Elea yang ragu dengan setelan pakaian yang dia kenakan. " Apa ada yang salah dengan pakaianku."
Rey harus menunjukkan wajah biasa saja dan terlihat tidak terkesima. Padahal sebenarnya dia sangat terkesima melihat penampilan baru calon istri terpaksa nya itu. Namun Rey tidak boleh terus memandangi wanita itu, karena Rey berpikir jika dia terus memandanginya, wanita itu akan besar kepala. " O, tidak-tidak." Rey yang mengajak Elea meninggalkan salon tersebut. Kali ini berbeda, Rey berjalan tidak secepat saat keduanya berangkat dan menaiki eskalator panjang ini. Bahkan dia mau berdiri di samping Elea saat menuruni eskalator. Rey bahkan mengajak Elea untuk memasang softlens dan juga membeli perhiasan. " Kamu yang pilih sendiri perhiasannya."
Elea lagi-lagi melongo dengan sikap Rey. Kadang dia bersikap kasar dan sekarang dia bersikap manis kepadanya. Sandiwara apa yang dia mainkan? Elea yang kemudian melengos dan berjalan melihat-lihat sepasang cincin yang berjajar dengan kilauan sempurna yang membelalakkan mata. Wah, mimpi apa aku, berlian-berlian ini cantik-cantik sekali. Wajah sumringah dengan gigi putih rapi yang mengekspresikan wajah Elea pun terpancar. " Aku mau lihat ini mbak." Elea yang menunjuk sepasang cincin berlian di dalam etalase untuk pernikahan nya nanti.
" Silahkan." Pegawai yang memberikan sepasang cincin untuk Elea coba. Senyum merekah Elea dan langsung mencoba cincin berlian yang ada di depan matanya. Elea masukkan ke jari manisnya dan terlihat sangat cantik dan manis. Elea juga memandangi kelima jarinya yang berubah 360 derajat. Jari-jarinya sangat cantik dan manis dengan sentuhan kutek di tambah dengan cincin berlian yang melingkar.
" Sudah." Rey yang sedari tadi berdiri di samping Elea.
" Iya, dan kamu harus coba!" Elea yang berusaha menarik jemari calon suami terpaksa nya itu.
Namun reaksi Rey berbeda, Rey enggan, tangannya diraih oleh Elea. Keduanya pun bertatapan. " Aku bisa sendiri." Elea yang sadar diri berusaha biasa saja dengan penolakan Rey.
" Pas kan? Aku pilih ini ya mbak." Rey ikut saja dengan pilihan Elea.
" Kamu pilih berlian untuk dikenakan di leher kamu! Kamu pilih semuanya, untuk ditelinga kamu, kalau perlu di pergelangan kaki kamu."
Elea membelalakkan matanya. Antara berkah untuk nya atau malah bencana yang akan hadir setelah pernikahan keduanya. Elea yakin pernikahannya tidak akan bahagia. Karena sikap Rey yang selalu ketus terhadapnya, begitu juga dirinya yang enggan mengalah terus-terusan dalam menghadapi Rey yang selalu merendahkan nya. " Baiklah."
Elea memilih kembali satu set perhiasan berlian untuk dia kenakan saat itu juga sesuai permintaan Rey. Setelah membeli satu set perhiasan berlian. Keduanya berencana pulang. Namun tiba-tiba perut Elea berbunyi kelaparan. Elea yang berjalan di samping Rey memegangi perutnya. " Kita makan di rumah saja. Hari sudah gelap, di rumah ayah dan bapak kamu pasti menunggu kita untuk makan malam." Elea yang tidak memiliki uang sepeserpun hanya bisa menelan ludah ketika melihat stand-stand minuman dan makanan yang hanya sekedar penunda rasa lapar. Kasihan juga dia belum makan seharian, aku tadi sudah makan ketika dia di salon. Ah sudahlah, bodo amat dengan nasib perutnya.
Langkah Elea semakin perlahan. Sekuat tenaga dia mencoba kuat dengan badan yang gemetar karena belum makan seharian penuh. Kepalanya pusing, namun dia akhirnya sampai dan masuk ke dalam mobil. Rey yang acuh dengan santainya tanpa peduli sedikitpun apa yang Elea rasakan.
Keduanya sampai di rumah. Elea dengan langkah lemas nya, menenteng paper bag masuk ke dalam rumah. Bukan Rey namanya jika tidak mengerjai calon istri terpaksa nya itu. Siapa bilang akan sampai tepat waktu saat akan makan malam. Makan malam telah selesai. Rey menaiki tangga dengan sedikit berlari dan menuju ke kamar pribadinya. Sementara Elea melihat meja makan yang bersih tanpa hidangan yang tersaji. Elea kemudian melihat jam yang berdiri kokoh dengan ukiran yang menghias di sudut ruangan dekat dengan meja makan. Pukul 21.00 WIB. Aku tidak mungkin lancang, membuka-buka kulkas. Ini hari pertama aku di sini. Elea kemudian berjalan lemas menuju kamar tamu yang disiapkan Tuan Di untuknya. Sementara Rey tersenyum penuh kemenangan, karena telah puas membalas sikap Elea yang tadi membuatnya panik. Rey yang melihat gerak-gerik Elea dari lantai dua.
Rey kemudian masuk ke dalam kamar pribadinya, Menghempaskan punggung tubuhnya di atas ranjang dengan tawa kecil bahagia. " Ha...ha...ha...Kamu pasti kelaparan calon istri terpaksa ku." Rey yang membangkitkan tubuhnya dan duduk sembari melepas dasi dan kemeja yang dia kenakan.
Sementara Elea yang perutnya sangat kosong, terkulai lemas dan tampak pucat. Dia tidak berani kalau harus membangunkan siapa pun karena sudah malam. Para asisten rumah tangga sepertinya sudah tidur semua. Membangunkan ayahnya sama saja dengan membuka aib Rey yang sudah seharian mengacuhkannya. Tubuh Elea semakin lemas dan gemetar.
Rey yang sadar akan sikapnya, tiba-tiba dibuat panik, jika Elea kenapa-napa. Rey kemudian turun ke bawah dan berdiri di depan pintu kamar Elea. Ketika genggaman lima jarinya menyatu. Dan akan mengetuk pintu kamar Elea, Rey mengurungkan niatnya. Dia pasti akan besar kepala, jika aku peduli padanya. Lagian bodo amat. Sepertinya dia sudah tidur. Rey yang membalikkan badannya dan akan melangkahkan kakinya pergi meninggalkan depan kamar Elea, tiba-tiba mendengar Elea merintih kesakitan.
" Aw, perutku sakit." Elea meremas perutnya yang kosong.
Rey melotot, paniknya luar biasa. Antara ingin menyuruh bibi asisten rumah tangganya masuk membawa makanan atau dirinya sendiri yang masuk ke dalam melihat keadaan Elea. Bagaimanapun, situasinya tidak menguntungkan. Dia pasti akan dimarahi oleh ayahnya habis-habisan kalau terjadi apa-apa dengan Elea. " Buka pintunya!" Seru panik Rey yang berdiri di depan pintu kamar Elea.
" Masuk, tidak dikunci." Suara lirih lemas Elea dari dalam kamarnya.
Rey membuka pintu dengan cepat dan melihat Elea terbaring meringkuk memegangi perutnya penuh kesakitan. " Kamu." Rey yang memegangi tubuh Elea dengan panik dan memegang dagunya Elea. " Wajah kamu pucat sekali. Tunggu sebentar!" Rey berlari tanpa menutup pintu kamar Elea menuju ke area dapur dan mencari makanan dimana biasanya bibi simpan ketika makan malam telah usai. Rey juga menyiapkan susu hangat untuk Elea. Tidak lupa obat pereda nyeri perut untuk diminum Elea. Tanpa suara Rey melakukannya supaya penghuni rumah tidak ada yang tahu kalau Elea sedang sakit karena ulahnya.
Beberapa menit kemudian Rey sudah berdiri di samping tempat tidur Elea. " Kamu minum obatnya dulu, supaya perut kamu tidak sakit." Rey yang membantu Elea untuk duduk.
" Aw...perutku sakit."
" Huh..." Rey yang sepersekian detik memejamkan mata malas melihat peristiwa malam ini, yang seharusnya tidak terjadi. Dia malas kalau harus sok-sok perhatian dengan calon istri pilihan ayahnya itu. Tapi tidak ada pilihan, selain membantunya. Demi mereda pertengkaran mulut yang akan terjadi keesokan harinya jika ayahnya tahu semuanya. Entah mengapa timbul rasa tidak tega, kala menatap wajah pucat Elea. Hingga akhirnya Rey lagi-lagi harus membantunya untuk menyuapi Elea.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments