Usaha

Pria itu kembali keluar. Kemudian ia datang dengan sekeranjang daun kering yang ia ambil dari halaman belakang rumahnya.

Gadis itu menuangkan seluruh isi keranjang itu di atas tempat tidur. Pelan, dirabanya daun-daun itu. Mulutnya komat kamit menyebutkan mantra yang tak terdengar dan memutar kedua tangannya di atas daun-daun kering itu. Tiba-tiba daun-daun itu bercahaya dan berubah menjadi berlembar-lembar uang berwarna merah.

Netra pria itu takjub melihat perubahan itu hingga membulat sempurna. Kini tumpukkan daun kering itu telah berubah menjadi tumpukkan lembaran uang yang berjumlah sangat banyak. Ia mencoba menyentuhnya. Asli. Uang itu benar-benar uang asli! Pria itu sampai gemetar saat menyentuhnya. "Ini ...."

"Iya. Itu uang yang kau minta bukan?"

Pria itu menoleh ke arah gadis itu. Ia mengangguk haru. Matanya berkaca-kaca. "Paling tidak, aku bisa gunakan uang ini dulu untuk menjalankan restoranku." Ia memasukkan uang itu ke dalam keranjang tadi. "Berapa kali sehari kau bisa membuat uang ini untukku?"

Gadis itu tersenyum. Ia mulai tamak ... "Kapanpun kau berikan aku bisa merubahnya untukmu."

Terlihat cahaya di mata pria itu kian benderang.

Bagus ....

"Ok, aku akan kembali sebentar lagi. Oya, apa ada persyaratan lain yang mesti kupenuhi?"

"Oh, kalau itu, aku ingin kau terus menyediakan kemenyan dan bunga tujuh rupa ini setiap hari dan aku tidak suka pengunjung selain dirimu karena itu, pastikan kamarku selalu terkunci."

Pria itu tersenyum lebar.

Apa maksudnya itu? Kau tergoda? Dasar manusia bodoh!

"Baik Sheila, akan aku lakukan." Pria itu kembali sibuk dengan memunguti semua uang yang tersebar di atas tempat tidur gadis itu. Tak lama ia selesai dan kembali keluar. Ia kemudian kembali lagi dengan daun yang banyak.

Miriam melakukan tugasnya dan pria itu mengumpulkan kembali uang siluman itu dalam keranjang itu.

Pria itu kembali tersenyum dan nampak bahagia. "Kau mau kubelikan apa? Apa saja selama aku sanggup akan aku berikan."

Gadis itu hanya tersenyum kecil. "Ayam."

"Ayam? Ayam goreng, ayam panggang, ayam bakar ...."

"Ayam hidup."

Pria itu mengangkat satu alisnya. "Ayam hi-hidup?" tanya pria itu tergagap. "Oh ... kamu ingin memelihara ayam." Pria itu tertawa pelan. "Baiklah. Kamu ingin ayam yang seperti apa?"

"Apa saja."

Pria itu menoleh berkeliling. "Tapi kamu akan memelihara di mana? Di dalam kamar ini? Apa tidak takut kotor?" tanyanya keheranan.

Gadis itu hanya diam.

"Sheila ...."

Miriam melirik sekilas dengan kerling matanya. "Mau memberi atau tidak terserah padamu," ucapnya acuh dengan melipat tangannya di dada.

"Oh ... tidak, tidak. Aku pasti memberikannya padamu. YANG TERBAIK. Aku pastikan itu. Dengan kandangnya juga aku bawakan." Artha berjalan mundur dengan membawa keranjang berisi uang bersamanya. "Jangan takut aku pasti belikan." Ia kembali tertawa pelan.

Ia segera keluar dan menutup pintu sekaligus menguncinya. Ia bersandar sebentar pada pintu dan menghela napas lega. Walau permintaan gadis itu sedikit aneh, tapi ia kan coba luluskan. Setelah menengok kanan kiri, ia kemudian beranjak pergi.

Malam itu juga Artha mendapatkan ayam yang diminta Miriam. Ia segera mempersembahkan ayam itu pada Miriam di sebuah kandang ayam dari kayu berbentuk bulat.

Seekor ayam kate betina yang lucu diperhatikan gadis itu dengan senyum simpul karena senang. "Terima kasih."

"Sama-sama."

Namun Artha masih tetap berada di sana.

"Kamu masih membutuhkan sesuatu?" tatap tajam gadis itu.

"Kamu mau kubelikan pakaian lagi yang indah?" tanya pria itu dengan senyum lebar.

"Tidak perlu," jawab Miriam dingin.

"Eh, tapi kamu perlu mengganti bajumu kan?"

Kembali gadis itu menatap tajam. "Jangan mengaturku!"

"Ah, Sheila ...," bujuk Artha.

Gadis itu melotot membuat pria itu menyerah.

"Iya, iya maaf." Namun pria itu tak kunjung pergi.

"Apalagi?" tanya Miriam ketus. Ia memutar bola matanya, kesal, tapi dalam hati ia tahu pria itu mulai tertarik padanya.

"Eh, apa kita tidak ngobrol-ngobrol dulu," tanya pria itu mulai merambah ke obrolan pribadi.

"Tidak," jawab Miriam cepat.

"Tidak?" mendapat penolakan cepat membuat pria itu salah tingkah. "Eh, iya. Ok." Ia segera undur diri. Ia menutup pintu dan menghela napas. "Sheila ...," desahnya.

Seorang wanita tak sengaja melihatnya berdiri di pintu itu. Ia adalah salah satu pembantu di rumah itu. Ia dan beberapa orang lainnya sudah melihat kehadiran gadis itu dan sejak gadis itu datang, ia sudah melihat keanehan-keanehan yang terjadi dengan diri tuannya.

Mengumpulkan sampah dedaunan di kebun belakang, berbelanja macam-macam barang hingga yang terakhir itu. Ayam. Yang ia heran, tuannya selalu mengunci kamar itu dari luar.

Apa itu pacar barunya, atau ... pacar rahasianya? Kenapa dia mengunci gadis itu di dalam? Aneh? Kenapa dia bawa ayam beserta kandangnya ke dalam?

Sepeninggal tuan rumah, pembantu itu mendekati kamar itu. Ia mencoba menempelkan kepalanya di pintu tapi ia tidak mendengar apapun, padahal saat itu Miriam tahu pembantu itu berusaha ingin tahu apa yang terjadi di dalam kamar itu dan siapa sebenarnya dirinya. Gadis itu tengah berada di samping pintu.

Pembantu itu mencoba mengintip ke dalam lubang kunci tapi ia hanya bisa melihat ke arah tempat tidur, tidak lebih. Lubang kunci itu membuat pemandangan matanya terbatas.

Namun tepat saat itu Miriam mengucapkan mantra dan mengarahkannya ke arah lubang kunci. Saat itu pembantu itu melihat sekelebat bayangan yang membuat ia kaget dan menarik diri dari lubang kunci itu. Saking kagetnya ia buru-buru pergi dari tempat itu karena takut ketahuan.

Miriam hanya tersenyum melihat wanita itu pergi. Rasakan saja nanti, batinnya.

Esoknya pembantu itu sakit. Matanya yang di pakai untuk mengintip itu terus berair. Sakitnya tak pernah sembuh-sembuh hingga akhirnya ia mengundurkan diri dari bekerja di rumah itu.

Tubuh wanita itu sering menggigil kedinginan. Sudah minum beberapa obat tapi ia tak kunjung sembuh. Ia sudah berobat hingga ke puskesmas tapi hasilnya nihil. Penyakitnya tak ditemukan. Karena itu ia kembali pulang ke kampung halaman. Ia kemudian sembuh setelah beberapa kali berganti 'Orang Pintar'.

Lalu diapakan Ayam yang telah dibeli Artha?

Gadis itu berjongkok dan menatap binatang satu itu dengan senyum lebar. Dibukanya pintu kandang ayam itu dan diraihnya binatang satu itu dengan kedua tangannya. Dengan mengunci kaki dan mematahkan kepala ayam itu, ia memakan ayam itu beserta bulunya pelan-pelan.

Ayam yang masih menggelepar itu tak sanggup untuk teriak karena lehernya sudah patah. Ia menggigit dagingnya hingga mengucur darah segar dari dalam tubuh ayam itu. Selagi ia menikmati daging segar, ia menjilati darah yang mengalir dan memakan daging beserta tulang-tulangnya. Terdengar bunyi gemeletuk saat ia memakan tulang ayam itu.

Seusai makan, mulutnya penuh dengan sisa darah dan bulu ayam. Ia segera membersihkan mulutnya di kamar mandi dan kemudian mengisi bak mandi. Setelah penuh, ia membuka pakaian dan masuk ke dalam bak mandi, lalu tidur. Ia kembali menjadi putri duyung.

Terpopuler

Comments

Ayano

Ayano

Kan bener dipatahin 😱

2023-05-17

2

Ayano

Ayano

Pembantunya mulai kepo
Wah.... apakah ajan ada sesuatu habis ini 😳

2023-05-17

2

Ayano

Ayano

Aku inget drama indosiar yang soal pesugihan dulu. Yang dia matahin leher ayam dan dimakan abis itu 😨

2023-05-17

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!