tetap maksa lo buat mau sama permintaan gue!" Ujar Syaf dengan nada penuh penekanan dan tidak mau di bantah.
"Lo nggak bisa maksa gitu dong," ujar Melda dengan nada sebal.
Syaf terdiam sebentar lalu berucap.
"Oke... Kalau itu mau kamu, tapi gue nggak yakin sama satu hal," kata Syaf menghentikan ucapannya. lalu kemudian meminum kembali jusnya dengan wajah yang terlihat menyeringai.
Imelda melirik curiga dengan tingkahnya Syaf, ia jadi waspada dengan omongan Syafiruddin barusan. Ucapannya seperti mengisyaratkan sesuatu.
Melda meminum jusnya dengan mata yang menelisik pada Syafiruddin.
"Apalagi nhi rencananya? perasaan gue jadi nggak enak ya," gumam melda bertanya tanya dalam hatinya.
"Jadi gimana? ... lo udah putuskan keputusan lo buat terima atau nggak?" tanya Syafiruddin setelah meminum jusnya. Menatap wajah Melda dengan menaik turunkan kedua alisnya.
"Gue tetep sama keputusan gue. kalau gue nggak mau," jawab melda dengan lantang. Ia masih bersikukuh dengan keputusannya yang ia pegang.
Syaf yang mendengar jawaban Melda membulatkan matanya. Ia tidak habis pikir dengan wanita keras kepala didepannya itu. Ia merasa sangat susah membujuk dengan cara seperti ini.
Apalagi dengan cara yang lembut, itu akan membuatnya semakin besar kepala dan tidak akan mau menuruti perkataannya.
"Jadi kamu masih mau mempertahankan keputusan itu?," tanya Syaf begitu kesal menahan emosinya.
"Iyah dan selamanya akan tetap seperti ini, jadi mau sampai berapa kali pun lo bujuk, gue nggak akan setuju," jawab Melda dengan nada sombongnya.
"Gue rasa percuma juga bujuk lo dengan cara halus. Dengan cara seperti ini, kayaknya nggak mempan dan ampuh buat lo kali yah? ..." ucap Syaf sambil menyeringai.
"Maksud loh apa ngomong gitu? ..." tanya melda dengan wajah curiga.
"Gue nggak tahu sikap licik gue bakal gue pakai, atau nggak buat bujuk lo," katanya dengan ambigu.
"Maksud loh apa sih? Bicara yang jelas! Jangan bertele-tele kayak gitu," ucapnya yang sudah terlihat emosi.
Bagaimana tidak emosi, jika Syaf yang sedari tadi terus berbicara dengan perkataan yang terdengar ambigu.
"Gue nggak yakin setelah dari sini, nyokap lo bakalan baik baik aja! ..." ucap Syaf dengan tersenyum menyeringai.
"Maksud loh apa ngomong gitu?" tanya Melda dengan berdiri dari tempat duduknya.
"Lo tahu kan! Kalau lo banyak buat masalah di sekolah. Kayaknya menarik juga buat nyokap lo tahu berita yang sangat menyenangkan ini!" kata Syaf tersenyum kearah melda sambil memangku kakinya dengan angkuh.
"So? ... setuju dengan hal itu?" tanya Syaf tersenyum nakal. Melda hanya bisa terdiam mengepalkan tangannya kuat menahan emosinya.
Sekarang ia sudah tidak bisa berbuat apa apa lagi jika sudah diancam seperti itu. Ia tidak ingin ibunya tahu akan hal itu apalagi membuat ibunya sedih.
"Oke gue mau terima keputusan lo," ucap Melda pasrah menahan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments