Anxin pun dimasukan kedalam penjara. Wanita itu sedikit bersyukur, setidaknya dia diberi penjara sendiri dan tidak digabung dengan orang-orang yang sudah berpenampilan sedikit mengerikan itu.
‘’Hei, sampai kapan aku akan berada disini?’’ tanyanya pada satu pengawal yang tadi membawanya ke penjara.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
‘’Sampai waktunya kau dieksekusi.’’ Si pengawal menjawab dengan santai. Tidak tahu saja dia kalau tubuh Anxin langsung bergetar, jantungnya langsung berpacu dengan cepat saking takutnya pada apa yang diucapkan pengawal itu. Kakinya sampai lemas dan tidak mampu menanggung berat tubuhnya, alhasil, tubuhnya jatuh. Bukannya bangun, wanita itu malah menangis, membayangkan apa yang akan terjadi padanya nanti.
Hari-hari berlalu, penampilan Anxin semakin memprihatinkan. Wanita itu tidak pernah sekalipun menyentuh makanan yang diberikan oleh pengawal, dia ingin membuat dirinya kelaparan dan mati secara perlahan, setidaknya itu masih lebih baik daripada hukuman eksekusi yang harus ditanggungnya.
Tubuh Anxin semakin lemah, dia hampir tidak kuat lagi. ‘’Siaall, kenapa aku belum mati juga sih? Harus berapa lama lagi aku menahan kelaparan seperti ini?’’ gerutunya karena kesal dia belum juga mati, setelah menahan lapar selama berhari-hari.
Disaat yang sama, seorang pengawal masuk dan kembali memberikan makan untuknya. Anxin menelan salivanya beberapa kali, matanya berbinar melihat makanan itu, tetapi dia terlalu takut untuk menyentuhnya. Wanita itu hanya tidak ingin kembali sehat dan bugar, lalu dirinya malah akan dieksekusi, itu sangat menakutkan untuknya. Jadi, untuk kesekian kalinya, dia kembali tidak menyentuh makanannya.
Hari hampir malam, saat si pria bertopeng, muncul dan mendatanginya. ‘’Apa kau benar-benar ingin mati?’’ tanya pria itu.
Anxin hanya menggeleng pelan dan tanpa sadar, dia mulai menangis. Walau dia sering mengatakan lebih baik untuk mati kelaparan, tapi nyatanya, dia belum mau mati di usianya yang masih terbilang muda.
‘’Hei kenapa kau malah menangis?’’
‘’Kenapa kau jahat sekali, aku bahkan tidak mengenalmu, kenapa kau malah ingin memberiku hukuman eksekusi?’’
Si pria lantas heran dengan ucapan Anxin. Hukuman eksekusi, memangnya kapan dia mengatakan akan mengeksekusi wanita itu? Pikirnya, tetapi tidak lama dia sudah tertawa kecil, karena kebodohan Anxin yang memilih kelaparan karena takut akan hal yang sebenarnya tidak perlu untuk dia takuti.
‘’Kenapa kau malah tertawa, apa nyawaku begitu lucu dimatamu?’’ Anxin terlihat kesal, bagaimana bisa ada orang yang menertawai nyawa orang lain? Pikirnya, lalu mengumpati pria itu dalam hatinya, ‘’dasar pria gila, menakutkan, aneh, breenggsek, sok jago.’’ Seandainya bisa, dia ingin mengutuk pria dihadapannya itu, terserah mau jadi apa, batuk kek, nyamuk kek, rumput atau lain sebagainya, asal dia tidak bisa melihat lagi rupa dan bentuk pria bertopeng dan menakutkan itu.
‘’Siapa yang mengatakan kalau kau akan dieksekusi?’’ tanya pria itu masih dengan tawanya.
‘’Pengawalmu.’’
Semakin besar saja tawa pria itu. ‘’Aku tidak ingin mengeksekusi wanita sepertimu, setidaknya tidak disaat tubuhmu kurus seperti ini.’’ Si pria malah menggoda Anxin.
Anxin menatapnya dengan perasaan kesal dan juga bercampur takut. ‘’Bagaimana bisa ada orang yang mengucapkan kalimat menakutkan itu dengan nada santai? Dasar psychopath!’’ Dia kembali memaki dalam hatinya.
‘’Sudahlah, lebih baik kau makan, agar aku bisa segera mengeksekusi mu. Coba kau bayangkan, bukankah hal itu lebih baik daripada kau harus menahan lapar seperti sekarang? Eksekusi tidak akan membuatmu menderita, hanya sekali tebas dan kau langsung kehilangan nyawamu.’’
‘’Kau pikir aku sudi kehilangan kepalaku juga?’’
Si pria tidak mempedulikan, dia malah membuka pintu penjara Anxin dan dengan santainya masuk dan duduk di samping wanita itu, lalu memberikan beberapa wadah makanan yang dibawanya. Si pria sempat tersenyum, melihat Anxin yang beberapa kali menelan salivanya.
‘’Makanlah dan jangan memikirkan soal eksekusi.’’
‘’Bagaimana aku tidak memikirkannya, itu berhubungan dengan nyawaku.’’
‘’Kelaparan seperti ini, bukannya berkaitan dengan nyawamu juga?’’
‘’Tapi tidak setragis di eksekusi.’’
‘’Sudahlah makan saja, jangan pikirkan hal itu lagi, aku tidak akan mengeksekusi mu.’’
Anxin menyatukan alisnya. Entahlah, dia harus mempercayai ucapan pria itu atau tidak. Jelas-jelas pria itu yang sudah memenjarakannya. Tapi, entah kenapa hati kecilnya ingin mempercayai pria itu. Dia pun mulai memakan makanannya. Semuanya baik-baik saja, sampai beberapa menit setelah kepergian pria itu, beberapa mengawal datang dan langsung membawa Anxin keluar dari penjara.
Axin langsung tersenyum sumringah, dia berpikir kalau para pengawal akan membebaskannya, tetapi dugaannya salah, dia malah dibawa ke tempat eksekusi. Dia melihat beberapa tahanan juga. Tubuhnya mulai bergetar ketakutan, saat dirinya di dudukan bersama dengan beberapa tahanan. Dalam hatinya, dia memaki dirinya yang sudah mempercayai ucapan si pria bertopeng. Harusnya dari awal dia tahu kalau pria itu hanya membohonginya.
Satu persatu dari tahanan dieksekusi, Anxin hanya bisa menutup rapat matanya, dia terlalu takut untuk melihat apa yang terjadi. Sampai tiba pada gilirannya, dia mendengar dengan sangat jelas, bunyi pedang yang diseret di depannya. Berbeda dengan saat mengeksekusi tahanan lain, kali ini si pengeksekusi seperti tengah mengetes tingkat ketakutan Anxin. Bagaimana tidak, sejak tadi, Axin hanya mendengar suara pedang yang beradu dengan lantai dan sialnya, si pengeksekusi sempat-sempatnya bertanya tentang kesiapan Anxin untuk menghadapi maut, lucu bukan?
Anxin berteriak dalam hatinya, saat mendengar suara pedang yang beradu dengan angin, dia yakin, dalam hitungan detik saja, pedang itu sudah akan menghampiri dan memisahkan kepala serta tubuhnya.
‘’Aakkhhh.’’ Anxin berteriak dengan sangat keras, saat tubuhnya merasakan sakit, karena saling menghantam dengan permukaan yang keras. Apa itu? Anxin memberanikan diri untuk membuka matanya.
‘’Lantai? Dia langsung membawa matanya ke seluruh ruangan dan tidak lama dia langsung bernafas legah, ternyata hal menakutkan tadi hanya mimpi. Dengan cepat juga, dia berdiri dari rebahannya, dia tidak peduli lagi akan rasa sakit akibat tubuhnya yang terjatuh ke lantai.
Dengan cepat dia melangkah menghampiri cermin yang ada di kamarnya. ‘’Kepalaku masih ada,’’ ucapnya dengan perasaan legah.
‘’Kau kenapa?’’ Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka, memperlihatkan Fefei, si wanita cantik yang adalah sahabat baiknya. ‘’Kau kenapa?’’ tanya wanita itu lagi pada Anxin.
‘’Aku tidak pa-pa,’’ jawab Anxin sambil tersenyum senang.
‘’Lalu kenapa kau berteriak dengan keras seperti tadi, bikin khawatir saja.’’
Anxin pun hanya menyengir. ‘’Jatuh dari tempat tidur.’’
‘’Itu akibat dari kau yang malas bangun pagi. Lihatlah, sampai ranjang saja ingin menendangmu pergi.’’ Setelah itu, Fefei kembali menutup pintu kamar Anxin dan langsung pergi begitu saja.
Anxin dan Fefei, pertama kali bertemu dibangku kuliah, hingga saat ini, keduanya sudah saling mengenal selama hampir 5 tahun. Mereka berprofesi sebagai Pharmacist. Karena belum menikah, keduanya memutuskan untuk tinggal bersama. Alasannya adalah, biar bisa saling menjaga dan tentunya untuk lebih menghemat pengeluaran.
*****
Hari yang tadinya terang, kini sudah berubah menjadi gelap. Matahari sudah beristirahat, kini giliran bulan dan bintang yang bertugas untuk menyinari gelapnya malam.
‘’Anxin … Anxin, kau ingin menonton bersamaku tidak?’’ teriak Feifei masuk ke kamar Anxin, dia langsung mengambil remot tv. Kamar Anxin memang tersedia tv yang berukuran lumayan besar, Anxin membelinya, karena kebiasannya yang sangat suka menonton drama, terlebih drama kolosal.
‘’Drama apa?’’ tanya Anxin bangun dari rebahannya.
Bersambung.....
Jangan lupa tinggalkan like dan komennya ya😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments