Kepala Surya masih terasa pening. Penjelasan dari Alfred beberapa menit yang lalu benar-benar membuat otaknya berasap. Sepertinya makan siangnya kali ini adalah otak-otak asap.
Berpikir tentang makan siang, tiba-tiba perutnya berontak ingin diisi. Ia segera mengarahkan langkahnya ke kantin karena kebetulan juga sudah jam istirahat.
Ia segera menuju ke warung paling pojok karena menunya termasuk yang paling marah. Ia sengaja melebihkan jumlah nasinya yang memang digratiskan di warung ini. Meskipun demikian Surya tetap mengambil dalam batas wajar.
Dalam sekejap nasi telah diguyur kuah rawon ditambah lauk tahu dan kerupuk udang. Menu ini Surya cukup membayar sepuluh ribu rupiah saja.
“Tiap hari rawon terus nggak bosen tuh anak?”
“Biasalah itu orang miskin yang penting makan.”
“Kok bisa ya ada anak miskin bisa masuk sekolah ini?”
“Namanya juga sekolah negeri mau kaya mau miskin ya bisa aja masuk.”
“Denger-denger biar miskin gitu dia selalu dapat juara umum lho.”
“Sering dapat juara kalo nggak punya koneksi dan duit nggak bakalan sukses.”
Begitulah kasak-kusuk yang Surya dengar sepanjang perjalanannya ke meja. Meski sudah terbiasa dengan cemoohan mereka tapi tidak bisa dipungkiri jika hatinya juga bisa sakit.
Surya duduk tanpa menghiraukan suara sumbang yang mengiringi acara makannya. Ia dengan lahap menyantap rawon tanpa daging didepannya.
Acara makannya baru setengah jalan dan makanan di piringnya masih setengah penuh, tiba - tiba ada sekumpulan bayangan yang menutupi mejanya. Nampaknya ada beberapa orang kurang puas hanya dengan berbicara di belakangnya dan memutuskan untuk menghadapinya langsung.
“Pantes dari tadi gue nyium bau aneh dari sini. ternyata ada ada bau ini.” suara cempreng Sania menggema di seantero kantin. Suara “indah”-nya berhasil menarik perhatian seluruh pengunjung kantin.
“Emang ada bau apa, San?” Tanya Yeni yang masih satu geng dengan Sania.
“Bau kemiskinan!” Ketus Sania dan disambut oleh tawa seisi kantin.
Meskipun nafsu makannya raib seketika sejak kedatangan empat kuntilanak ini. Surya masih tetap berusaha menelan sarapan, makan siang dan bisa jadi makan malamnya ini. Sudah terlanjur dibayar tak boleh disia-siakan.
Melihat kehadirannya sama sekali tak diindahkan oleh Surya, membuat Sania naik pitam. Gadis teman sekelas Surya itu tiba-tiba menggebrak meja.
Surya berhasil bertahan untuk tidak terlompat karena kaget. Kalau dia sampai terlompat bisa hilang harga dirinya. Segera saja ia menuntaskan rawonnya dan mengelap bibirnya dengan tisu.
“Ternyata selain miskin kamu juga tuli.” Suara Sania kembali menggema.
Surya yang sudah selesai dengan aktivitasnya segera berdiri dan mencondongkan tubuhnya. Jarak wajah keduanya cukup dekat membuat pipi Sania memerah. Surya tidak memperdulikan hal itu, tetapi pandangannya terfokus pada hidung gadis di depannya.
Tanpa sadar Sania menahan nafasnya. Meskipun ia sudah sering berhadapan dengan lawan jenis tapi tidak ada yang pernah sedekat ini padanya.
Kalau Sania boleh jujur sebenarnya penampilan Surya lumayan tampan. Tubuhnya juga tinggi dan atletis. Cowok seperti ini adalah idaman Sania. Hanya saja pemuda di depannya ini berasal dari keluarga kurang mampu. Seandainya Surya berasal dari keluarga menengah ke atas, Sania tidak akan keberatan berteman atau bahkan pacaran dengan Surya.
“Aneh.” Gumam Surya singkat.
Sania yang mulai mendapatkan kesadarannya kembali merasa tersinggung dengan ucapan Surya. Hilang sudah ketertarikan Gadis itu terhadap Surya. Dan kini matanya berubah nyalang “Aneh? Apanya yang aneh? Kamu yang aneh!” Sewot Sania.
“Setauku yang namanya bau itu ya wangi, amis, atau busuk. Nggak pernah tuh nyium bau kemiskinan. Biasanya yang bisa nyium kayak gitu ya yang setipe.” Jawab Surya santai
“Maksud kamu aku juga miskin gitu, kayak kamu?” Mata Sania makin melotot.
“Aku nggak bilang.” Surya menyunggingkan senyum tipis dan berlalu meninggalkan keempat teman sekelasnya yang masih berdiri di tempat..
Karena tidak memesan minum Surya yang masih seret kerongkongannya bergegas menuju ke keran air di depan kantin dan langsung minum dari sana.
Surya menghela nafas frustasi karena menyadari empat gadis tadi mengikutinya. Baru saja Sania mau membuka mulutnya, Surya lebih dulu bersuara.
“Kalau mau ikut minum harap antri!”
Mendengar kalimat Surya, Sania menghentakkan kakinya dengan kesal dan pergi begitu saja.
Menghadapi gadis seperti Sania benar-benar melelahkan batinnya. Walaupun parasnya memang cantik namun mulutnya tajam. Bagi Surya yang sudah terbiasa menghadapi situasi ini otaknya harus bekerja lebih keras agar tidak kalah omong dengan gadis itu.
Beberapa saat kemudian bel jam kelima berbunyi. Saatnya kembali berkutat dengan pelajaran. Ia harus belajar giat agar bisa mendapatkan beasiswa di Universitas Indonesia. Ia ingin menimba ilmu mengenai manajemen bisnis.
Surya ingin membuat sebuah jaringan bisnis yang kuat di masa depan. Ia ingin mengubah stigma dirinya yang selalu dicap miskin. Tetapi ia juga tidak ingin menghambur - hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak perlu.
Uang yang didapatkan dari warisan Frederick Langdon memang sangat banyak. Tetapi uang itu suatu saat pasti akan habis. Apalagi menurut Alfred akan ada banyak orang yang mengincar harta itu jika tersebar kabar bahwa yang mendapatkan wasiat itu hanya Surya seorang.
Bukannya Surya meragukan kemampuan Alfred untuk menutupi jejaknya. Namun ia harus tetap berhati - hati karena cepat atau lambat bau bangkai pasti akan tetap tercium seberapa rapi pun dikubur.
Rencana jangka panjangnya adalah ingin menggunakan uang itu untuk menguatkan posisinya sehingga jika suatu saat orang-orang itu muncul, ia sudah siap menghadapi mereka.
Demi tujuan ini pula ia tidak boleh terlalu menonjol dalam membelanjakan uang ini. Surya tidak ingin membuat dirinya mencolok dan mengundang perhatian yang diinginkan dari pihak - pihak tertentu.
Sekarang masih ada waktu satu minggu sebelum proses transfer selesai. Masih ada waktu untuk memikirkan langkah apa yang harus ditempuh untuk mengamankan asetnya.
Tepat pukul tiga seluruh pelajaran telah selesai. Surya yang tidak memiliki kesibukan klub atau ekstrakurikuler segera beranjak keluar sekolah. Giliran kerja sampingannya akan dimulai pukul empat dan dia harus pulang dulu untuk bersih - bersih dan mengganti seragamnya.
Dia baru saja masuk gang komplek rumahnya ketika pandangan menangkap kegaduhan di halaman rumahnya. Banyak warga yang berkumpul dan ada setumpuk barang yang sepertinya adalah miliknya.
Merasa ada yang tidak beres Surya segera mempercepat larinya menuju rumahnya.
Dengan susah payah ia menerobos kerumunan warga untuk melihat situasi rumahnya. Meskipun warga berjubel, sebenarnya hanya butuh waktu kurang dari lima menit bagi pemuda bertubuh kekar itu untuk sampai di depan pagar halamannya.
Dengan mata kepalanya sendiri Surya melihat beberapa orang tengah mengangkut semua perabot peninggalan orang tuanya keluar rumah dan menumpuknya di tengah halaman. Seorang pria berusia tiga puluhan dengan pakaian rapi tampak berdiri di dekat pintu. di tangannya terdapat beberapa dokumen. Sepertinya orang itu yang bertanggung jawab di sini.
“Ini ada apa, Pak? Kenapa semua barang saya dikeluarkan?” Tanya Surya saat mendekati orang tersebut.
“Oh, jadi kamu yang tinggal di rumah ini.” Pandangan pria itu tampak sinis dan merendahkan Surya. Tentu saja Surya langsung merasa jengkel terhadap pria itu.
“Iya betul saya yang tinggal di sini.”
“Ini surat perintah penyitaan dari bank karena jatuh tempo pembayaran hutang.” Pria itu dengan kasar menyodorkan dokumen di tangannya tadi ke wajah Surya.
Hutang? Siapa yang berhutang? Kedua orang tuanya tidak pernah bercerita kalau mereka memiliki hutang. Bahkan tidak pernah sekalipun berurusan dengan utang piutang dengan bank manapun.
Pria di depannya menggoyang-goyangkan dokumen itu karena Surya tak kunjung mengambilnya. Meskipun Surya bertubuh lebih tinggi ia tetap berusaha menghormati pria di depannya dengan menerima dokumen tadi.
“Apaan ini!?” Pekik Surya tertahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Imam Sutoto
gile keren banget nih lanjut
2024-05-29
1
Haruki Yuuka
kak,ada typo😁
2024-01-09
0
Diah Susanti
lha aq kalo lagi nyekar ke pemakaman kok gk pernah nyium bau bangkai.
2023-12-10
0