Dengan malas kirana menyusul Odeng yang duduk manis di kasurnya.
“Mau apa?” Sambil duduk disebelah Odeng.
“Gak ada sih, cuma gabut aja jadi kesini. Lagian ini masih sore, tidak mungkinkan kamu mau tidur,” selorohnya dengan cengiran.
“Eh aku sekalian mau minjem charger dong, daya baterai handphone ku mau habis. Nanti aku bawa pas balik kamar,” lanjutnya sambil merebahkan tubuhnya di kasur.
“bukannya kamu punya ya? dikemanain tuh charger?” Posisi kirana masih sama seperti awal namun menghadap Odeng.
“Mati. Tidak bisa diajak kompromi tuh charger. Maen mati aja.”
“Bukan chargernya yang tidak bisa diajak kompromi, tapi kamu,” cecar kirana sambil mengambil chargernya. “Nih, jangan lupa dikembaliin!” Peringat Kirana, kemudian merebahkan tubuhnya di samping Odeng. Tapi Odeng malah bangun dari rebahannya dan berdiri.
“Iya, tenang aja,” Sambil berjalan ke arah pintu.
“Eh, mau kemana?” tanya Kirana heran. Berhenti sebentar sebelum membuka pintu sambil berbalik menghadap Kirana yang sedang berbaring.
“Mau balik ke kamar,” Kemudian lanjut membuka pintu.
"Bilang aja kalau cuma mau minjem charger, gak usah pakek alasan gabut pengen kesini,” omel Kirana namun sayang Odeng sudah keluar dan menghilang di balik pintu.
Kirana yang lelah lalu memejamkan matanya, berniat melanjutkan ritual rutinannya tadi untuk tidur sebentar. Tapi, dia harus urungkan lagi karena ulah temannya yang satu itu.
Tanpa mengetuk pintu, Odeng langsung membuka pintunya dan mengagetkan Kirana.
“Eh iya, jangan lupa chat bapak, tanyain besok bisa ditemui apa tidak. Jangan lupa janjian ya,” suruhnya tanpa basa basi.
Belum sempat Kirana merespon, Odeng sudah tidak terlihat. Kirana hanya dibuat melongo.
“Astaga, gini amat ya. Sabar kirana,” Sambil mengambil dan menghembuskan nafasnya. Alhasil kirana tidak jadi tidur lagi. Niatnya untuk tidur sebentar tadi sudah hilang. Akhirnya dia lebih memilih bermain handphonennya.
Keesokan harinya, setelah melewati malam yang panjang, penuh gelisah dan kekhawatiran, akhirnya Kirana kembali menjalankan aktivitas terberatnya. Disinilah Kirana sekarang, di ruang dosen pembimbingnya. Tadi malam Kirana sudah menghubungi dosennya ini dan sepakat untuk bimbingan sekarang. Kirana benar-benar tepat waktu sekarang bahkan dia sampai sebelum waktu yang ditentukan. Dia tidak ingin gagal lagi sama seperti sebelumnya. Dengan rasa percaya diri dan yakin Kirana menghadap pak Adam.
Duduk berhadapan dengan dosennya, ada rasa gugup dalam hati Kirana. Ini pertama kalinya Kirana memandang wajah pak Adam dengan lama dan dalam. Benar-benar dosen pembimbing yang sempurna. Beruntung juga Kirana dapat pembimbing seperti pak Adam ini.
“Apa ini?” Lamunan Kirana buyar seketika karena pertanyaan yang dilontarkan pak Adam. Pak Adam menaruh proposal yang tadi dilihat dan dibacanya di atas meja lalu tangannya bersedekap di dadanya.
“Ini proposal saya pak”. Dengan nada pelan Kirana berucap. Kirana tidak mengerti apa maksud pertanyaan dosennya ini. Sudah jelas kertas yang dilihat dan sempat dibacanya tadi itu proposal. Bahkan kirana sudah mengkonfirmasikan sebelumnya bahwa dia akan bimbingan proposal.
“Iya saya tahu, apa seperti ini bentuk proposal?” Pertanyaan susulan yang semakin membuat Kirana bingung dan gugup.
“Iya pak,” ucapnya tidak yakin.
“Kamu membuat sendiri?” Dengan cepat Kirana menjawab “Iya pak, saya membuat sendiri.” Kirana tidak mau kalau sampai dituduh orang lain yang mengerjakannya.
“Sudah baca buku panduan?” tanya dosennya lagi.
“Buku panduan pak?”, Seakan mendadak hilang ingatan, Kirana lupa apa buku panduan yang dimaksud dosennya.
Sedetik kemudian dia ingat “Ah, iya pak sudah. Saya sudah membacanya sebelum mengerjakan proposal," Kirana mengatakannya dengan senyuman. Namun, dia tetap merasa gugup, karena dia merasa diinterogasi seperti berbuat kesalahan. Seakan tidak puas pak Adam masih lanjut bertanya yang mana malah membuat Kirana gugup tak berkesudahan.
“lalu, kenapa jadi seperti ini?” Sambil memegang proposal Kirana dan menunjukkan pada Kirana.
Pak Adam melihat lagi proposal Kirana, dibukanya lagi satu persatu. Suasana di dalam ruangan dosennya sudah sangat panas, Kirana merasa sangat gerah padahal AC nya menyala. Jika boleh memilih, Kirana benar-benar ingin keluar sekarang. Dia merasa tidak kuat menahan rasa gerahnya.
Gugup, gelisah, khawatir bercapur menjadi satu, ditambah dospemnya yang dari tadi tidak ada senyumannya walau hanya sedikit. Benar-benar profesional, bahkan bikin orang tertekan, seakan sedang mengintimidasi lawannya, padahal Kirana hanya anak buahnya yang perlu dibimbing.
Kirana berdoa semoga pak Adam melepaskannya, Kirana benar-benar ingin keluar dari ruangan dosennya ini. Akan tetapi doanya tidak terkabul.
"Atas dasar apa kamu membuat ini?" Pertanyaan lagi yang terlontar dan kali ini semakin membuat bingung Kirana.
"Aduh, pertanyaan lagi. Kapan aku keluar," batin Kirana. Tak ada jawaban dari Kirana, hanya keheningan.
Beberapa menit kemudian pak Adam memegang bolpen dan mencoret isi proposal Kirana. Kirana hanya melihatnya dalam diam.
“Revisi yang saya coret” Sambil menaruh bolpennya. Kirana yang sudah mendadak buntu, tidak bisa berpikir hanya mengangguk saja. Kemudian dia pamit untuk keluar, tak lupa mengucapkan terimakasih kepada dospemnya. Kirana terburu-buru keluar dari ruangan dospemnya, seakan dia akan kehabisan nafas jika tidak segera keluar.
Kirana menutup pintu dengan menghembuskan nafas lega. Lalu Kirana melangkahkan kakinya ke kursi yang sudah tersedia di depan ruangan itu. Akhirnya keinginannya terkabulkan juga.
“Kenapa seperti berada di penjara ya,” Sambil duduk tidak hentinya dia bernafas lega. "Kenapa di dalam panas ya tadi,".
Kemudian kirana memeriksa proposal skripsinya yang masih dipegangnya.
"Huftt, banyak banget yang dicoret," Dibuka satu persatu kertas proposalnya dengan raut wajah sedih. Kirana benar-benar merasa sedih sekarang karena isi proposalnya banyak yang dicoret, bahkan hampir semua yang dicoret. Di sela-sela kesedihannya, ada seorang yang menghampiri kirana dan duduk didekatnya.
"Gimana? Udah kelar?" Tanyanya tanpa basa basi. Kirana langsung menjulurkan proposalnya ke orang tersebut tanpa menjawab. Sambil duduk orang tadi mengambil proposal yang dijulurkan Kirana. Dia membuka dan melihat isinya.
"Wah banyak juga ya revisinya," ucapnya sedikit kaget.
Kirana menganggukkan kepalanya. "Bukan cuma banyak tapi hampir tidak ada yang benar," Diam sejenak menghembuskan nafas "Padahal aku berharap langsung disetujui di" lanjutnya lagi dengan nada lemas.
"Ya gak gitu juga kali kiran, gak mungkin langsung disetujui, masih bimbingan pertama juga. Memangnya kamu profesor yang langsung benar semua, tanpa direvisi," ujar Diah panjang lebar.
Diah merupakan teman Kirana selain Odeng. Kirana dan Diah juga sudah sangat akrab. Mereka ada di prodi yang sama dan juga satu kelas. Dari awal semester sampai akhir semester mereka terus bersama. Sifat Diah yang baik dan penyabar membuat Kirana nyaman. Walaupun beda dosen pembimbing, mereka tetap bersama. Bahkan mereka juga gantian menunggu jika salah satunya bimbingan. Mereka juga tak segan saling membantu jika kesulitan dalam mengerjakan proposalnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments