Sarah baru saja selesai mengajari anak-anak mengaji. Tiba-tiba, Ustadzah Maya mendekat dan langsung memeluknya.
"Maya? Ada apa?" tanya Sarah bingung dan khawatir.
"Mas Aldo. . ."
Sarah mengernyitkan dahinya, "Mas Aldo? Ustad Aldo, suami kamu?"
Maya menganggukkan kepalanya sembari mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata.
Hhmm, jantung Sarah berdetak kencang. Apa yang sudah di lakukan oleh Ustad Aldo hingga Maya menangis?
"Maya, kamu tenang dulu. Kita duduk di gazebo saja, ya. Tidak enak kalau sampai ada yang melihat kamu dalam kondisi seperti ini," ajak Sarah lembut.
Maya menganggukkan kepalanya lalu mengikuti langkah kaki Sarah menuju gazebo yang tidak jauh dari sana.
"Yuk duduk," ajak Sarah lagi sembari menarik lembut tangan Maya.
Mereka lalu duduk menghadap ke arah kolam yang di penuhi oleh ikan emas, nila dan mujaer. Jika sudah berukuran besar, maka ikan-ikan itu akan di jadikan menu makan untuk semua penghuni Ponpes.
"Ustadzah Sarah, aku menyesal menikah," jelas Maya membuat Sarah membulatkan matanya.
"Kenapa kamu bicara seperti itu, May?" tanya Sarah bingung.
"Suamiku ternyata tidak mencintai aku."
"Tapi kan waktu itu, dia yang memilih kamu, May."
Maya menggelengkan kepalanya, "Itu karena hanya tinggal aku dan Rani saja yang belum terpilih. Dan kamu tahu kan kalau Rani itu masih terlalu muda dan mas Aldo tidak mau dengan gadis yang masih terlalu muda."
Sarah menghela nafasnya berat. Aku pun merasakan juga seperti apa yang kamu rasakan, May. Sarah membatin. "Tapi kamu harus sabar, May. Yakinlah suatu saat suami kamu akan bisa mencintai kamu," hibur Sarah.
Maya menghela nafasnya berat, "Sampai hari ini aku masih belum di sentuh, Sar. . ." jelas Maya sendu.
Deg. Sarah kaget mendengar penjelasan dari sahabatnya itu. Jadi Sarah pun mengalami hal yang sama denganku.
"Hhmm, May. Mungkin ustad Aldo belum siap," ucapku menghiburnya.
"Belum siap? Bukankah laki-laki yang sudah memutuskan untuk menikah pasti akan siap dengan itu? Kalau belum siap lalu untuk apa menikah?"
Sarah mengusap punggung ustadzah Maya lembut, "Sabar ya, May. Mungkin suami kamu belum siap melakukan itu denganmu."
Maya mengernyitkan dahinya, "Apa? Aku nggak ngerti maksud kamu, Sar. Bagaimana mungkin mas Aldo belum siap melakukan itu denganku, istrinya sendiri?"
Hhh, Sarah menghela nafas panjang. Iya tentu saja belum siap walau dengan istrinya sendiri kalau ternyata tidak cinta. Sama seperti halnya mas Farel yang belum siap melakukan itu denganku walau istrinya sendiri. Tapi sulit menjelaskan dengan Maya.
"Hhmm, ya kita nggak tahu apa yang di pikirkan suami kamu, May." Sarah bingung bagaimana menjelaskan pada Maya.
"Hh, sepertinya ada gadis lain yang di sukai oleh mas Aldo, Sar. Aku sih nggak tahu, tapi sepertinya salah satu dari ustadzah di sini," ucap Maya membuat Sarah kaget.
Apa gadis yang di maksud oleh ustad Aldo itu aku, ya? Ah, semoga saja bukan. Sarah membatin. Perasaannya tidak tenang.
"Jangan mengatakan hal yang negatif, May. Perkataan adalah doa. Jadi berkatalah yang baik-baik. Toh pernikahan baru beberapa hari. Semoga suami kamu berubah."
"Hhmm, iya, Sar. Kamu benar. Hhh, habisnya aku sedih banget. Apalagi lihat ustadzah yang lain pada bahagia sama suami-suami mereka. Termasuk kamu. . ."
"Hhh. Kita kan tidak tahu kehidupan pribadi mereka bagaimana. Tunjukkan saja kalau kita bahagia. In Sya Allah bahagia akan menghampiri kita."
"Kamu benar, Sar. Terimakasih, ya. Aku sedikit lega sudah cerita sama kamu."
"Iya, tidak masalah. Kamu terus bersabar dan jangan lupa untuk terus berdoa, ya. Allah akan mendengar doa hambanya yang bersabar. Dan Allah Maha membolak balikkan hati manusia."
"Iya, Sarah. Kamu memang wanita yang baik, dewasa dan sabar. Pantas saja ustad Farel memilih kamu di antara ustadzah lain," ucap Maya.
Ah, Maya. Kamu tidak tahu bagaimana kehidupan rumah tanggaku. Semoga aku pun bisa melakukan seperti apa yang aku nasehatkan padamu. Sarah membatin. Wajahnya terlihat sendu.
"Sarah, kenapa sekarang kamu yang terlihat sedih?" tanya Maya heran.
"Hhmm, tidak apa-apa kok, May. Aku hanya sedang berpikir saja, sih. Semoga pernikahan kamu akan bahagia, ya," ucap Sarah tulus.
"Aamiin. Oh iya, aku pamit dulu, Sar. Sudah jam segini, mas Aldo sebentar lagi selesai mengajar. Aku harus sudah di rumah," pamit Maya.
Sarah menganggukkan kepalanya, "Iya, May. Sabar dan terus berdoa, ya," sahut Sarah sembari merangkul bahu ustadzah Maya. Mereka sama-sama meninggalkan gazebo.
Sarah pun masuk ke rumah Pak Kyai Agung yang berada di samping Ponpes. Saat baru saja melepas sandalnya di teras, wanita itu berpapasan dengan suaminya.
"Assalammu'alaikum," ucap salam ustad Farel lembut.
Sarah menoleh dan kaget, "Hhmm, Wa'alaikumsalam, mas," jawab Sarah lembut sembari mengulurkan tangannya hendak mencium punggung tangan suaminya.
Farel pun membiarkan saja apa yang di lakukan istrinya itu. Setelah itu mereka pun sama-sama masuk ke dalam rumah.
Sarah berjalan pelan mengekori suaminya yang berjalan menuju kamar mereka. Saat hendak masuk ke dalam kamar, Farel menoleh ke arah istrinya lalu menghentikan langkah kakinya. Sarah tertegun menatap heran ke arah suaminya.
"Masuklah!" titah Farel sembari memberikan jalan untuk istrinya masuk.
Sarah menurut dan langsung masuk ke kamar tapi betapa kagetnya Sarah saat menoleh ke belakang ternyata suaminya berjalan menjauh dari kamar mereka.
Mau kemana mas Farel? Apa beliau tidak jadi masuk ke kamar karena aku juga hendak masuk ke kamar? Dada Sarah terasa sesak menyadari sikap suaminya yang sengaja menghindarinya.
Hh, lebih baik aku lekas mandi lalu keluar dari kamar supaya mas Farel mau masuk ke kamar. Sarah membatin lantas bergegas mengambil pakaiannya yang bahkan masih ada di dalam koper. Wanita itu bergegas pergi mandi.
Setelah selesai mandi, Sarah cepat-cepat keluar dari kamar suaminya. Wanita itu memutuskan untuk pergi ke dapur saja membantu menyiapkan makan malam.
***
Menjelang malam setelah selesai makan malam, tiba-tiba Nyai Fatimah memanggil Sarah.
"Sarah, Umi mau bicara sebentar. Kamu tidak sedang sibuk, kan?" tanya Nyai Fatimah lembut.
Sarah tersenyum sembari menganggukkan kepalanya, "Iya, Umi. Saya sedang tidak sibuk," sahut Sarah tak kalah lembut.
"Ayo, ikut Umi sebentar!" titah Nyai Fatimah sembari menarik tangan Sarah lembut.
Nyai Fatimah ternyata mengajak Sarah duduk menjauh dari orang-orang.
"Sarah, kamu kan sudah beberapa hari menikah putra Umi. Umi berharap, kamu dan Farel bahagia dengan pernikahan kamu. Umi dan Abi sangat berharap kamu dan Farel kelak bisa meneruskan Pesantren kita ini."
"Aamiin, Umi," sahut Sarah dengan senyum semanis mungkin.
"Ya sudah, kamu sekarang langsung kembali ke kamar kamu, ya!" titah Umi. Fatimah.
Sarah menganggukkan kepalanya, "Baik, Umi," sahut Sarah.
Mereka pun berpisah. Sarah masuk ke kamarnya sedangkan Umi Fatimah masuk ke kamarnya.
Di dalam kamar, Sarah terlihat mondar mandir. Aku harus bersikap bagaimana pada mas Farel supaya beliau tidak mengacuhkanku terus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Aliya Jazila
benar tuch...istri.pacar.atau sudah punya anak.kasihan sekali sarah
2022-10-04
0
Shinichi x Kaito
next semangat
2022-09-14
0
Inru
Pernikahannya pada bermasalah ya.
2022-09-14
0