Sarah mengamati isi kamar suaminya. Kamar yang sangat rapi untuk kamar seorang laki-laki. Di sudut kamar di dekat televisi terdapat lemari yang menyimpan buku-buku dan Alquran.
Dengan langkah hati-hati Sarah masuk ke kamar mandi yang ada di sudut kamar setelah sebelumnya Sarah mengambil pakaian gantinya yang ada di dalam koper miliknya.
Wanita itu mengguyur tubuhnya sembari memejamkan mata. Aku harus kuat menjalani pernikahan ini. Aku tidak boleh menyerah.
Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Sarah lalu keluar dari kamar mandi. Di lihatnya suaminya masih tertidur pulas. Sarah memutuskan untuk keluar dari kamar. Membantu anak-anak yang biasanya belajar mengaji di sore hari.
"Sarah, mau kemana?" tanya bu Nyai lembut yang berpapasan dengan Sarah di pendopo samping rumah.
"Hhmm, bu. Saya mau mengajar ngaji anak-anak seperti biasa, bu," jelas Sarah tak kalah lembut.
"Loh, kamu istirahat saja dulu, Sarah. Biar Shanum saja yang mengajari anak-anak mengaji," ucap Bu Nyai.
"Tidak apa-apa, Nyai. Saya sudah istirahat."
"Hhmm, kamu temani saja suami kamu. Nanti malam kita akan ada acara makan-makan bersama," jelas Nyai sembari mendorong lembut bahu Sarah supaya kembali ke kamarnya.
"Ba-baiklah, Nyai," sahut Sarah akhirnya. Dia tidak mau terus membantah. Dengan perasaan tidak enak, dia akhirnya kembali ke kamarnya.
Ceklek.
"Assalammu'alaikum," Sarah langsung membuka pintu kamar tanpa mengetuk terlebih dahulu.
"Kamu!" teriak Farel kaget sembari membalik badannya berdiri membelakangi Sarah.
"Ma-maaf," ucap Sarah yang juga ikut membalik badannya menghadap ke arah pintu.
"Bisa tidak ketuk dulu pintunya?"
"Hhmm, maaf. Tadi saya sudah ucap salam. Saya pikir ustad Farel mendengar." Sarah memberikan alasan.
"Salam? Kalau saya tidak balas artinya tidak dengar. Lain kali ketuk dulu!" ucap Farel datar lantas berjalan melewati Sarah yang masih berdiri mematung di depan pintu.
Sarah mengusap dadanya yang berdebar-debar. Wanita itu lantas duduk di sofa yang ada di kamar itu. Di dekat sofa itu pula koper Sarah masih belum dia simpan karena pakaiannya masih belum dia masukkan ke dalam lemari. Dia bingung dan takut salah karena suaminya selaku pemilik kamar belum menyuruhnya untuk menyimpan pakaiannya dalam lemari.
Sarah lalu mengambil gawai jadulnya. Gawai yang hanya bisa di pakai untuk menelepon dan berkirim pesan saja. Karena memang Sarah tidak memiliki uang lebih untuk membeli barang mewah itu. Walau dari pihak pondok memberikannya uang, namun dia cukup tahu diri bertahun-tahun tinggal dan di rawat dengan kasih sayang oleh Bu Nyai dan Pak Kyai di pesantren milik pasangan suami istri yang baik itu.
Ada beberapa pesan masuk dari ustadzah Maya dan juga Fanny. Mereka juga di undang untuk makan malam bersama di pesantren.
Jadi makan malam nanti banyak yang akan datang. Hhh, aku harus bisa berpura-pura bahagia dengan ustad Farel supaya orang tidak akan ada yang curiga. Aahh, apa pernikahan seperti ini yang harus aku jalani. Sarah membatin sembari menghela nafas berat.
***
Setelah selesai sholat Isya berjamaah, keluarga Kyai Agung dan juga ustad dan ustadzah segera pergi ke ruang keluarga yang sudah di sulap menjadi ruang jamuan makan malam. Tak ketinggalan semua penghuni pondok pesantren, para santriwan dan santriwati. Semua ikut menikmati makan malam yang spesial ini.
"Alhamdulillah, saya sangat bahagia karena sudah bisa menikahkan ustad dan ustadzah. Semoga semua pasangan pengantin baru, berbahagia dengan pernikahannya. Dan berjodoh hingga ke surga. Aamiin..." ucap Kyai Agung sebelum mereka memulai makan malam.
Semua yang berada di ruangan ikut mengAamiinkan doa pak Kyai. Farel selaku putra dari Kyai di minta untuk memimpin doa makan. Setelah itu mereka pun makan malam bersama.
Tidak ada yang di bedakan. Semua sama menikmati hidangan yang sudah di masak oleh juru masak di pesantren. Hampir seratus orang yang ikut makan malam bersama. Santri dan santriwati yang tinggal di pondok pesantren Kyai Agung hanya sekitar tujuh puluh orang karena sebagian lagi memilih untuk pulang ke rumah masing-masing setelah selesai belajar. Yang tinggal di pondok pesantren kebanyakan yang berasal dari luar daerah.
Setelah selesai makan malam, Kyai membebaskan semua orang untuk bercengkrama di aula depan pesantren. Semua tampak ceria terlebih ustad dan ustazdah yang belum lama melepas masa lajang mereka.
Sarah duduk berkelompok bersama Fanny dan Maya dan juga ustadzah lain. Sarah lebih banyak diam saat para ustadzah menceritakan tentang acara jalan-jalan mereka di taman saat bulan madu. Karena saat itu suaminya, tidak mau ikut yang lain jalan-jalan dan lebih memilih kembali ke kamar hotel.
Menjelang malam, satu persatu meninggalkan aula menuju kamar masing-masing. Begitupun dengan Sarah, saat melihat suaminya berdiri, Sarah ikut berdiri mengekor suaminya kembali ke kamar mereka.
Sampai di dalam kamar, Sarah duduk di sofa sedangkan suaminya, ustad Farel masuk ke kamar mandi. Sarah terlihat bingung apa yang harus dia lakukan. Tidak seperti bayangannya bagaimana kehidupan setelah memiliki suami. Seseorang yang dia harap akan memberikannya cinta dan kasih sayang tulus seperti yang sejak dulu dia rindukan dalam hidupnya.
Tak berapa lama, suaminya keluar dari kamar mandi. Mereka tanpa sengaja saling menatap. Sarah tetap bergeming.
"Tidurlah di sini, biar saya yang tidur di sofa," titah suaminya pelan namun menusuk ke hati.
Jadi, malam ini akan kembali sama seperti malam kemarin. Sarah menghela nafasnya berat.
"Kamu dengar yang saya katakan tadi?" tanya suaminya membuyarkan lamunan Sarah.
"Ehhm, biar saya saja yang tidur di sofa, mas," sahut Sarah lirih dengan kepala menunduk.
"Jangan membantah!" tegas Farel.
Sarah gegas berdiri dengan jantung yang bergemuruh. Wanita itu lalu melangkah menjauhi sofa sedangkan suaminya berjalan mendekat ke arah sofa hingga saat Sarah sudah berdiri di samping tempat tidur, Farel langsung menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.
Sarah menelan salivanya dengan susah payah. Dia lalu pergi ke kamar mandi, seperti biasa mengambil wudhu sebelum pergi tidur.
Setelah dari kamar mandi, Sarah keluar dari kamar mandi. Di lihatnya suaminya yang sedang berbaring di atas sofa. Dengkuran halus terdengar menandakan jika suaminya itu telah tidur nyenyak.
Sarah lalu duduk di sisi tempat tidur yang mengarah ke cermin kaca. Menatap pantulan dirinya dengan pikiran mengembara.
Mungkin di mata mas Farel aku tidaklah cantik. Atau mungkin memang aku bukanlah wanita yang dia inginkan menjadi istri. Hhh, tapi kenapa dia ikut berdiri saat Kyai Agung meminta para ustad berdiri jika menginginkan aku jadi istri. Aahh, kenapa kamu memilihku jika tidak kamu inginkan? Sarah mengusap pelan wajahnya. Selalu ada nyeri setiap kali dia memikirkan itu. Hal yang belum pernah dia rasakan saat belum menikah.
Aku hanya ingin menikahi laki-laki yang mencintaiku. . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Authophille09
sabar Sarah, orang sabar di sayang Tuhan. urusan jodoh udh ada yg ngatur, tinggal gmn kita jalaninnya aja.
2022-11-19
0
Inru
Sabar ya Sarah...
2022-09-13
0
Inru
Serapi aya yah..
2022-09-13
0