"Hany!" Panggilnya.
Aku pun menoleh dan mendapati bobot seorang pria bertubuh tinggi di depanku. Pria itu adalah Rain.
Secara spontan aku pun mendorongnya hingga jatuh ke tanah. Dia terduduk sambil menatapku dengan rasa bersalah. Aku sama sekali tidak ingin membantunya karna hal itu layak untuk dia dapatkan. Rain pun bangkit dari tanah. Dia pun mendekatiku.
"Han, aku benar-benar minta maaf. Aku nggak--"
"Udah, deh, Rain!" Selah ku di tengah kata-kata Rain. "Aku sudah muak dengan semua yang kamu katakan. Dulu kamu janji untuk membuat kedua orang tua kamu rujuk kembali. Tapi, sekarang apa? Kamu malah bahagia dengan keluarga baru mu." Tukasku pada-nya.
Aku pun segerah berlari meninggalkan Rain dengan rasa bersalah yang bergejolak di dada-nya. Aku terus berlari hingga sampai ke rumah. Rasa penat tidak terasa, karna hatiku lebih terpusat pada luka yang ada padanya.
"Eh, Dek Hany kenapa?" Tanya Kak Ina yang mendapati kondisi ku sangat buruk ketika sampai di rumah.
Aku menatap matanya dalam-dalam. Dengan air mata yang kembali terurai aku pun memeluk Kak Ina, "Kak.. Aku rindu Nenek." ucapku.
...----------------...
Terpaan sinar matahari yang menerobos melalui jendela berhasil membuatku terbangun. Aku pun bangkit dari posisi tidur dan mulai bersandar pada bantal. Aku pun melamun untuk beberapa saat. Dan seketika peristiwa tadi malam terlintas di kepalaku.
Aku pun kembali menangis. Hal yang ku harapkan sebagai mimpi buruk bukanlah sebuah mimpi, melainkan kenyataan pahit yang harus ku telan. Aku sangat menyayangi nenek-ku. Dan di satu sisi aku tidak bisa mencegah perasaan kakek pada wanita itu.
Aku mengambil foto nenek yang terbingkai bagus di atas meja lampu. Aku pun menatap wajahnya yang tersenyum kaku di dalam bingkai kecil itu. Seketika semua ingatanku bersama nenek tergambar di depan mataku. Dan hal itu bisa membuatku lebih tenang.
Ketukan pintu dari Kak Ina berhasil membuyarkan semua ingatan itu. Dia memanggilku dengan pelan dari balik pintu kamar. Aku pun beranjak dari tempat tidur dan membuka kan pintu untuk Kak Ina.
"Ada apa, Kak?" Tanya ku ketika wajah Kak Ina muncul di balik pintu.
"Ada tamu, Dek." Ujarnya.
"Siapa, Kak?" Tanyaku dengan penasaran.
"Adek lihat saja sendiri. Dia sudah menunggu di ruang tamu."
"Oh. Ya sudah kalau begitu, Kak. Bilang sama tamunya aku bakalan turun lima menit lagi." Kataku.
"Siap, Dek!" Kak Ina pun pergi meninggalkan ku.
Lima menit kemudian aku baru turun ke ruang tamu. Di sana sudah ada Rain yang duduk berbincang dengan Kak Ina. Aku pun menghampirinya dengan wajah kesal.
"Eh, ini Dek Hany-nya." Ujar Kak Ina ketika melihat aku hadir di tengah perbincangan mereka. "Kalau begitu Kakak kebelakang dulu, ya, masih ada kerjaan di belakang." Kak Ina pun meninggalkan kami berdua di ruang tamu.
Aku pun duduk di kursi yang tadinya di duduki Kak Ina. Aku menatap wajah Rain yang sedikit berubah dari terakhir kali kami bertemu. Sekarang dia sudah terlihat lebih dewasa.
"Bagaimana keadaan kamu sekarang?" Tanya Rain dengan gugup.
Aku sedikit mendengus, "Rain langsung saja, apa tujuan kamu ke sini?" Ujarku tanpa basa-basi.
"Kamu tahu, kan, kalau aku sudah mengenal kamu dari dulu. Aku tahu berapa terguncangnya hati kamu setelah kejadian tadi malam. Dan aku juga tahu, kamu tidak akan datang ke sekolah jika kondisi kamu seperti ini. Jadi.. Karna itulah aku datang ke sini untuk mintak maaf sama kamu." Jelas Rain dengan wajah bersalahnya.
Sejenak aku berpikir tidak ingin memberi kemaafan untuk Rain. Namun, aku sadar kalau ini sepenuhnya bukan salahnya. Dan tidak sepantasnya aku membenci orang yang telah menemaniku untuk tumbuh bersama. Ketulusan pun datang dari lubuk hatiku.
"Aku memaafkan kamu. Aku sadar tidak sepantasnya aku marah sama kamu." Ujarku.
Rain tersenyum, "Makasih Han, aku merasa tenang sekarang. Ini aku bawakan oleh-oleh dari Thailand." Rain pun memberikan sebuah totebag yang sedari tadi tergeletak di atas meja.
Aku pun menerimanya. "Makasih, Rain." Ucapku dengan senyuman.
Rain pun membalas senyumanku, " Iya sama-sama."
...----------------...
^^^Beberapa minggu kemudian..^^^
Aku melamun sambil menatap sepatu ku yang sedari tadi ku goyangkan. Pikiran ku terasa sangat kacau. Jujur, ini tidak ada hubungannya dengan kejadian malam itu. Karena tentang hal itu sudah di tutupi Rain dengan kenangan manis dari-nya.
Sebenarnya aku sedang memikirkan Rain. Sejak kepergiannya seminggu yang lalu aku merasa sangat merindukannya. Jujur saja, rasanya aku mulai menyukainya. Astagfirullahalazim!!
Aku menggelengkan kepala ku sambil menutup mata. Berusaha untuk tidak berpikiran tentang Rain lagi. Jika di teruskan dia bisa membuatku gila. Bagaimana mungkin aku bisa jatuh cinta padanya, secarakan dia masih menjadi musuh ku?
Karena tidak ingin memikirkan hal tentang Rain, aku pun memutuskan untuk melihat jam yang tertempel di dinding katin. Lima menit lagi jam pelajaran kimia akan habis. Aku pun segera meninggalkan kantin dan berlari menuju kelas. Aku sedikit mengendap-endap ketika hampir sampai di kelas. Namun, ketika aku sampai di pintu kelas, semua orang berteriak menyerukan namaku.
"Ada apa?"
Aku pun menengok ke arah meja guru. Di sana ada Bu Mega dan Kakekku yang sedang menatapku dengan serius. Aku merasa bingung untuk berbuat apa sekarang. Untuk ke sekian kalinya aku tertangkap basah cabut di jam Kimia.
"Hany! Ikut ke kantor sama Bapak sekarang!" Ujar Kakek dengan tegas.
Aku hanya mengangguk menuruti perintahnya. Setidaknya aku yakin Kakek tidak akan memarahiku dengan serius.
Sesampainya di kantor kepala sekolah, aku terkejut melihat sosok Kak Fatha di sana. Dia duduk di salah satu kursi yang berhadapan dengan meja kerja Kakek. Dia pun tersenyum ke arah ku. Aku hanya membalas dengan sedikit senyuman.
Kakek pun duduk di kursinya. Dia pun mulai memasang wajah seriusnya.
"Fatha, ini Hany cucu saya. Dia itu suka cabut di jam Kimia dan bermasalah dengan pelajaran itu. Dia bahkan selalu remedial ketika ulangan dan mendapatkan nilai nol." Jelas Kakek pada Kak Fatha. Kakek berhasil membuatku sangat malu di depan Kak Fatha.
"Jadi, bapak ingin saya mengajarkan Hany pelajaran Kimia?" Tanya Kak Fatha yang berhasil membuatku terkejut.
Apa? Kak Fatha jadi guru privat aku? Yang benar saja, bisa-bisa aku jadi trending topic nanti di sekolah.
"Duh, Kakek apa-apaan, sih! Aku bisa belajar sendiri, kok. Nggak perlu guru privat segala." Tukasku.
"Nggak bisa, pokoknya kamu harus belajar Kimia sama Fatha!"
Kakek bersikeras dengan keputusannya. Ya sudah, apa yang mau di perbuat. Dia itu kepala sekolah dan aku murid. Sekali pun aku di suruh bersihkan toilet hal itu harus ku lakukan.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments