"Mas, yuk makan. Aku sudah menyiapkan makanan kesukaan kamu," ucap Alaura yang sering disapa Laura, memeluk mesra Hiko yang masih bergelung di dalam selimutnya.
Laura tersenyum saat melihat wajah polos Hiko yang masih menutup matanya. Dia mengecup seluruh wajah Hiko dengan gemas karena rasa rindu yang memasuki relung kalbu. Karena sudah dua hari ini Hiko ke luar kota untuk perjalan bisnisnya, dan Laura pun dengan setia menunggu kepulangannya.
Melihat suaminya yang tak kunjung bangun, Laura berinisiatif untuk menggodanya suaminya. "Sayang, yuk bangun. Kita sarapan dulu, yuk." Laura mencoba membangunkan Hiko dengan mengelus kepalanya dengan lembut. Yang kadang juga meremas kepalanya karena gemas.
Dan berhasil, Hiko mulai menggeliat dan perlahan membuka matanya. Kemudian Hiko tersenyum manis ketika melihat Laura yang sudah cantik berada di depan matanya.
"Good morning, Baby!!" Tak lupa Hiko pun mengecup bibir Laura seperti rutinitas paginya.
Wanita berlesung pipi itu tertawa. "Ngawur, ini siang menjelang sore, Sayang. Kamu nglindur ya?" Dia tertawa kembali seraya menutup mulutnya.
Hiko gegas bangkit kemudian menarik Laura dalam pelukannya. menindih tubuh Laura di bawah kungkungannya. Dia tersenyum menatap wajah cantik istrinya tersebut. Walau dia tak menampik ada bayangan Luna di sana. Namun dia berusaha menghilangkan bayangan wanita itu dan ingin menikmati harinya bersama Laura.
Hiko segera melahap bibir Laura yang sudah menggodanya sedari tadi. Menikmati lembutnya bibir yang menjadi candunya selama ini. Dan Laura pun tak ingin kalah dari Hiko, dia segera meraih tengkuk Hiko untuk memperdalam pagutannya. Pagutan panas penuh gelora pun tak terelakkan lagi antara mereka berdua.
Setelah membersihkan diri dari permainan panas mereka, mereka menyantap makanan mereka yang sudah dingin itu.
"Nah kan sudah dingin? Kamu sih, Yank?" ucap Laura dengan merengut. Bagaimana tidak sedikit kesal karena dia sudah bersusah payah memasaknya tapi Hiko makah mengajaknya berantem di ranjang, sehingga mengabaikan makanan itu dan sekarang berubah dingin.
Hiko tersenyum senang dan menggeleng, "Tak apa, Sayang. Begini saja aku udah seneng banget. Terima kasih ya sayangku," Hiko kembali mencium puncak kepala Laura memberikan penghiburan.
Laura tersenyum menatap Hiko yang tak pernah membuatnya kecewa. Lalu dia menyendok kan makanan itu dan menyodorkan ke depan Hiko.
Hiko yang mengerti maksud Laura pun segera membuka mulutnya untuk menerima suapan itu. "Sempurna." ucapnya kala mengecap enaknya masakan istrinya tersebut. Ia tidak pernah kecewa dnegan pelayanan Laura yang sangat memanjakan dirinya.
"Biar aku suapi kamu lagi, Mas. Aku kangen banget sama kamu."
"Tapi kamu juga harus makan, Sayang. Aku nggak ingin kamu sakit. Pasti kamu jarang makan kan saat aku tak di rumah?"
Laura hanya tersenyum sebagai jawaban. Entah kenapa saat Hiko pergi kali ini rasanya hatinya tak nyaman. Pikiran yang tak karuan memikirkan suaminya. Padahal sebelumnya tak pernah dia rasakan seperti ini.
Hiko yang melihat Laura yang melamun, segera menangkup pipinya, membuat Laura terkesiap lalu menatap ke arah suaminya.
"Nah, kan kamu melamun? Kamu mikirin apa, sih? hhmm? Bilang sama aku."
Laura hanya menggeleng. Dia berusaha percaya dengan sang suami. Meskipun tak menampik ketakutan godaan wanita lain terus mengusik hatinya. Apalagi dia??
Ah, sudah lah. Sebaiknya dia mempasrahkan semua pada yang di atas. Laura percaya apa yang terjadi padanya adalah kehendak sang takdir dan itu mungkin yang terbaik untuk mereka berdua.
"Sayang!! Kamu kenapa, sih? Aku nggak suka lho kamu melamun gitu?" tegur Hiko karena tak biasanya melihat Laura yang seperti itu.
Ada yang lain yang sedang di sembunyikan oleh Laura. Tapi dia tak tau itu apa karena Laura tak mau mengatakannya. Biasanya Laura akan bercerita kepadanya tentang apapun, sehingga tiada rahasia di antara mereka berdua.
Namun untuk masalah Luna, Hiko masih menunda waktunya untuk mengatakan semuanya. Dia butuh waktu dan keberanian untuk mengatakan kejujuran pada Laura. Dia takut jika Laura tak akan menerimanya dan pergi dari sisinya. Hiko tak mau itu terjadi, karena dia amat sangat mencintai istrinya tersebut.
Laura menggeleng seraya tersenyum. Kemudian melepas tangan Hiko yang masih berada di pipinya. Laura mulai melahap makanannya kembali tanpa menoleh ke arah Hiko yang masih menatapnya penuh tanya.
Mereka makan dalam diam karena larut dalam pikiran masing-masing. Laura takut mengakui kejujuran itu, dan mungkin sampai nanti pun dia tak akan pernah jujur untuk itu. Biarlah dia melewati semua tanpa Hiko tau semuanya. Yang terpenting Hiko selalu berada di sampingnya dan selalu ada untuknya.
Setelah selesai makan, Laura segera membereskan piring kotor bekas makanan mereka. Sedangkan Hiko sudah kembali berkutat dengan laptop dan beberapa berkas yang dia bawa dari luar kota.
Prang...
Laura terduduk di kursi kembali. Memegangi perutnya dan mendesis kesakitan merasakan perutnya yang bagaikan di tusuk-tusuk pisau tajam. Hingga dia tak memperdulikan piring yang sudah berantakan di lantai.
"Aakh, kenapa rasanya sakit seperti ini?" rintih Laura seraya mencengkeram tisu di tangannya.
Hiko yang mendengar ada keributan, segera berlari ke arah sumber suara. Dan melihat Laura yang sedang mengerang menahan sakit.
Pria segera berjongkog dan menyentuh kepala Laura. Ia terkejut ketika melihat Laura yang sudah pucat pasi dengan keringat dingin di kening dan tangannya. .Tanpa berkata apapun, Hiko segera membopong Laura kekamar mereka yang yang terletak di samping ruang tamu.
Hiko meletakkan Laura dengan perlahan karena tak ingin membuat Laura tambah kesakitan. Kemudian bergegas mengambil gawainya untuk memanggil dokter Soraya, dokter yang selalu memeriksa kesehatan Laura.
Setelah selesai menelpon, Hiko segera menghampiri Laura yang masih merintih kesakitan.
"Masih sakit, Sayang?" tanya Hiko dengan lembut. Tangannya mengusap perut Laura berharap sakitnya bisa berkurang.
Laura mengangguk, setitik air mata jatuh membasahi pipinya. Entah apa yang di rasakannya kini, hanya Laura yang tau.
Hiko mengusap air mata itu. Lalu mengecup kening Laura dengan sayang. "Aku akan menunggumu di sini dan berbagi sakit denganmu. Kamu boleh mencengkeram tanganku jika rasa sakit itu kembali datang." lirih Hiko menatap tak tega pada istrinya yang menahan kesakitan seorang diri. Lalu Hiko mengecup punggung tangan Laura yang terasa dingin itu.
Laura memaksakan senyumnya, namun Laura tak ingin membuka matanya. Ada rasa pilu saat menatap wajah tampan Hiko. Seakan membuat Hiko tak tega jika akan meninggalkannya.
Tak lama kemudian, dokter Soraya telah sampai di rumah Hiko dan segera menuju ke kamar utama.
Dia melihat Laura, sang sahabat yang memejamkan matanya. Dan Hiko tampak sekali rasa khawatir dari wajahnya ketika menatap istrinya.
Dengan segera Hiko bergeser ketika melihat dokter Soraya telah tiba, namun dokter Soraya menyuruhnya untuk menunggu di luar. Tapi sayangnya Hiko menolak dan masih kekeh ingin menemani sang istri yang sedang kesakitan itu.
Akhinya Hiko menurut ketika perintah itu keluar dari mulut Laura, dan mau tak mau Hiko menuruti kemauan istrinya tersebut.
"Lau, sebaiknya kamu jujur sama Hiko. Kasihan dia jika dia tau belakangan," saran Soraya pada sahabatnya.
Laura hanya menggeleng, menolak mentah-mentah saran yang di ucapkan sahabatnya. "Belum saat, Aya," lirih Laura. Panggilan sayang bagi Soraya.
Laura berusaha bangkit dari tidurnya untuk bisa duduk dan menatap Soraya. Dia ingin memastikan sesuatu sebelum Hiko mengetahui semuanya. Ia meraih tangan Soraya dan menggenggamnya. Dia tersenyum manis seraya berkata, "Aku harap kamu tak akan menceritakan semuanya pada Hiko, Ay. Biarkan aku yang menceritakan semua dengan caraku. Jadi kamu tidak perlu susah payah memberitahunya. Kamu mengerti, Aya. Yang perlu kamu lakukan aku adalah menemaniku berobat agar cepat sembuh, tanpa sepengetahuan Hiko. Aku ingin terlihat sehat ketika bersamanya." ucap Laura seraya tersenyum manis ke arah Soraya.
"Tapi??"
Laura segera menempelkan jari di bibir Soraya, berharap Soraya tak melanjutkan ucapannya.
"Semua akan baik-baik saja. Percaya lah!"
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments