"Apa kau benar siluman putri duyung?" tanya pria itu melirik gadis yang berada di sampingnya seraya menjalankan mobil. Ia hampir tak percaya gadis secantik itu adalah siluman dan ia masih merasa dukun itu hanya mengakalinya saja.
"Iya, benar." Miriam yang kini berganti nama menjadi Sheila menjawab acuh. Ia tahu, manusia-manusia seperti pria di depannya itu hanya salah satu dari manusia pemalas yang tidak mau hidupnya dihadang rintangan lalu memilih kaya dengan cara instan. Memuja dan pria itu akan memuja dirinya.
"Oh ...." Mata pria itu tak lepas dari wanita di depannya. Terpesona.
Tubuh yang dimiliki Miriam saat itu memang seksi, pinggul dan ukuran dadanya yang sedikit menantang. Apalagi wajahnya cukup cantik, bodohlah pria yang tidak tergila-gila padanya saat itu. Bahkan pria yang ada di sampingnya saja terlihat ingin menerkamnya.
Soal hal-hal begini, Miriam sudah tahu harus bagaimana sehingga ia diam saja selama pria itu tidak berusaha menyentuhnya, walaupun cara pria itu memandangnya sungguh memuakkan.
"Eh, bagaimana kalau kita makan di restoran?"
Miriam mengangkat kepalanya. Begitu cepatkah ia jatuh dalam perangkap kecantikanku? Mmh, aku ingin tahu, berapa lama manusia ini akan bertahan dengan jasaku. "Kau tak boleh memperlihatkan aku pada orang banyak."
"O-oh, maaf. Aku hanya berusaha bersikap sopan sebenarnya."
Kembali gadis itu merebahkan kepalanya pada sandaran kursi. Ia berusaha tidak peduli karena pria ini nampaknya makin dilayani akan makin jatuh ke dalam perangkap tubuhnya yang terlihat seksi. Pria bodoh!
Tak lama, mobil melambat ketika mendekati sebuah rumah mewah nan megah. Ketika pria itu membunyikan klakson, pintu pagar perlahan di buka. Pria itu kemudian mengendarai mobilnya masuk ke dalam halaman rumahnya.
Sungguh Miriam takjub dengan rumah pria itu yang terlihat mewah. Kalau ia sekaya ini, kenapa dia butuh jasaku? Gadis itu sampai terperangah dan mencondongkan tubuhnya ke depan.
Pria itu tersenyum senang melihat Miriam terpukau akan rumahnya yang megah. Ia kemudian membukakan pintu untuk Miriam dan menunggunya turun. Gadis itu hanya diam dan keluar dari mobil. Pria itu mengantarnya ke dalam rumah.
Sebuah rumah dengan langit-langit tinggi di lantai 2 dan tangga yang melingkar cantik di sebelah kiri membuat ruangan berkesan megah. Pegangan tangga pun diberi hiasan berukir dari besi berwarna putih. Prabot bernuansa emas pada kayu yang di cat putih membuat ruangan terlihat bersih dan elegan. Rumah itu sangat indah.
Pria itu membawa Miriam ke lantai 2 rumahnya melalui tangga. Ia kemudian memimpin hingga ujung koridor. Di sana, di kamar terakhir, pria itu membukakannya untuk Miriam. "Ini kamarmu."
Terlihat sebuah ruangan yang sangat besar, dengan tempat tidur besar dan lemari beserta meja rias dan beranda menghadap ke kebun belakang. Ruangan bernuansa pink lembut membuat hati berbunga-bunga berada di dalamnya.
"Kamu suka?" Pria itu menatap Miriam dengan bangga.
Gadis itu mengerut kening. Apa itu penting? Sebenarnya aku suka tapi apa maksudnya? Mau mencari masalah dengan kalimat itu? Gadis itu merapatkan bibirnya.
Miriam melangkah ke beranda. Dilihat kebun belakang yang indah dan asri. Ia melihat bayangan pria itu yang tersenyum padanya di kaca jendela dan terlihat tergoda. Ia menyembunyikan senyum dan memutar tubuh ke arah pria itu. Ia mengangkat tangannya. "Siapa namamu?"
"Artha. Namaku Artha."
"Baik tuan Arta, kau sekarang memelihara aku tapi kau tak boleh merusakku karena nyawa taruhannya. Belikan aku sebuah gaun yang bagus. Juga kemenyan dengan bunga 7 rupa. Kau harus segera mengadakannya karena kamu hanya punya waktu 24 jam sebelum permintaanmu hangus. Nah, sekarang kerjakan."
Pria itu membungkukkan tubuhnya dan segera pergi. Miriam menghempaskan tubuh di atas tempat tidur, dan melihat langit-langit.
Apa yang dipikirkan orang itu ya? Kurang kaya? Cih, manusia! Hidupnya tak ada puas-puasnya. Kalau bukan karena agama, manusia hanyalah mahluk yang gampang diperbudak nafsu.
Miriam mengedarkan pandang ke seluruh ruangan. Ia kemudian berdiri karena tertarik dengan barang-barang milik manusia yang berada di sekitarnya.
Sebuah meja rias didekati dengan melihat wajahnya di cermin. Wah, pantas saja pria itu tergila-gila, wajah secantik ini yang disodorkan dukun itu padanya. Pintar juga dia mencarikan wajah yang menggoda.
Gadis itu mencoba membuka laci-laci di meja rias itu tapi ternyata laci itu kosong semua. Ia kemudian beralih ke lemari. Dibukanya pintu lemari itu dengan kedua tangannya dan tiba-tiba ada sesuatu yang terbang dan berhenti dahi. Apa ini? Pelan-pelan ia melihat wajahnya di cermin dan kemudian merasa lega. Oh, hanya seekor kecoa.
Ia membuka mulutnya. Dengan cepat lidahnya keluar memanjang dan mencapai di mana tempat kecoa itu berada. Lidahnya membelit kecoa itu dan menariknya masuk ke dalam mulut. Kecoa itu dimakannya. Hah, mengganggu saja.
Di dalam lemari itu juga tidak ada apa-apa. Miriam kemudian menutup lemari itu.
Dibutuhkan waktu sejam untuk Artha bisa membawakan apa yang diminta Miriam. Ia mengetuk pintu.
"Masuk."
Pria itu memastikan tidak ada yang mengikutinya lalu kemudian ia masuk. Ia membawa baki berisi mangkuk dengan kembang 7 rupa dalam air dan kemenyan. Ia juga membawakan sebuah tas belanja di tangan yang lain. Miriam memintanya meletakkan semua itu di atas meja rias.
Setelah pria itu melakukan apa yang diperintahkan, Miriam mengambil pakaian itu dan menggantinya di kamar mandi.
Pria itu makin terpesona melihat Miriam ketika gadis itu keluar dari kamar mandi. "Kau cantik sekali Sheila," ujarnya tanpa pikir panjang. Gaun warna hitam yang dibelikannya untuk gadis itu sangat cocok dengan wajah cantik gadis itu yang terkesan misterius.
"Tolong bakar kemenyan itu," perintah Miriam pada Artha. Pria itu kemudian membakarnya dengan korek yang berasal dari kantung celananya.
"Apa yang kamu inginkan?"
"Uang yang banyak. Aku ingin melamar pacarku yang anak orang kaya, tapi orang tuanya melarang. Itu karena aku dulu miskin. Kini aku punya usaha restoran yang maju dan terkenal dan berkat restoran itu, aku kini kaya raya." Pria itu kemudian berhenti sampai di situ.
"Lalu?"
Pria itu terlihat ragu-ragu.
"Ayo, katakan saja apa keinginanmu."
"Aku sudah melamar pacarku dan diterima. Masalahnya sekarang ini usahaku malah menurun. 3 restoranku terancam bangkrut dan orang tua pacarku meminta anaknya dilamar dengan uang 1 milyar. Ke mana aku cari uang sebanyak itu?" terang pria itu dengan wajah muram.
"Aku bisa memberikannya untukmu."
"Tapi untuk uang segitu aku ingin memodali lagi usahaku. Istriku makan apa kalau ia tahu restoranku telah tiada. Ia akan menceraikanku dan kalaupun ia setia pasti orang tuanya akan memaksa kami untuk bercerai. Lalu aku harus bagaimana?" Wajahnya terlihat frustasi tapi di sisi lain wajah Miriam membuatnya berpikir ulang tentang menikah dengan kekasihnya karena begitu sulit. "Seandainya kau mau," gumamnya.
"Apa?"
"Eh, tidak."
"Aku juga bisa memberimu uang untuk modal usahamu. Bagaimana?"
Pria itu terbelalak. "Benarkah? Benarkah kau akan memberikan semuanya?"
"Iya. Karena itu aku ada di sini. Aku bahkan bisa memberi lebih."
Seandainya gadis ini yang menjadi istriku, betapa bahagianya. Ia mengerti kemauanku dan juga cantik. Malah lebih cantik dari Nafa, pacarku. Ia juga bahkan bisa membuatku kaya raya tanpa memikirkan akan jatuh miskin. Ia sempurna, sayang ia tak bisa kunikahi, batin pria itu.
"Hei, kau dengar tidak ucapanku?" tanya gadis itu sedikit keras hingga menyadarkan lamunan Artha.
"Eh i-i-iya."
"Kumpulkan daun sebanyak mungkin dari kebunmu. Aku akan mengubahnya menjadi uang."
____________________________________________
Reader, halo semua. Author senang bila kalian bisa memberi semangat author dengan like, komen, vote, hadiah, iklan atau koin. Ini visual Miriam setelah menjadi Sheila. Salam, ingflora. 💋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Ayano
Manusia tidak pernah puas itu seperti deskripsi pria ini. Sifat manusia yang manusiawi banget 😫
2023-05-06
2
Ayano
Itu minta buat ngelamar apa ngerampok 😱😱😱😱
2023-05-06
2
Ayano
Pacarnya pengeretan gak?
2023-05-06
2