"Maaf Pak, sebelumnya." Ucap Kak Fatha.
Aku pun menoleh ke arahnya.
"Kalau Hany tidak mau sebaiknya jangan di paksa. Karna sebagus apa pun guru yang akan mengajarinya kalau hatinya tidak berkeinginan maka satu pun pelajaran tidak akan masuk ke otaknya. Karna semua hal harus di mulai dari niat, Pak." Jelas Kak Fatha.
Kakek terlihat berfikir sejenak. Lalu dia pun bicara. "Kalau begitu terserah kamu saja. Pokoknya di ulangan mendatang kamu tidak bole remedial lagi. Kalau nilai kamu masih jelek, terpaksa kamu harus kakek pindahkan." Tekan Kakek pada ku.
Sekarang aku merasa lega karna aku tidak perlu menjadi trending topic di sekolah. Dan juga merasa lega karna tidak menyusahkan Kak Fatha.
"Makasih ya, Kak, karna bisa menyelamatkan aku dari Kakek. Aku merasa lega sekarang." Ucap rasa terimakasih ku pada Kak Fatha.
"Sama-sama. Tapi, sebaiknya Hany pikir-pikir lagi deh, buat belajar kimia-nya. Kakak akan selalu ada buat Hany kalau Hany butuh bantuan. Kakak nggak mau kalau Hany sampai pindah sekolah." Kata Kak Fatha.
"Siap, Kak!" Ucapku dengan semangat.
...----------------...
Sepulang dari sekolah, aku langsung di sambut oleh kedua orang tua ku yang baru pulang dari luar kota. Aku sangat bahagia sekali karna rasa rindu ku sudah terbalas. Aku pun berlari dan memeluk mereka dengan erat. Rasanya kebahagianku sudah lengkap kalau mereka sudah di sini.
"Kalian kapan datang?" Tanyaku.
"Tadi siang, sayang." Ujar Bunda.
"Aku sangat merindukan Bunda sama Ayah." Ucapku.
"Kami juga." Kata Bunda sambil mengusap kepalaku.
Aku memperhatikan mata Bunda yang terlihat penuh kerinduan. Lengkungan senyum terlukis di bibirnya yang tipis. Sungguh dia adalah wanita yang kucintai selain nenekku.
Tiba-tiba setetes air mata menetes di pipinya.
"Bunda kenapa?" Tanyaku dengan heran.
"Tidak apa-apa. Bunda hanya terharu melihat gadis kecil Bunda sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita tanpa sepengetahuan Bunda." Katanya sambil mengusap air mata di pipinya.
Aku hanya tersenyum. Rasanya tidak ada yang bisa ku ucapkan. Aku hanya ingin mengucapkan terimakasih pada Kak Ina yang selama ini menjaga ku.
"Oh, ya, tadi Rain nelfon. Katanya ada perlu. Lebih baik kamu telfon dia lagi sana mana tahu beneran penting." Ujar Bunda.
"Ya sudah, Bun. Aku telfon Rain dulu, ya."
Aku pun pergi meninggalkan Ayah dan Bunda yang masih sibuk mengemas oleh-oleh.
Sesampainya di kamar, aku pun langsung menelfon Rain. Aku merasa penasaran akan urusan penting yang membuat dia tiba-tiba menelfon.
"Halo!" Ucapku ketika telfon tersambung.
"Halo, Han!" Jawab Rain.
"Ada apa?" Tanya ku.
"Kamu lagi apa?"
Kok dia nanya balik. " Nggak ngapa-ngapain."
"Oh.." Sahutnya.
Aku hanya diam dan tidak bicara lagi. Aku hanya menunggu kata-kata dari Rain. Kami hanya terdiam selama beberapa menit. Suara ribut terdengar dari seberang sana. Dan hal itu memunculkan ide untuk memecahkan keheningan ini.
Aku mencoba untuk melontarkan pertanyaan, "Kamu sedang apa? Dan lagi dimana?"
Rain merespon dengan cepat, "Sedang istirahat makan siang di sekolah." Katanya.
"Ohh.." Gumamku.
"Ribut, ya?"
"Heh, iya."
"Kalau gitu aku cari tempat yang agak sepi, ya."
Aku mengangguk.
Aku mendengar kakinya melangkah dan suara keributan pun mulai terdengar samar-samar. Beberapa kali aku mendengar suara orang-orang memanggil namanya dan juga berbicara dalam bahasa Thailand. Pasti kehidupan Rain sangat menyenangkan bisa berada di luar sana. Merasakan suasana baru dan juga bertemu dengan orang-orang baru. Mungkin karna itu juga dia lebih betah tinggal bersama ayahnya ke banding sama ibunya.
"Han! Han! Halo!?"
Mungkin aku melamun begitu jauh sehingga aku tidak sadar sudah beberapa kali di panggil oleh Rain.
"Yah, Halo!" Ucapku.
"Kamu melamun, ya?" Tanya Rain di ikuti dengan suara tawanya.
"Enggak.." Jawabku dengan malu.
"Bohong!" Tegasnya. Aku pun hanya tersenyum malu. "Oh, ya. Aku dengar kamu dapat guru less kimia baru, ya?"
"Hah! Kok tahu?" Ujarku dengan kaget.
"Ya iyalah. Gurunya ganteng, nggak?" Ujar Rain dengan nada menggoda.
"Iihh.. Apa-apaan, sih, Rain!" Kataku dengan nada jengkel.
"Ha ha ha.. Pasti keren. Kalau nggak, mana mungkin Hany marah."
"Iya, sih. Dia itu kakak kelas aku. Namanya Kak Fatha. Ya.. Memang dia itu pintar Kimia." Kataku sambil membayangkan Kak Fatha.
"Kamu suka ya, sama dia?"
Aku sedikit tersenyum, " Hem.. Gimana, ya?" Rain hanya terdiam di seberang sana. "Kayaknya nggak, deh." Lanjutku.
"Lah, kenapa?" Tanya Rain dengan nada kaget.
"Nggak tahu juga. Rasanya kurang tertarik aja gitu. Lagi pula aku rasa aku ini nggak cocok sama dia. Secara kan, dia itu keren, pintar, dan juga anak orang kaya. Pasti sudah banyak cewek-cewek ngantri buat dapatin dia. Udah gitu, mana mungkin dia mau sama aku." Kata-ku dengan sejujurnya.
"Jangan begitu. Kamu cantik kok. Dan juga unik." Ujar Rain dengan nada penuh perasaan.
"Iihh.. Apa-apaan, sih, Rain." Tutur ku.
"Beneran." Dia terdengar sedikit tertawa. "Oh ya, kapan mulai latihannya?"
Aku pun langsung menepis, " Latihan apa? Aku saja nggak jadi less kimia-nya."
"Lah, kok, gitu?"
"Ya, iya. Aku mana mau jadi muridnya Kak Fatha, entar di-bully lagi sama fans-nya."
"Kalau begitu kapan kamu bakalan pintar kimianya?"
"Nggak tahu. Kayaknya aku bakalan nggak naik-naik kelas lagi." Kata-ku dengan nada khawatir.
"Kamu sayang aku nggak?"
Pertanyaan itu hampir membuat ku kaget setengah mati. Kenapa dia berkata begitu di tengah pembicaraan serius.
"Kok bengong? Kalau begitu aku rubah, deh. Kamu sayang Bunda, nggak?" Ulangnya.
"Sayang.." Jawabku dengan bengong.
" Kalau begitu kamu kerja keras dong. Jangan hanya karna kamu benci seseorang kamu bisa menghancurkan hati banyak orang. Coba bayangin kalau kamu nggak naik kelas. Bukan cuma kamu yang sedih, tapi Bunda, Ayah, Kakek, teman-teman kamu, dan juga Aku. Karna itulah kamu harus pikir baik-baik sebelum semuanya terlambat."
Kata-kata Rain berhasil membuka pikiran ku. Kata-kata itu juga berhasil membuat ku terpikir akan kebodohan ku selama ini. Sekarang aku benar-benar merasa sadar akan kesalahanku.
Bulir bening jatuh membasahi pipiku. "Makasih Rain, sudah membuka batin ku." Ucapku sambil tersedu.
"Kamu nangis?" Tanya Rain dengan nada khawatir.
"Enggak. Aku cuma terharu. Pokoknya aku janji bakalan belajar kimia demi semuanya." Kataku dengan semangat.
"Bagus kalau begitu. Kamu mau aku yang jadi guru less kamu?"
"Mau dong!"
"Dalam mimpi aja, ya." Ujarnya di ikuti tawa.
"Iihh.. Rain!"
"Sudah dulu, ya, ngobrolnya. Sudah hampir setengah jam nih, aku telat masuk. Besok kita sambung lagi. Assalamu'alaikum.."
"Walaikumsalam.."
Tuutt!! Tuutt!
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments