"Ha? terlambat?” tanya Odeng.
“Iya terlambat katanya,” ucap Kirana mengulang kata terlambat. Odeng berusaha mencerna kata dari Kirana. dia mengerti masalahnya sekarang.
“O... gak heran sih, pak Adam kan dosen yang disiplin. Aku juga sudah ngomong sama kamu, sudah peringatin kamu juga jangan sampai terlambat,” Odeng mengatakannya dengan nada santai seakan sudah mengetahui karakter dosennya.
“Eh, aku gak terlambat ya Odeng. Bapaknya aja kali, jam tangannya tuh harus diatur ulang biar gak kecepetan. Kamu juga? Kamu janjian juga kan? Malah baru datang. Gimana sih, telat banget lagi," omel Kirana.
“Rencananya tuh biar kamu duluan yang bimbingan, jadi aku nunggu kamu gitu,” balasnya dengan cengengesan. “Lagian ya, aku tuh udah usaha buat tepat waktu. Tapi apalah daya, nasibnya emang begini,” lanjutnya dengan nada sedikit memelas.
“Ye kamunya aja kali, malah nyalahin nasib. Kalo pak Adam tau, bisa saja kamu gak dibukain pintu, atau malah diusir,” seloroh Kirana dengan gelak tawa di akhir katanya.
“Eh gak gitu ya, lagian aku terlambatnya cuman sekarang. Kemarin-kemarinnya aku tepat waktu malah sebelum jadwal janjian," Odeng menjelaskan, lebih tepatnya membela diri. “Ngomong-ngomong bimbingannya sudah gak jadi kan, terus kamu ngapain masih duduk-duduk disini?” tanyanya.
“Tidak ada, cuman ingin istirahat dan santai aja," jawab Kirana tanpa beban. Yang sebenarnya berbanding terbalik dengan apa yang ada dipikirannya sekarang.
Setelahnya mereka hanya diam dan melihat sekitar. Hal sama yang dilakukan kirana tadi sebelum kedatangan Odeng.
Kirana laraswati nama lengkapnya, sering di sapa kirana. Kiran, sapaan akrab dari teman dekatnya Odeng. Hidupnya sederhana, Kirana bukan dari kalangan orang kaya juga bukan kalangan dari mahasiswa yang mendapatkan beasiswa. Dia masih bisa kuliah karena orang tuanya mampu untuk mengkuliahkannya.
Sedangkan Ode-eng Salima merupakan teman dekat bahkan sahabat dari Kirana. Bukan kalangan orang kaya dan beasiswa juga, hidupnya hampir sama dengan Kirana. Sebenarnya mereka beda prodi dan kelas. Namum, mereka sudah bersahabat waktu SMA. Kebetulan pada waktu yang bersamaan di saat terakhir kuliahnya tepatnya saat pengerjaan skripsi, mereka mendapat pembimbing yang sama. Akhirnya, selama beberapa semester mereka terpisah kini kembali lagi bersama.
Mereka bahkan hampir setiap hari bersama karena kebetulan juga mereka satu kos tetapi beda kamar. Kirana lebih memilih ngekos agar tidak bolak balik dari rumah ke kampus. Perjalanan yang ditempuh Kirana ke kampus itu juga lumayan jauh. Apalagi situasinya sekarang mengharuskan Kirana tepat waktu, tidak boleh terlambat sedikitpun. Dia mencari kosan di dekat kampusnya untuk meminimalisir keadaan yang tidak diinginkan.
Pada saat mereka ditakdirkan bersama lagi, ternyata Odeng sudah beberapa kali melakukan bimbingan kepada dosennya, mendahului Kirana. Odeng yang sudah skripsi meninggalkan Kirana yang masih proposal.
Tak terasa sudah 1 jam mereka diam di tempat. Mereka pun memutuskan untuk pergi mencari makan karena perut mereka sudah lapar..
Tibalah mereka disebuah warung mie bakso yang menjadi langganan favorit mereka. Walaupun tidak sering bersama, selera mereka tetap sama.
“Bang, baksonya dua,“ teriak Odeng sambil mencari tempat duduk yang nyaman dan pas.
“Siap neng,” sahut pak Joko penjual mie bakso dengan senyuman.
“Bisa gak sih ngomongnya gak usah teriak-teriak gitu. Lagian yah si abangnya juga pasti denger kok. Kebiasaan deh, tuh diliatin banyak orang kan,” seru Kirana sambil duduk.
“Yaelah kiran, udah biasa kali aku kayak gitu. Biarin aja kali orang liat, punya mata juga mereka.” Odeng menimpalinya dengan senyuman. Kirana hanya bisa menghela nafas dan memaklumi kelakuan temannya itu. Sudah biasa bagi Kirana menghadapi tingkah Odeng yang seperti ini.
Tak lama, mie bakso yang ditunggu-tunggu pun datang. Mereka langsung menyantap mie bakso yang masih panas sambil sedikit berbincang-bincang.
“Tadi beneran kamu belum sempat bimbingan? di php in lagi gitu? Jadi, belum bimbingan sama sekali dong?” tanya odeng beruntun sambil meniup baksonya.
Namun, hanya anggukan dan deheman yang Kirana berikan.
“Wah, harus itu....” perkataan Odeng setengah-setengah sambil menyuap mie ke dalam mulutnya.
“Harus apa?” tanya kirana penasaran.
“Dikejar lah, harus gerak cepat biar bisa bimbingan. Emang kamu mau begini terus. Aku udah mau ujian juga, tinggal nunggu persetujuan bapak aja," ujar Odeng dengan percaya dirinya. Kirana minum sebentar, kemudian menjawab perkataan Odeng barusan.
“Kamu mau ikut ujian skripsi? emang udah kelar revisinya? gak harus revisi lagi? Gak ada kesalahan lagi gitu?". Kali ini Kirana yang menyakan secara beruntun. Sejenak Odeng menghentikan acara mengunyahnya.
“Gak tau juga sih," balasnya dengan cengiran. “Tapi kan aku udah ketiga kalinya revisi. Kesalahannya juga gak terlalu banyak, jadi yakin aja," lanjutnya. Lalu Odeng menyuap baksonya.
“Aku kira udah beneran mau disetujui. Enak juga ya cepat selesai," kata kirana pelan hampir seperti berbisik.
“Apa? Kamu bilang apa?” Odeng yang sedang khidmat makan bakso tidak mendengar bisikan Kirana.
"Tidak ada. Habisin tuh mie baksonya. Biar cepat pulang kita,” cetus Kirana agar Odeng tidak penasaran.
Beberapa menit berlalu, mie bakso yang mereka pesan sudah habis. Mereka pun bersiap untuk pulang. Sebelumnya mereka membayar terlebih dulu ke abang tukang mie baksonya, lebih tepatnya Odeng yang mewakilkan untuk membayar.
Bukannya langsung membayar, Odeng masih sempat-sempatnya bercanda dengan si abangnya. Kirana yang sedari tadi udah nunggu sambil berdiri menghampiri temannya yang satu itu.
“Benar-benar ini anak. Gak mau pulang apa dia,” gerutunya pelan sambil terus berjalan ke arah Odeng.
“Ayo pulang. Kamu mau nginep disini?" omel Kirana.
“iya, bentar” menolehkan kepalanya ke kirana sebentar, lalu bertatap muka kembali dengan pak Joko, penjual mie bakso. Semua orang memanggilnya dengan sebutan abang. Jadilah Odeng dan Kirana memanggil dia abang.
“Ya udah, kami pulang dulu ya bang," Odeng berpamitan ke abang tukang mie baksonya. Dia memang sudah akrab dengan pak Joko. Tidak ada rasa canggung sama sekali, layaknya teman tapi beda usia. Kebetulan juga Odeng orangnya humble.
“Ya hati-hati neng,” balas si abang penjual.
Kirana langsung menarik tangan odeng dan mereka pun pulang bersama-sama. Mereka masih berbincang-bincang seakan belum puas dan tidak ada waktu bersama lagi. Kenyataannya, mereka bisa berbicara selama 24 jam kalau mau.
Sesampainya di kamar kos, Kirana langsung mandi, membersihkan badannya yang lengket. Setelahnya dia melakukan ritual rutinannya yaitu rebahan untuk menghilangkan rasa lelahnya. Baru saja Kirana memejamkan matanya, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar kosnya.
“Siapa sih yang datang?” Kirana langsung berjalan kearah pintu dengan malasnya.
Setelah pintu terbuka tampaklah seseorang yang sangat kirana kenal siapa lagi kalau bukan Odeng. "Boleh masuk kan?”. Dengan cengengesan Odeng langsung masuk ke dalam tanpa menunggu jawaban dari penghuninya. Sungguh menyebalkan kelakuan temannya ini. Untung saja kirana sudah memaklumi sifat dan tingkah lakunya ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments