"Jadi menurut mama, aku kurang ya buat Juna selama ini?." rengek Citra.
"Bukan seperti itu yang mama maksud, kalian kan sudah berumah tangga. Semua rumah tangga pasti punya yang namanya pondasi kan, kalian uda pikirkan itu?. Sekuat apa pondasi rumah tangga kalian, biar gak gampang hancur jika diterpa permasalahan." tutur mama.
"Pasti mama mau contohin aku kayak kak Novi deh." ucap Citra sambil menggerutu.
Meski dirinya dan Novi hanya menjadi menantu dirumah itu, Meraka sangat beruntung memiliki mama Sinta. Mama selalu menganggap mereka bagaikan putri kandungnya sendiri. Dirumah itu, selalu mama ciptakan suasana harmonis untuk keluarganya.
Tetapi karena mama memilih topik yang salah menurut Citra, ia pun menaruh prasangka buruk pada mama Sinta.
"Aku mohon sama mama, tolong jangan bandingin aku dengan kak Novi ya. Kita beda levelnya ma, aku wanita karir sedangkan kak Novi cuman ibu rumah tangga aja." omel Citra pada mama.
"Kamu pikirkan baik-baik ucapan mama yang tadi. Karena kalau kamu mikirnya dengan hati yang panas gak akan pernah ada ujungnya. Mama hanya ingin yang terbaik aja buat kalian semua. Kalau nasehat mama didengar alhamdulillah, jika memang gak cocok tidak apa-apa." tutur mama Sinta.
"Ma ... ayo kita turun, makanannya sudah siap. Ajak Juna turun sekalian ya dek." pinta Novi pada mama dan Citra.
Karena hatinya terlanjur sakit dengan ucapan mama Sinta, dia pun sedikit enggan untuk menjawab ajakan Novi. Saat mereka bertiga keluar dari kamar mama Sinta, hanya Citra yang memilih untuk berlalu menuju kamarnya.
Saat itu, Juna yang baru saja keluar dari kamarnya bingung menatap Citra. Mukanya masam, tak lagi gembira saat tadi berbincang dengan mama. Juna yang kebingungan lalu menghampiri dan mengajak Citra untuk turun dan makan malam bersama.
Novi dan mama yang saat itu memutuskan untuk segera turun, seperti tindak ingin ikut campur dengan masalah Juna dan Citra.
"Sayang turun yuk, kita makan malam. Sudah lapar perutku ini. Maklum banyak cacingnya." rayu Juna dengan bercanda.
"Turun sana, aku gak mau makan." jawabnya ketus.
"Kenapa si, perasaan tadi baik-baik aja. Terus sekarang moodnya berantakan gini." tanya Juna dengan lembut.
"Intinya aku gak mau makan, titik." pungkas Citra.
"Ok kalau begitu, aku turun dulu ya. Gak enak sama mama udah nungguin dibawah. Nanti aku bawain makanan ke kamar ya sayang." ujar Juna.
"Aku bilang gak perlu si, kenapa terus dipaksa." jawabnya jutek.
"Baiklah, aku gak bakal maksa lagi ya. Nanti kalau sudah enakan turun aja, makan bareng kita." ucapnya sambil menci*um kening istrinya.
Wajar jika di antara mereka amarahnya masih meledak-ledak, ke duanya yang memiliki sifat kekanakan terkadang tak dapat memecahkan masalah yang ada.
Citra yang menggerutu dikamar, tak henti-hentinya dia menyalahkan Novi. Nama Novi keluar bertubi-tubi dari mulutnya, dan tak lepas dengan makian Citra. Dia yang tengah bercermin kala itu, memperhatikan wajahnya sedemikian rupa.
Kurang apa diriku ini.
cantik iya.
Modis juga iya.
Pinter cari uang juga iya.
Kenapa harus dibandingkan dengan kak Novi si, dia mah gak ada apa-apanya dibandingkan denganku.
Apa selama ini, dia selalu cari perhatian ke mama?. Terus akhirnya aku yang kena getahnya, tapi kak Novi keliatannya pendiam, masak iya begitu.
Gumam Citra didepan cermin.
"Jun, mana istrimu. Apa masih ngambek dikamar?." tanya mama Sinta.
"Em, lagi kurang enak badan mungkin ma. Jadi nafsu makannya hilang." ujar Juna menutupi istrinya.
"Lain kali, kamu harus bisa menenangkan istrimu dengan baik ya." ucap mama sembari menerima makanan dari tangan Novi.
"Iya ma." jawabnya patuh.
"Ayo kita mulai makan malamnya, keburu dingin nanti. Buat Citra, nanti kamu bawain aja ke kamar. Kalau gak makan nanti tambah sakit." jelas mama Sinta penuh kasih sayang.
Mereka semua nampak menikmati makan malam saat itu, semua piring terlihat sudah kosong diatas meja.
"Terimakasih ya kak, makan malam kali ini rasanya enak banget." seru Juna pada Novi.
"Syukurlah kalau cocok sama lidah kamu dek." ucap Novi pada Juna.
Berbeda dengan Arjuna adeknya, Surya jauh lebih pendiam. Jika tidak ada yang mengajaknya berinteraksi, dia sangat jarang untuk membuka topik pembicaraan.
Saat semua sudah menyelesaikan makan malam, mama lalu bertanya kepada ke dua anaknya. Yah, mama memang selalu memantau keadaan perusahaan setiap harinya. Dirinya sangat menginginkan, ke dua putranya sanggup menggantikan mendiang papanya dengan baik.
"Gimana kantor hari ini?." tanya mama dengan menatap ke dua putranya.
Seakan memberikan isyarat pada kakaknya saat itu, Juna lalu menganggukkan kepalanya pada Surya. Dan Surya pun mengerti apa yang di inginkan oleh adiknya itu.
"Dikantor cukup terkendali kok ma. Mama gak perlu khawatir ya." ujar Surya tanpa bertele-tele.
"Mama percaya pada kalian berdua." jelas mama.
Perusahaan mereka bergerak dibidang manufaktur, cukup besar perusahaan mereka tersebut. Sampai karyawan dikantor mereka selalu berpendapat bahwa tidak akan habis tujuh turunan.
Surya memiliki peran yang sangat penting pada perusahaan itu, bisa dibilang semua kegiatan perusahaan berjalan sesuai kehendak Surya. Tetapi, meski dirinya memiliki jabatan itu tidak membuatnya jadi semena-mena dengan Arjuna. Justru dia sangat menginginkan adiknya itu dapat menggantikan dirinya jika sesuatu terjadi padanya.
Saat mama sudah mulai lega dengan perbincangan mereka, dia pun segera pergi naik ke kamar atas. Tanpa banyak kata, mama lalu menutup pintu kamarnya. Terlihat dimeja makan, Novi yang masih cukup sibuk menyiapkan makan malam untuk Citra dan membuatkan susu almond kesukaan adik iparnya itu.
Ketika dirinya ingin membawa nampan makanan itu naik ke atas, degan segera Juna menghentikan langkah kaki kakak iparnya tersebut. Dan mengambil nampan itu, ke kamarnya.
Cekreeek
Suara pintu kamar Juna dibuka.
"Sayang, ayo makan dulu. Lihat ni aku bawa apa buat kamu. Semua ini kesukaan kamu loh." ujar Juna sambil meletakkan nampan makanan itu diatas tempat tidur.
"Pasti kakak kan yang nyiapin ini?." tanyanya dengan nada kesal.
"Iya, siapa lagi yang tau semua menu dan kesukaan orang satu rumah ini kalau bukan kak Novi." celetuk Juna.
Dia yang tidak sadar dengan ucapanya itu, lalu menyulut amarah Citra kembali. Sendok yang sudah dipegang oleh Citra, diletakkan kembali diatas piring. Juna yang semakin tidak mengerti ada apa dengan istrinya itu, hanya mampu menarik nafas sedalam mungkin. Jika tidak seperti itu, bisa jadi Juna akan tersulut emosi.
Hanya kata-kata dari mamanya tadi yang dapat menghentikan amarahnya itu. Dia saat itu lebih memilih diam, dan menghindar untuk tidak ikut larut pada masalah istrinya.
...----------------...
Happy reading guys🤗
ini adalah karya ke dua aku yah, mampir kesini dan nantikan kelanjutan kisahnya ❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments