Pagi ini, Amanda sengaja bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan. Hanya nasi goreng sederhana ala kadar, Amanda tidak bisa memastikan akan enak. Tetapi setidaknya ia sudah berusaha, mencoba menjadi ibu rumah tangga yang baik untuk Azka dan dua orang personil baru di rumahnya.
Amanda berhenti menyicikan air, ketika Gilang menarik kursi masih dengan wajah lesu sehabis bangun tidur. Penampilan Gilang, mengingatkan
ke beberpa waktu silam. Gilang selalu memakai jaket dan trening panjang plus kaos kaki saat tidur. Kebiasaan yang sangat wajar, namun begitu aneh di mata Amanda.
"Nyenyak, Lang tidurnya?" tanyanya seraya mengasurkan piring ke hadapannya.
Gilang terlihat merengut. "Nyenyak dimana, gara-gara Azka. Gilang nggak bisa tidur, bau ompolnya bikin enek."
Amanda tertawa geli, kasihan sekali adiknya. "Kamu juga, so so-an ngajakin tidur sama Azka. Tahu dia masih kecil dan wajar juga sih kalau suka ngompol."
"Kapok aku!" balasnya dengan nada kesal.
"Oiya, Risti udah kamu bangunin?" Amanda bertanya lagi, karena belum sempat menengok keadaan Risti yang nekad tidur di ruang televisi, sepertinya dia kegerahan sebab di rumah Amanda tidak ada AC.
Gilang menghentikan kunyahan nasi gorengnya."Lah? Bukan Risti tidur sama kakak?"
"Kamu nggak tau, Risti tidur di ruang Televisi?"
Gelengan di kepala Gilang membuat Amanda kebingungan. "Terus waktu malem Risti kedengeran ngobrol. Kakak kira itu sama kamu."
Gilang meminum air yang sudah Amanda tuangkan.
"Yaudah deh, Gilang mau bangunin Risti, dulu."
"Nasi gorengnya belum abis," Amanda menyahut tak suka, sebab nasi goreng buatannya hanya di makan dua sendok saja.
"Kenyang, kak."
Payah, Amanda memang payah. Ia seharusnya tidak memasak, membuang-buang uang, sudah tahu tidak ada bakat. Jika Amanda membeli nasi goreng , mungkin tidak akan mubazir.
"Tuh kan lagi-lagi, masakanku nggak ada rasanya," keluhnya saat menyicipi satu sendok nasi goreng.
Kenapa selalu gagal? Padahal Amanda sudah bolak-balik melihat resep tetapi tetap saja masakannya tidak sesuai harapan. Huh.
***
"Kakak udah rapi aja, mau kemana?"
Amanda yang sedang memoleskan lipstik merah di bibir sambil berkaca, otomatis menengok ke arah Gilang yang rebahan di kasur, bermain bersama Azka.
"Kakak kerja di salah satu restoran korean food, lumayan gajinya buat susu Azka, " balas Amanda, meskipun akan bertemu Rendra setiap hari, sebisa mungkin dirinya harus menghindar.
"Kak Adit juga nggak kasih nafkah?"
Amanda menggelengkan kepalanya. "Biasanya sih suka, tapi mungkin keluarganya lebih membutuhkan. Dia pasti percaya, kalau kakak di sini nggak mungkin kelaperan."
"Tapi ini udah keterlaluan, Kak," balas Gilang sebal.
"Kita tunggu sampai habis bulan, kalau masih belum ada kabar. Kakak bakal ke Bandung."
"Nah harus gitu, Kak!"
Amanda tersenyum, ya, semoga sebelum habis bulan, suaminya itu sudah pulang. Sehingga dirinya tidak perlu jauh-jauh pergi ke Bandung yang hanya akan membuka luka lama.
"Kamu pulang sore ini berarti?"
Gilang mengangguk.
"Berarti boleh dong, kakak titip Azka. Paling jam 4 sore kakak udah di rumah, kok."
"Iya, Kak. Maaf Gilang nggak bisa lama-lama, sekarang aja ayah udah nanya-nanya terus kapan pulang."
"Iya deh, yaudah kakak berangkat dulu."
Amanda berjalan keluar kamar. Tetapi sebelumnya sempat mencium pipi Azka yang ternyata pokus kembali ke ponsel. Karena, kesibukan barunya itu, Azka tidak peduli dengan ibunya yang mau bekerja. Tidak apa, hari ini Amanda bisa pergi dengan leluasa tanpa rasa bersalah karena meninggalkannya bekerja.
***
"Man, gue kebelet pipis nih. Lo anterin pesanan ke meja nomor tiga belas dong?"
Amanda yang baru kembali ke pantry, setelah mengantar pesanan. Langsung mengangguk, menuruti perintah Dara-temannya-. Kemudian mengambil nampan yang berada di meja, lalu berjalan ke meja nomor tiga belas.
Dari kejauhan ia bisa melihat dua orang lelaki yang di taksir seumuran dengannya sedang berbicara santai ala-ala anak muda nongkrong. Se-sampainnya di sana, Amanda menyimpan satu persatu makanan yang mereka pesan.
"Selamat menikmati." Ia menunduk rendah. Setelahnya, tersenyum saat salah satu dari lelaki tersebut mengucapkan terima kasih. Keningnya mengerut, merasa kenal dengan lelaki ini, tetapi di mana?
"Manda?"
Amanda mengangguk kaku dan mencoba mengingat siapa nama para lelaki di hadapannya. Namun, ketika menoleh ke arah samping di mana lelaki dengan rambut klimis bertopi itu tengah menatapnya dengan cengiran khasnya.
Ia baru sadar jika lelaki satu ini, adalah lelaki yang selalu bersama Rendra. Dia sahabatnya, Rizaldi.
Amanda menjadi kebingungan harus bertingkah seperti apa. Sebab Aryo-akhirnya Amanda ingat namanya-menyuruhnya untuk duduk bersama.
"Eng--" Amanda sudah ingin, undur diri.
"Nggak apa-apa. Gabung dululah, kita udah lama nggak ketemu, ya ga Zal?" Aryo terlihat meminta persetujuan dari lelaki yang berada di sampingnya.
Sebenarnya apa yang telah terjadi di otaknya. Hingga, hampir tidak mengenali Aryo dan Zaldi. Padahal, mereka termasuk teman dekat Rendra di sekolah. Mungkin, karena penampilan mereka yang berbeda. Di sekolah dulu: Aryo, Rendra dan Zaldi akan berpenampilan urakan. Namun, jelas berbeda dengan sekarang penampilan mereka rapi dan berkelas.
"Manda, gue denger lo udah merit? Bener apa nggak tuh berita? Gue nggak percaya, takut hoax."
Amanda hanya bisa menggangguk pelan dengan pertanyaan Aryo.
"Parah lo, nggak ngundang kita-kita." balas Aryo dengan nada kecewa.
"Maaf, Kak pernikahan aku cuma dihadiri sama keluarga." Amanda meremas baju seragamnya, tiba-tiba dia jadi malu.
"Eh, tapi lo ko bisa kerja di restonya Rendra. Kalian masih berhubungan atau CLBK?" tanya Aryo berniat menggoda Amanda. "Zal ternyata Rendra sukanya sama istri orang. Nah, itu bocahnya! Woy, Ren!"
Aryo melambaikan tangannya, sementara Rendra tengah berjalan menghampiri mereka bertiga. Berada di posisi ini, Amanda hendak kembali ke pantry tetapi Rendra malah mencekal tangannya. Lelaki itu menarik tangan Amanda dan membawanya untuk duduk bergabung bersama mereka bertiga.
"Bener gue bilang, Amanda balikan sama Rendra," Rizaldi berbisik pada Aryo sambil tertawa tidak jelas.
"Pak, maaf saya harus kembali berkerja." Amanda memberanikan diri untuk bersuara.
"Jangan terlalu kaku-lah. Kapan lagi kita reuni. Eh, kalau begini, jadi ke-inget couple paling hits di sekolah." Tingkah Aryo membuat Amanda muak. Untuk apa coba lelaki itu sok-sok mengenang kenangan yang bahkan ingin sekali ia lupakan.
"Apa, namanya Zal?" tanya Aryo pada Rizaldi, yang langsung di sahuti.
"Pangeran bucin dan putri salju."
Dulu, Rendra memiliki julukan pangeran bucin, karena begitu mencintai Amanda sampai-sampai mendapat gelar couple goals. Sementara, Amanda dijuluki putri salju karena kecantikan dan kebaikan hatinya.
"Argh, couple favorit sepanjang masa. Sayang harus kandas karena LDR."
Setelah mengatakan itu, mereka berdua tertawa. Bukannya, membungkan teman-temannya Rendra hanya menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. Menyebalkan sekali, ini bukan eranya lagi untuk membicarakan kisah mereka.
Brak!
Amanda menggebrak meja, matanya menatap mereka tajam. Mengambil ponselnya, lalu menunjukkan sesuatu pada mereka bertiga.
"Kakak-kakak yang terhormat, demi menghargai suamiku tolong hentikan pembicaraan ini, bisa?" sindir Amanda.
Aryo mengambil ponsel Amanda, menatap foto seseorang itu dengan intens. "Manda lo beneran udah nikah?"
"Coba gue liat." Rizaldi merampas ponsel ini. "Man, bukannya ini om-om yang katanya dulu ngejar-ngejar lo waktu SMA. Siapa namanya?"
"Iya, aku menikah dengan Radit Pradipta. Orang yang sering kalian sebut om-om. Kenapa?" bentak Amanda jadi kurang respek pada mereka.
"Padahal Rendra lebih ganteng, terus kaya juga, Man. Kok, bisa lo pilih dia."
"Rendra nggak ada apa-apanya di banding Mas Radit, jelas dari segi apapun dia lebih sempurna dan bertanggung jawab. Jadi, aku mohon sama kalian berdua untuk berhenti membicarakan masalalu."
Setelah mengatakan itu, Amanda meninggalkan ketiganya yang masih tercengang dengan fakta pernikahan Amanda dan Radit. Terutama, Rendra wajahnya begitu shock. Termasuk hatinya, perasaan tidak rela itu kembali menelisik ke kalbunya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments