"Terimakasih bekalnya" Jawab Nara datar
"Aku senang karena kamu suka." kata Adetra dengan tersenyum bahagia.
"Kamu terlihat berbeda dengan adetra yang dikelas tadi." tuturnya ketika melihat sisi Adetra yang berbeda.
"Ya karena aku terlalu takut, mereka sangat kasar dan selalu menjahili aku." Jawab Adetra dengan sedih.
"Kamu harus melawannya jangan diam saja." Titah Nara.
"Walaupun kamu terlihat dingin dan kaku tapi kamu sangat hangat." Ucap Adetra dengan ceria, Nara menatap temannya dengan seksama, dulu dirinya seperti dia yang selalu tersenyum dan tertawa tanpa beban, namun kini untuk tersenyum saja sulit baginya.
"Yei guru pada rapat kita boleh pulang" Teriakan seluruh murid dengan bahagia.
"Kamu langsung pulang ra?" Tanya Adetra sambil memainkan handphonenya.
"Enggak tau" Jawab Nara dengan datar
"Kalau gitu ikut aku yuk." Ajaknya sambil menarik tangan nara membawanya untuk jalan-jalan ke Mal SKA.
"Foto yuk." Adetra mengajak nara untuk foto bareng sedangkan Nara hanya pasrah mengikuti Adetra.
"Senyum dong." pintanya. Untuk pertama kalinya nara berfoto tersenyum dengan orang yang baru dikenalnya semenjak kepergian kedua orang tuanya.
"Wah bagus banget fotonya." Puji Adetra melihat fotonya namun Nara hanya tersenyum tipis melihat foto mereka berdua.
"Oh iya boleh minta nomor telepon kamu nggak?" Ungkapnya dengan penuh harapan, tanpa ragu nara memberikan nomor telponnya.
"Udah ku kirim di whatsapp ya." Ujar Adetra memberi tahu bahwa foto mereka telah dikirim di wahstapp dengan tersenyum.
"Oh iya kamu kelahiran tahun berapa? aku tahun 2006,karena aku paling kecil karena itu aku selalu dibully." Ungkap Adetra dengan perasaan sedih.
"Aku 2004." Jawab Nara dengan dingin.
"Aku udah menduga, bolehkah aku memanggil kakak?" Tanya Adetra berharap dengan tersenyum.
"Kenapa?" Tanya Nara balik dengan ekspresi keberatan.
"Karena aku ingin kamu jadi kakak Perempuanku, aku nggak akan menyulitkan kamu, jika nggak boleh nggak papa." Dengan cemberut.
"Terserah kamu aja." Ujar Nara dengan pasrah.
"Serius? terimakasih kak." Adetra memeluk nara dengan bahagia, belum pernah merasakan kebahagiaan yang telah pergi kini datang sedikit demi sedikit untuknya. Nara membalas pelukan adetra untuk pertama kali baginya dengan teman sekelas.
Seperti biasa huzaifi sibuk dengan pekerjaan yang padat namun tetap memprioritaskan adiknya yang mengirimkan pesan kepadanya.
"Mulai sekarang kakak nggak perlu khawatir lagi, karena aku udah punya teman baru, namanya nara dia baik banget ke aku, aku kirim fotonya ya. " Huzaifi melihat foto adiknya yang tersenyum bahagia dengan teman barunya, karena usianya yang lebih muda dikelasnya membuat teman sekelasnya sesuka hati untuk menindasnya.
"Sekretaris hans cari tahu tentang nara teman baru adetra, laporkan semua yang menyangkut dengannya, jangan sampai ada yang terlewat sedikitpun." Ujarnya dengan tegas dan dingin.
"Baik pak."
"Lakukan sekarang." Titah Huzaifi meminta untuk segera dilakukan.
"Baik pak saya permisi dulu." Pamit sekretaris Hans namun Huzaifi hanya menggerakkan jari telunjuk seolah mengatakan untuk lakukan secepatnya.
Jam menunjukkan jam dua siang, sudah saatnya jam pulang namun nara enggan untuk pulang, jika dirinya tidak pulang ayahnya pasti khawatir kepadanya, mau atau tidak dia harus pulang demi ayahnya yang telah tulus menyayanginya.
"Nara kamu sudah pulang nak?" Ayah bertanya sembari menyambut Nara yang baru pulang.
"Assalamualaikum yah." Sapa Nara mengucap salam sambil mencium tangan ayah.
"Wa'alaikum salam sayang, kamu sudah makan siang?" Jawab ayah dengan penuh perhatian.
"Udah yah bareng temen, ayah nara masuk kamar dulu." Jawab Nara sambil pamit untuk istirahat kekamarnya.
"Ya sudah." Nara hanya tersenyum tipis didepan ayah.
"Enak ya makan diluar bareng temen baru." Sindir tantenya dengan sinis akan tetapi nara hanya diam tidak memperdulikan perkataan tantenya yang menyakiti hatinya.
"Kamu kenapa seperti itu kepada nara? memangnya nara salah apa ke kamu? sampai kamu membencinya?" Tegur ayah dengan sedikit lembut.
"Ya karena kamu lah, siapa lagi yang nggak peka selain kamu, denger ya mas, kamu tuh terlalu perhatian ke nara, nggak pernah sejarahnya kamu nganter anak sekolah, apa lagi nanyain udah makan apa belum, nggak pernah kamu perhatian seperti itu ke bintang nggak pernah sama sekali!" Gerutu tante dengan penuh amarah, belum sempat suaminya menjelaskan ia langsung pergi begitu saja.
Mendengar pertengkaran ayahnya membuat nara semakin ingin pergi dari rumah tanpa ada yang tau oleh siapapun. Untuk mengatasi kesedihannya nara memutuskan untuk belajar mengejar pelajaran yang tertinggal.
Berusaha untuk menggapai cita-citanya dan berusaha mencari cara untuk segera mendapatkan tujuan hidup, tanpa sadar jam sudah menunjukkan untuk makan malam.
"Nara, sudah waktunya makan malam, ayo makan dulu." Pinta ayah sambil mengetuk pintu kamar.
"Nara sudah makan yah, ayah makan aja, nara mau istirahat setelah sholat isya." Ujar Nara dari dalam kamar.
"Beneran kamu sudah makan?" Tanya ayah dengan khawatir.
"Iya yah, nara uda makan kok." Jawab Nara meyakinkan ayah walaupun sebenarnya dirinya sedang menahan lapar, nara tetap menahan laparnya karena tidak ingin ayah terus memberikan kasih sayangnya kepada dirinya saja, setelah selesai sholat isya nara memutuskan untuk tidur.
"Kakak tumben pulang, biasanya kakak selalu pulang ke rumah kakak sendiri." Ujar Adetra dengan mencibir, huzaifi hanya diam tidak menghiraukan cibiran adiknya.
"Kak, menurut kakak teman baru aku gimana? cantik kan? dia tuh baik banget mau bantu aku yang lagi ditindas, padahal dia anak baru di sekolah tapi dia nggak takut dengan mereka" Adetra terus memuji nara.
"Bagus kalau ada teman yang sebaik itu di sekolah kamu. " Jawab Huzaifi dingin lalu pergi begitu saja tanpa ada reaksi yang khusus.
"Dasar kulkas sepuluh pintu, pantes aja nggak ada pengganti kak Tiara." Teriak Adetra kesal. Huzaifi menghentikan langkah kakinya di depan pintu kamar sambil melihat Adiknya dari kejauhan.
"Setidaknya aku bisa setia untuk satu orang yang aku cintai." Ucap Huzaifi sedih. Walaupun tidak terdengar oleh adiknya akan tetapi ia memahami begitu dalam rasa luka dan kehilangan yang simpan oleh huzaifi, walau hanya dengan melihat sikap dingin dan tegas kakaknya.
Keesokan harinya nara sengaja terlambat keluar dari kamar agar ayahnya tidak menunggunya, setelah memastikan ayah telah berangkat kerja nara keluar dari kamar bersiap untuk berangkat sekolah.
"Nara." Tante memanggilnya dari kejauhan, sesaat nara menghentikan langkahnya.
"Nanti siang datang ke kafe seni, temui kenalan tante untuk membicarakan perjodohan kalian!" Titah tantenya tanpa basa-basi. Sesaat nara terdiam membisu ketika mendengar tantenya ingin dirinya sesegera mungkin untuk keluar dari rumah tersebut dengan cara perjodohan.
"Bunda, kak nara masih sekolah, lagian ayah pasti marah besar." Ujar bintang berusaha untuk membantu.
"Jangan sampai ayah tau dong, kalau ayah tau liat aja nanti, tante nggak akan tinggal diam!" Ancam tante dengan tatapan mata yang menakutkan.
"Kak, jangan pergi temui laki laki itu, kakak harus selesai sekolah dulu." Rengek bintang memohon kepada Nara
"Aku akan datang, tante tenang aja." Kata Nara lalu pergi begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments