Pagi-pagi sekali Artha dikejutkan oleh hilangnya ayam yang berada di dalam kandang di kamar Miriam. Padahal ia datang membawa makanan ayam dan baki berisi air bunga tujuh rupa dan kemenyan yang baru. Ayam itu sudah raib dan hanya tersisa bulu ayam itu di mana-mana dan darah yang menodai lantai. Ke mana perginya ayam kate yang dibelinya untuk Sheila? "Ayamnya ...?"
"Sudah kumakan."
"Eh?"
Miriam tersenyum.
Pria itu kembali memperhatikan ruangan itu yang terdapat beberapa tetesan darah di lantainya yang berwarna putih dan juga bulu ayam yang berserakan di beberapa tempat. Tidak banyak tapi membuat kotor kamar itu. "Ka-kau makan semuanya?" gagapnya.
Miriam mengangguk.
"Mentah-mentah?"
Miriam kembali mengangguk.
"Bulat-bulat?" Mata pria itu membulat sempurna.
Lagi-lagi Miriam mengangguk. "Heum."
Artha syok, tapi ia menyadari Miriam bukan manusia. Ia siluman. Apa-apa yang terlihat aneh bisa dimaklumi karena ia siluman. "Sheila ...." Ia menghela napas.
"Apa?" tanya gadis itu heran.
"A-apa begitu cara kamu makan?" tanya pria itu lemas.
"Kamu kan sudah memberikan itu untukku, jadi terserah aku mauku apakan, iya kan?" protes gadis itu bertelak pinggang.
"Eh, eh, bukan itu maksudku. Aku hanya tidak terbiasa melihat ... cara kamu menghabiskannya." Pria itu kembali mendesah pelan.
"Masalah?" Gadis itu sepertinya sewot.
"Eh, tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Aku hanya ... belum terbiasa." Artha takut Miriam marah.
"Ya sudah." Gadis itu naik ke atas tempat tidur.
Artha sadar belum meletakkan bawaannya. "Oh, ini. Aku bawakan yang baru." Ia meletakkan baki baru dan mengambil baki lama. Ia membawa lagi makanan ayam dan kandangnya. "Oh, biar aku bersihkan." Pria itu pergi dan kembali membawa sapu dan pel di tangan. Tidak butuh waktu lama, kamar itu kembali bersih.
"Oh, apa kamu butuh sesuatu?" tanyanya sopan karena ia memikirkan Miriam yang belum sarapan.
"Tidak ada," jawabnya acuh.
"Kamu tidak ingin sarapan?"
Gadis itu melirik Artha.
"Mau ayam lagi?" tanya pria itu sambil tersenyum.
"Boleh juga ...," ucap gadis itu pelan.
"Kamu mau ayam Kate itu lagi atau ada yang lain?" tawar Artha. Bagi Artha tidak apa-apa harus mengeluarkan banyak uang sekali makan Sheila karena baginya Sheila ada pencetak uang. Berapapun mahalnya makanan untuknya akan ia luluskan, toh gadis itu juga yang mencarikan uang untuknya, jadi menghabiskan beberapa puluh juta untuk gadis itu sekali makan takkan membuatnya rugi.
Ia berniat memanjakan gadis itu selagi bisa, bahkan mungkin merayunya.
"Aku bisa makan apa saja."
"Ular begitu," canda Artha.
Gadis itu menyorotnya tajam. "Asal bukan ular air, aku tidak makan teman. Semua seafood(makanan laut) aku tidak makan." Sebenarnya Miriam bisa makan binatang laut tapi ia takut manusia tidak bisa membedakan mana binatang laut dan mana siluman karena itu ia menghindarinya.
Artha kembali syok. Mendengar selera makanan Sheila yang cukup mengerikan membuat ia sulit menelan ludah. Kalau bukan karena kecantikan gadis itu mungkin Artha tidak ingin lagi berada di sana. "Ok, aku akan bawakan untukmu." Pria itu kemudian berlalu.
Agak siang, pria itu sudah kembali ke kamar itu. Ia membawakan Miriam kelinci berukuran besar beberapa ekor dalam sebuah kandang. "Maaf telat. Aku beli beberapa agar tidak bolak-balik membeli dan kalau kamu lapar bisa tinggal diambil saja."
Miriam yang berada di atas tempat tidur hanya memandangi kelinci-kelinci itu.
"Mmh? Apa kamu tidak suka?"
"Tidak apa-apa."
"Benarkah? Kamu tidak marah?"
"Tidak. Aku akan memakannya," jawab gadis itu acuh.
Artha memperhatikan gadis itu sejenak. "Kalau kamu ada yang tidak suka, bilang saja ya, aku akan menggantinya."
"Mmh."
Pria itu mencoba mendekati Miriam. Ia duduk di tepian tempat tidur membuat gadis itu bergeser menjauh. "Apa aku telat membawakan sarapanmu?" Ia menduga-duga melihat gadis itu terlihat diam saja.
"Tidak."
"Apa kamu bosan di sini? Kamu ingin keluar?"
Miriam mengenyit dahi melirik pria itu. "Tidak!" tegasnya.
"Masa sih? Enak lho keluar. Aku bisa bawa kamu jalan-jalan, melihat keramaian, makan di restoran mewah, mungkin pergi ke puncak menginap," bujuk pria itu lembut.
"Enggak!"
"Laut mungkin ...."
Miriam meliriknya. Baru sebentar saja ia meninggalkan kampung halaman, ia sudah merindukannya. Suara deburan ombak, riak air, pasir pantai ....
"Mau ke pantai?" Pria itu mendapatkan apa yang diinginkan Miriam.
"Tidak!"
"Lho kok tidak? Bukankah kamu ingin pergi ke pantai?"
Tentu saja Miriam ingin kembali ke laut tapi setelah menyelesaikan tugasnya membuat pria itu kaya dan menjadikan pria itu kemudian budaknya, jadi untuk sementara waktu ia harus bertahan di sana walaupun tinggal dengan pria itu begitu membosankan. "Aku kan bilang tidak!" Dengan wajah marah.
"Eh, ya ... tidak apa-apa." Pria itu berusaha menurunkan kemarahan Miriam. Ia merogoh kantong celananya dan menyodorkan sesuatu untuk Miriam. "Aku melihat ini dan merasa ini cantik sekali bila di pasang di kepalamu."
Sebuah jepit rambut dengan hiasan permata yang berkilau. Walau tidak asli tapi membuat mata Miriam terpukau. Ia mengambilnya. "Apa ini?"
"Jepit rambut. Kamu tidak tahu?"
Namun gadis itu tidak tahu cara memakainya. Ia membolak-balikan benda itu dan menempelkannya di kepala. Tentu saja benda itu meluncur jatuh ke atas tempat tidur.
Pria itu tersenyum melihat tingkah gadis itu. "Kamu tidak tahu cara memakainya ya? Sini aku bantu." Ia mengambil jepitan itu dan memperlihatkan cara membuka tutup pengaitnya. "Seperti ini, ya?"
"Mmh."
"Sini aku pasangkan." Pria itu kemudian menyematkan di samping kepala gadis itu, sambil tak lupa menyentuh rambut Miriam yang berombak panjang. Rambutnya lembut, khas wanita.
Mengetahui rambutnya disentuh, Miriam kembali menjauh.
"Eh, maaf. Rambutmu sangat indah."
Gadis itu merengut.
Artha menarik tangannya, tapi ia sangat senang gadis itu menyukainya. Ternyata, siluman wanita juga hanya wanita biasa yang bisa juga tertarik dengan hal-hal yang wanita suka. "Ok, aku kerja dulu ya? Nanti malam aku datang lagi."
Begitulah hari-hari Miriam bersama pria itu. Saat pria itu butuh uang, ia tinggal membawakan Miriam sekeranjang daun yang diubahnya menjadi berlembar-lembar uang merah seperti yang Artha inginkan.
Lambat laun usahanya lancar tapi tak lama. Ada yang aneh dengan makanan yang dibawa pulang dari restorannya. Ada beberapa yang mengeluh karena makanan dari restorannya tidak bertahan lama alias gampang basi. Hal itu ditanyakan pada Miriam.
"Tolong perlihatkan foto restoranmu padaku," titah Miriam.
Pria itu pun mengambil beberapa foto dari ketiga restorannya lewat HP dan memperlihatkannya pada Miriam.
"Bagaimana melihat yang berikutnya?"
Ternyata Miriam tidak mengerti barang-barang elektronik membuat pria itu mempunyai kesempatan untuk bisa dekat dengan Miriam.
Artha menggeser dengan jarinya gambar itu membuat gadis itu takjub.
"Wau, ini sihir."
Pria itu tersenyum lebar. Selagi Miriam asyik dengan HP-nya, Artha mendekati tubuh gadis itu dari belakang. Menyentuh lembutnya rambut gadis itu dan menghirup bau tubuhnya.
"Oh, aku tahu. Kamu punya saingan dan ia piara pocong!"
"Apa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Ayano
Ciri khas pesugihan
2023-05-31
2
Ayano
Ngerayu ceritanya
2023-05-31
2
Ayano
Kalo makan kanibal. Tapi bagusan ini sih. Yang di darat banyak kok teman makan teman
2023-05-31
2