"Kita berangkat pak?"
"Iya, ayo jalan." Perintah Huzaifi dengan datar.
"Nona nara bisakah katakan dimana rumah anda?" Tanya sekretaris Hans dengan ramah.
"Perumahan cindakia memasuki gerbang emas pak." Jawab Nara dengan sedikit tersenyum.
"Oh baiklah, terimakasih. " Ujar sekretaris Hans.
Nara hanya melihat luar jendela mobil yang terlihat kendaraan yang begitu ramai hingga membuat kemacetan yang panjang, tanpa sadar mereka tiba di tujuan
"Terimakasih telah mengantar saya pulang." Ucap Nara berterima kasih.
"Sama-sama, saya pamit pulang dulu, masuklah diluar sangat dingin." Titah Huzaifi dengan sedikit lembut.
"Iya." Ucap Nara dan hendak membuka pintu namun tantenya telah membuka pintu terlebih dulu.
"Baru pulang? gimana dengan laki-laki itu?" Tante bertanya dengan penasaran.
"Assalamualaikum tante." Sapa Huzaifi mengucap salam dengan ramah. Pandangan Tante beralih seketika kepada huzaifi dengan terkejut dan kagum.
"Perkenalkan saya huzaifi, pacarnya nara." Huzaifi memperkenalkan dirinya. Berusaha untuk terlihat baik dan meyakinkan.
Dengan santai tidak terlihat aktingnya hingga membuat mereka tertipu.
"Pacar?" Tanya tante terkejut tidak percaya.
"Benar, maaf karena baru bisa datang sekarang dan tidak menghadiri pemakaman kedua orang tua nara, saya sangat meminta maaf." ungkap Huzaifi seolah menyesal.
"Jika Anda pacarnya seharusnya anda berada di sisi nara disaat nara membutuhkan anda." Cecar tante seakan marah dan kecewa.
"Karena itu saya ingin meminta restu tante untuk menikahi nara, saya tidak bisa melihat nara sedih lagi, saya ingin berada disisinya hingga menua, orang tua saya akan datang akhirnya pekan ini." Jelas Huzaifi dengan santai.
"Ha .. lihat nanti saja jika saya ada waktu." Ucap tante lalu pergi meninggalkan mereka yang masih di pintu.
"Baik tante kalau gitu saya pamit." Jawab Huzaifi sedikit teriak dan menahan kesal.
Kemudian dia melihat nara dengan tersenyum. "Kamu harus istirahat, pasti kamu lelah, aku pulang dulu, assalamualaikum". Kata Huzaifi pamit lalu pergi.
Melihat cara huzaifi yang begitu santai dan tenang membuat nara lupa bahwa itu adalah akting pria itu untuk membantunya.
"Dia udah pergi nggak usah di lihat terus, hei... kenapa nggak kamu bilang kalau kamu punya pacar?" Tanya tante dengan kesal.
"Bukannya itu memudahkan rencana tante supaya aku bisa sesegera mungkin untuk keluar dari rumah ini?" Ujar Nara dengan dingin.
"Sudahlah, tante males ladenin kamu, oh iya hari ini keluarga tante datang, kamu nginap diluar aja deh." Pinta Tante sambil mengusir.
"Tapi"
"Enggak ada tapi-tapi." Tante memaksa nara keluar dari rumah dan pintu langsung ditutup begitu saja, nara bingung harus kemana karena tidak mungkin dia kembali kerumah kedua orang tuanya, karena dirinya belum siap untuk melihat kenangan bersama kedua orang tuanya.
Setelah selesai mengantar nara, huzaifi memutuskan untuk membicarakan pernikahan tersebut kepada kedua orang tuanya.
"Mah, pah aku mau nikah." Ujar Huzaifi meminta restu.
"Serius nak?" kedua orang tuanya saling menatap seakan tak percaya.
"Iya mah, aku capek harus dijodohkan terus menerus." Keluh Huzaifi merasa lelah karena perjodohan.
"Ya sudah, kapan kita datang kerumahnya?" Mamah bertanya dengan tidak sabar.
"Dia masih sekolah kelas XII, dia yatim piatu, orang tuanya meninggal karena kecelakaan aku ingin bersamanya, membantu dia untuk menggapai cita-citanya." Huzaifi menjelaskan tentang Nara.
"Kasihan sekali, lalu dia tinggal dengan siapa?" Mamah kembali bertanya dengan rasa bersimpati.
"Dengan tantenya mah, tapi tantenya keberatan dengan kehadirannya."
"Ya sudah kita segerakan pernikahan ini." papah mengusulkan pendapatnya.
"Mamah sependapat dengan papah." Tambah mamah memperjelas.
"Tapi ada syaratnya mah pah, jangan ada yang tau pernikahan ini karena aku takut dia dibully temannya bagaimanapun juga dia anak baru di sekolahnya." Huzaifi meminta untuk merahasiakan pernikahannya.
"Kamu tenang saja." Ucap papah menyetujui permintaan putranya.
"Makasih mah, pah". Ujar Huzaifi tersenyum tipis.
Adetra masih sibuk dengan kafenya yang ramai dengan pengunjung, hingga membuat dirinya kelelahan.
"Adetra, seharusnya kamu istirahat, belajar untuk persiapan kuliah." titah pacarnya.
"Iya aku tau kok kak, gimanapun juga aku harus melihat kafe, setidaknya sekali seminggu."
"Kok bisa sih aku punya pacar yang keras kepala gini?" Keluhnya.
"Kak reyhan, kalau kamu muak sama aku katakan." Ujar Adetra merasa kesal.
"Ini yang nggak bisa aku ninggalin kamu karena kamu terlalu manis." Reyhan mencubit pipi adetra sambil merapikan barang-barang yang berserakan dimeja dan membersihkannya.
"Aku pulang dulu." pamitnya kepada Reyhan sembari merapikan meja yang sedikit berantakan
"Ya uda yuk aku antar." Tawar Reyhan sambil membantu merapikan yang tersisa.
"Enggak usah kak, kalau ketahuan kak huzaifi aku bisa diamuk, lagian kakak harus selesaikan kerjaan yang tertunda itu, nanti klien kakak ganti pengacara loh." Ejeknya Adetra.
" Ya sudah, hati-hati dijalan."
"Oke, Babai." Adetra masuk kedalam mobil yang telah menunggunya.
"Kak Ari kita pulang sekarang ya, aku capek banget." Sesekali adetra melihat ke belakang memastikan reyhan sudah pulang, baginya memiliki pacar seorang pengacara sangat mustahil baginya, walaupun dirinya selalu dibully dan ditindas, ia tidak ingin reyhan mengetahui itu semua, jika reyhan mengetahui semuanya pasti teman sekelasnya memiliki masalah hukum dengannya dan kakaknya akan mengetahui dirinya memiliki pacar.
Cuaca yang mendung dan dingin membuat Adetra hanya melihat kendaraan yang padat dan macet dari jendela, namun betapa terkejutnya Adetra ketika melihat nara yang berjalan sendirian disaat cuaca yang tidak bersahabat. "Kak ari berhenti!" Teriak Adetra. Seketika ari menginjak rem mendadak.
"Ada apa?" Dengan terkejut namun ketika ari melihat kebelakang adetra sudah keluar dari mobil.
"Kak nara." Teriaknya sambil sekuat tenaga berlari mendekati nara, dengan wajah sembab dari kejauhan Nara melihat Adetra yang berlari mendekatinya.
"Kakak kenapa? kenapa jalan kaki? kakak nangis? apa terjadi sesuatu?" bertubi-tubi Adetra bertanya dan memeluk nara untuk menenangkannya.
"Kakak mau kemana? biar aku antar ke tujuan." timpalnya kembali bertanya.
"Aku enggak punya tujuan." Terdengar suaranya yang serak basah karena menangis.
"Kalau gitu kakak ikut aku pulang kerumah aja, mamah papah pasti bolehin kok." Adetra meyakinkan nara untuk ikut pulang dengannya.
"Terimakasih." Dengan tersenyum tipis.
"Justru aku yang berterima kasih kepada kakak, karena kakak adalah kakakku." Ujar Adetra dengan tersenyum.
"Kakak udah makan malam? gimana kalau kita makan malam dulu?" Usul Adetra kembali tersenyum dengan mata berbinar.
"Ya sudah, kali ini aku yang traktir kamu!." Ucap Nara tegas setelah menenangkan hati dan perasaannya. Mereka kembali kemobil yang masih terparkir di bahu jalan.
"Kak ari kita makan malam dulu ya baru pulang." Pinta Adetra yang masih memegang tangan Nara dengan erat
"Oke".
Adetra melihat nara yang duduk dengan tatapan kosong, walaupun disekolah bersikap dingin namun nara tetap fokus dengan tujuannya berbeda dengan nara saat ini, lebih banyak merenung dan diam saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments