"Baiklah bu saya mengerti. Kalau begitu saya permisi kembali ke ruang kerja."
Setelah mendapat pengarahan dari kepala bagian Rania keluar ruangan.
Ia merasa tanggung jawabnya semakin berat disini, selain menjadi staf purchasing kini Rania juga harus sering terjun ke lapangan agar bisa mengontrol pengeluaran juga kualitas jenis bahan baku.
"Disuruh apa sama bu Indah Nia? "
Tanya Erik si cowok flamboyan yang tak lain rekan satu timnya. Ia selalu ingin dipanggil Erika oleh karyawan lainnya, membuat semua orang geli melihat tingkah Erik.
"Aku di suruh terjun ke lapangan Rika, kan aku bukan mandor kenapa bu Indah minta tugas ini aku yang kerjakan? "
Rania meluapkan kekesalannya pada Erik, ia sudah pusing dengan hanya memikirkannya saja.
"Seru tahu Nia, kamu bisa mabal kemana saja kamu mau. Uang jajan disiapkan kantor, kamu tinggal jalan disupirin dan suruh ini suruh itu beres deh. Apanya yang gak enak coba? Bahkan kamu bisa sering ketemu arsitek ganteng berhati iblis itu waw aku sih mau aja gantiin kamu. "
Erik menyenggol lengan Rania layaknya kaum mereka saat kegirangan.
Rania tambah bingung lagi siapa orang yang dimaksud Erik arsitek ganteng iblis apalah namanya itu. Apa mungkin Galih Hartono seperti yang Cecil ceritakan padanya?
...
Seharian Rania bergelut dengan setumpuk pekerjaannya. Desas desus mega projek si iblis dan malaikat ternyata memang benar. Beberapa tim pelaksan berlomba lomba membuat rancangan terbaik mereka demi mendapatkan kepercayaan CEO yaitu Mario.
Yang kena imbasnya malah Rania, kini pekerjaannya menjadi double karena harus terjun langsung ke lapangan untuk mengawasi proyek.
"Emang gila sih mereka berdua, sat set aja bikin projek tiba tiba besok udah harus jadi rancangannya. Cuma dikasih waktu hari ini coba."
Gerutu salah satu tim pelaksana ketika tengah touch up di toilet. Rania yang tengah bersemedi hanya bisa mendengarkan mereka.
"tahu gak katanya untuk mereka berdua bisa sampe sepupuh milyar masing masing. Duh jadi pengen jadi pasangan mereka deh." Tambah salah satu dari ketiganya.
"Terus loe mau jadi murtad demi nikah sama pak Mario ? Kualat lu durhaka sama bokap nyokap."
Sontak Rania terkejut mendapati fakta kalau Mario ternyata tidak seiman dengannya. Terkikis sudah harapan dari lubuk hati Rania yang terdalam, bahwa sesungguhnya ia mulai terbiasa dengan kehadiran Mario dihidupnya. Apalagi kini mereka hidup berdekatan mulai dari tempat kerja juga tempat tinggal.
Kembali ia menepis hal yang tak mungkin, ia menggelengkan kepalanya berkali kali menyadarkan diri juga posisinya.
Baginya setahun lebih belum cukup untuk mengistirahatkan perasaan dan juga hatinya. Kini Rania yakin belum saatnya untuk jatuh cinta lagi. Ingat luka lama pun belum sembuh total ia tak ingin mengulang kesalahan dalam memilih orang.
Hari ini cukup melelahkan bagi Rania karena ia harus memulai tugas barunya dengan mengecek lokasi proyek.
Untungnya ia tak harus bertatapan langsung dengan Mario. Karena Mario harus terbang ke Jepang untuk mengecek usahanya disana, kabar itu Rania Terima dari kepala proyek. Ia bisa bernafas lega setidaknya Rania akan bebas tanpa harus bertemu dengan Mario.
Di jam pulang kerja Rania yang hendak absen dihadang oleh Cecil, Cecil manyun menunjukkan wajah kesal pada Rania.
"Apa lagi Cil? Aku capek mau pulang nih. "
Tanya Rania memasang muka malas berdebat. Sejak mengetahui keputusan HRD mengangkat Rania menjadi pengawas proyek Cecil terus mengirim Rania pesan kalau ia merasa iri dan ingin menggantikan posisi Rania.
"Tadi kamu ketemu sama pak Mario? Nia aku mau dong ikut proyek ini, aku kan staf keuangan jadi aku juga bisa kan sering ke proyek buat cek."
"Cil please jangan bahas ini dulu ya, mending kamu bicara langsung ke HRD. Maaf aku mau pulang duluan Cil."
Sejujurnya Rania sedikit risih karena Cecil terus saja merengek minta gabung dengan proyek terbaru perusahaan mereka. Semua alasannya hanya karena ada Mario. Cecil sangat terobsesi pada Mario saat ini.
"Ih Nia gak asik banget sih, awas saja kamu."
Cerutu Cecil setelah Nia meninggalkannya begitu saja.
Rania menghempaskan tubuhnya keatas tempat tidur, pikirannya kembali tertuju pada pekerjaan yang menurutnya tidak asik lagi. Kedepannya Rania harus sering panas panasan di lapangan, belanja ke toko bahan bangunan bahkan bisa saja meeting bersama Romario atau Galih.
"Kira kira dia di Jepang berapa hari? "
Terlintas diingatan Rania jika Mario beberapa hari ini tidak terlihat batang hidungnya baik dikantor maupun kos rumah jambu.
"Nia, , , apa apaan kamu ini kenapa malah memikirkan Mario? Ini tidak bisa dibiarkan ! Mending aku refreshing otak untuk sejenak."
Bergegas Rania masuk ke kamar mandi yang super bersih dan rapi miliknya. Ia berniat ingin pergi ke suatu tempat untuk menjernihkan pikiran.
Cukup singkat perjalanan Rania kini ia sudah tiba di tempat tujuannya yaitu tempat karoke keluarga. Nia biasanya melampiaskan kekesalannya dengan bernyanyi seorang diri.
Ia di antar oleh petugas menuju ruang nomer delapan, setelah diberitahu peraturannya petugas itupun meninggalkan Rania seorang diri.
Rania merupakan tipe perempuan yang cukup bisa menyanyi, tidak buta nada juga memiliki karakter suara husky.
Akibat terlalu meresapi lirik lagunya Rania tanpa sadar menitikan air mata.
Perjalanan cintanya yang berakhir luka membuat ia takut untuk menyukai seseorang lagi.
Tok tok tok, , ,
Pelayan itu masuk setelah mengetuk pintu, dia membawa sebuah nampan berisi mineral botol dan buah potong. Rania mengkerutkan dahinya bingung.
"Mas saya belum pesan apa apa, , " Rania.
"Ini dan juga karaoke roomnya sudah dibayar mba, sama bapak yang ada disebelah kiri. Saya permisi dulu. "
Terang petugas laki laki tadi.
Karena penasaran akhirnya Rania keluar lalu mengintip dari kaca pintu siapa orang yang sudah membayar tagihannya.
Ternyata pria tersebut tengah asik berdansa bersama dua gadis, satu diantaranya memegang mic menyanyikan lagu up beat memekik telinga.
Rania tidak mengenal orang itu sama sekali namun ketika ia hendak memegang knop pintu untuk masuk seseorang menahan pergelangan tangannya.
"Jangan masuk! "
Perintahnya, tanpa aba aba Rania ditarik olehnya menuju pintu keluar.
"Kamu sedang apa disini hemm? Kamu pikir ini tempat yang bisa kamu kunjungi? Lihat dirimu yang tanpa berpikir hendak masuk ruangan tadi? Bagaimana jika orang yang kamu temui itu jahat?"
Tanyanya bertubi-tubi membentak Rania didepan para tamu waiting list juga receptionist.
"Sudah puas tuan Romario? Ada hak apa anda melarang saya datang ke tempat manapun? Ini semua bukan urusan anda. Kalau bukan karena anda saya tidak akan berakhir ditempat ini."
Rania berlalu pergi meninggalkan laki laki yang ternyata Mario. Entah Rania tidak tahu sejak kapan bosnya kembali dari perjalanan bisnisnya.
Mario mengejar langkah gadis yang sudah beberapa hari ini ingin ia temui. Penatnya bekerja membuat Mario berpikir jika ia harus bertemu Rania secepatnya setelah kembali ke Indonesia.
"Apa maksud dari ucapanmu yang terakhir Nia?"
Tanya Mario kini sudah menghadang didepan Rania.
"Anda sengaja membuatku susah ditempat kerja, aku penasaran sekali kenapa repot repot melakukannya?"
Rania kesal atas tindakan Mario dan ini saatnya ia menuntut penjelasan.
"Aku hanya ingin berteman denganmu, mengenalmu lebih jauh itu saja."
Mario secara jantan mengakui niatnya pada Rania.
"Untuk apa? Dalam suatu pertemanan tidak akan berhasil jika itu pria dan wanita. Tolong saya hanya ingin menjalani hidup dengan tenang. Lebih baik bapak cari orang lain saja." Rania menyetop sebuah taxi yang kebetulan kosong. Mario mengendurkan dasinya yang membuatnya terasa sesak.
Romario Sastra Wijaya, lahir di kota Rome Italia ketika sang mama ngidam ingin melahirkan di kota pizza itu. Usianya menginjak tiga puluh tahun ini, sejak lulus kuliah Mario sudah memimpin perusahaan sang papa. Dimana sebelumnya ia hanya karyawan magang di departemen perencanaan anggaran.
Dia bukan tidak ingin menjalin hubungan serius apa lagi menikah, hanya saja Mario belum menemukan sosok yang ingin ia ajak ke pelaminan.
Mama dan papanya berulang kali menjodohkan Mario dengan anak dari teman temannya namun selalu gagal. Mario jengah dan berjanji akan serius mencari pendamping hidup jika mereka berhenti memaksa.
"Halo ma,,, ada apa? "
Tanya Mario setelah mengangkat panggilan dari mama tercinta.
"Mario, kamu dimana nak? Katanya kamu sudah landing di Jakarta, mama kangen pengen ketemu."
Rengek sang mama disebrang telpon.
"Nanti ya ma, saatnya tiba Rio akan pulang membawa sesuatu."
Katanya pasti berjanji pada mama yang mengerti apa maksud dari ucapan anak satu satunya itu.
"ASAP ya Mario, mama dan papa pengen segera menimang cucu. Mama tidak peduli dengan status maupun latar belakang yang penting kamu bahagia, asal seiman sama kamu nak."
Mario sejenak memejamkan matanya mendengar kalimat terakhir.
"Nanti Mario telpon mama lagi, Rio masih ada pekerjaan see you ma luv you. "
Segera Mario pergi menuju basement untuk mengambil mobilnya.
"Apa apaan ini Mario, kenapa lu ninggalin pesta kita hah?"
Temannya tiba sebelum Mario masuk kedalam mobil.
"Next Time Gall, gue ada keperluan mendadak. Tagihannya biar masuk ke invoice kantor gue."
Segera Mario tancap gas meninggalkan pria yang kini mendengus kesal.
"Sial, dia pasti mengejar cewek itu. Harusnya gue masuk tadi kedalam."
Umpat pria itu lalu kembali ke dalam karoke room.
"Baby,,, ayo kita habiskan malam ini dihotel dekat sini, aku sudah tidak sabar ingin memuaskanmu."
Wanita penghibur dengan pakaian serba kurang bahan itu bergelayut manja dibahu pria yang ia panggil baby.
"Shut the **** up *****! Tidak ada yang bisa memuaskanku didunia ini kecuali uang, pergilah dan menginap saja sendiri."
Dia melemparkan seikat uang pecahan seratus ribu keatas meja lalu pergi begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments