Jam makan siang sebentar lagi. Tuan Di sepertinya sudah mengelilingi Perusahaan ANDRO dan berbincang dengan beberapa staf dan karyawannya.
" Ayah akan segera datang." Rey yang melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. " Hah." Kekuatan dalam diri lewat ekspresi harus dia tunjukkan supaya tidak ada raut wajah seperti orang tertekan. " kamu akan bisa hadapi ini Rey. Kamu itu kuat, jangan hancurkan harapan ayah kamu! Dia adalah segalanya yang aku punya saat ini." Gelengan kecil dari kepalanya. Lidah yang dia mainkan dengan sangat elegannya.
" Apa kamu sudah siap Rey." Ayahnya yang membuka pintu ruangan kerja anaknya.
" Sudah yah." Rey bergegas dan menunjukkan seolah dia baik-baik saja. Keduanya pergi berjalan beriringan menuju lift dan akan turun ke loby Perusahaan. Laptop Rey masih berada di atas meja dengan layar yang menampilkan wajah Jessica Anindita.
Supir yang tepat berada di depan loby yang tengah siap berjalan menembus jalanan kota Surabaya menuju pinggiran kota yang memakan waktu kurang lebih dua jam yaitu desa Pacet.
" Apa kamu lupa Rey, rumahnya mang Siswanto, supir pribadi ayah dulu."
" Aku sama sekali tidak ingin mengingat masa sulit aku ketika berpisah dengan ayah waktu itu. Sengaja memory itu aku tutup dalam flashdisk otakku yah.
" Hahaha." Tuan Di yang terkekeh mendengar bahasa putranya.
" Apa kita sudah sampai yah?"
" Ya sepertinya begitu." Tuan Di yang menganggukkan kepalanya dan membuka pintu mobilnya. Kaki kirinya dia keluarkan dari mobil. Sepatu hitam mengkilapnya mulai menginjak rerumputan hijau. Tuan Di berdiri memandangi rumah Pak Siswanto dan memastikan bahwa benar ini adalah rumahnya pak Siswanto supir pribadinya. Pak Siswanto memilih berhenti bekerja menjadi supir pribadi keluarga ANDRO karena memilih menjadi peternak di desanya.
Rey yang menyusul ayahnya dan berdiri di samping ayahnya mengedarkan pandangannya ke semua arah. Desa ini terlihat asri dengan Padang rumput hijau dan suasana pegunungan yang sejuk. Terlihat di depannya tempat dimana Rey berdiri, rumah sederhana yang memiliki halaman luas dan juga tak kalah asri menyejukkan. Bahkan banyak bunga mawar yang menghiasi kebun halaman rumah tersebut.
Ayahnya memberi isyarat dengan menoleh ke arah putranya dan berjalan masuk ke dalam halaman rumah tersebut.
" Tuan Di Andro, Tuan Rey." wajah terkejut sumringah ditunjukkan pria yang hampir sama usianya dengan Tuan Di Andro. Hanya saja penampilan pak Siswanto sangatlah sederhana karena dia hanyalah seorang petani dan peternak, tidak butuh jas untuk kesehariannya, hanya kaos oblong dengan kain adem sudah sangat nyaman dikenakannya.
" Pak Sis, apa kabarnya." Tuan Di menjabat dan memeluk erat pak Siswanto.
" Alhamdulillah Tuan Di, sudi mengunjungi gubug kami. Silahkan! Silahkan duduk!" Dengan telapak tangan terbuka menunjukkan kuris dan meja yang berada di halaman teras rumahnya. " Tuan Rey sudah dewasa." Pak Sis tidak lupa menyentuh lengan dan mengusap lengan Rey dua kali.
" Nduk, ada tamu, ayo buatkan minum! Teriak pak Sis dari pintu utama rumah kepada anak perempuan semata wayangnya, Elea Noor Maina.
" Enggeh Bapak." Teriak Elea dari belakang yang sepertinya dari dapur rumah suara itu berasal. Hanya Elea dan Pak Siswanto yang tinggal di rumah itu semenjak meninggalnya ibu Elea saat Elea masih kecil.
Entah mengapa jantung Rey berdegup kencang. Rey seperti tidak bisa menyembunyikan rasa stresnya. Rey seperti orang yang belum siap untuk bertemu dengan calon istri yang sama sekali tidak dikenalnya. Duduk Rey tidak tenang, gerak-gerik gelisah tidak bisa dia sembunyikan dari ayahnya meskipun dia sudah mengusahakan untuk tetap tenang dan terlihat gentleman. " Ayah, a-ku, a-ku..." Nada bicaranya saja sudah tidak karuan keluar dari mulutnya karena saking gugupnya. " Aku akan keliling-keliling sebentar, permisi." Rey yang meninggalkan dan menundukkan kepalanya ke pak Siswanto. Sementara ayahnya tidak bisa mencegahnya karena Rey memang terlihat gugup.
Tidak lama saat Rey sudah membelakangi rumah pak Siswanto. Seorang perempuan terlihat polos dan lugu yang memakai setelan baju sederhana dengan rambut di kepang dan memakai kacamata layaknya seorang gadis kutu buku yang gemar membaca. Meletakkan beberapa cangkir dan Teh yang berada dalam teko blirik warna hijau yang khas sekali dengan nuansa desa. Elea yang memberikan senyum sopan ke arah Tuan Di, sedikit menundukkan wajahnya karena sifat pemalu nya. Lalu dia bergegas masuk ke dalam rumah.
" Sepertinya aku bisa gila." wajah kesal umpat Rey yang terus berjalan menyusuri kebun sayuran yang sengaja Rey tendang dengan sepatu kerjanya.
" Sepertinya memang kamu sudah gila." Suara seorang wanita yang menunjukkan amarahnya dengan kedua tangan yang memegang kedua pinggangnya.
Rey yang mendengar suara itu langsung membalikkan badannya. Menggeleng-geleng kan kepalanya, memandang rendah wanita cupu yang ada di depannya lengkap dengan kacamata tebalnya. " Kamu jin ya? tiba-tiba datang di belakang saya, terus maki-maki saya. Hi." Ekspresi jijik dan geli melihat Elea yang ada di depan Rey.
" Dasar orang kota banyak gaya, hehm, kamu pikir kamu siapa? berani-beraninya kamu injak-injak tomat dan sayuran terong di kebun bapak saya."
Rey langsung menelan ludah. Melihat sepatunya yang sudah sembarangan menginjak-injak sayuran. Namun bukan Rey Andro namanya jika tidak bisa mengatasi masalah. " Hahm..." Rey berlalu dan meninggalkan begitu saja Elea yang sudah memasang wajah kesalnya.
" Kamu tuli ya."
Langkah Rey terhenti seketika. Tetap pandangannya lurus ke depan tanpa menoleh ke arah Elea. " Kamu pergi atau aku teriak!"
Elea yang bingung dengan sikap lelaki yang ada di depannya. Mengernyitkan dahinya dan memandang aneh Rey yang ada di depannya. " Dasar pria aneh, dasar gila."
Rey yang mendengar umpatan lirih wanita itu langsung menarik lengannya. " Apa kamu bilang."
" Aw, sakit." Lengan Elea yang dicengkeram oleh Rey.
Tiba-tiba teriakan suara datang dari ayah mereka masing-masing yang tampak dari kejauhan. " Rey." Tuan Di yang melambaikan tangan ke arah Rey. Begitu juga dengan pak Siswanto yang memanggil nama putrinya. " Elea!"
Rey dan Elea yang menoleh dari kejauhan mendengar nama mereka dipanggil oleh ayahnya masing-masing. Di situ Rey langsung melepaskan cengkeramannya pada gadis cupu yang ada di sampingnya. Hembusan nafas Rey semakin memuncak. Mata Rey terpejam untuk sesaat. Antara pasrah atau harus berontak karena merasa perempuan itu sangat tidak cocok untuknya. Elea yang lebih dulu berjalan menuju ke bapaknya. Sementara Rey masih berjalan agak jauh di belakang Elea yang masuk menuju rumah supir pribadi ayahnya. Jalannya Rey lemas karena sebentar lagi hidupnya akan berubah seperti neraka.
Jadi gadis culun itu anak pak Siswanto. Oh God, apa dia tidak memiliki cermin di rumahnya? hingga dia berpenampilan culun seperti itu. Rey yang menggaruk kepalanya kesal dan masih berjalan menyusuri kebun.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Dwi Puji Astuti
menarik..dah mulai suka
2024-10-06
1