Di perjalanan menuju hotel, Gaka menerima panggilan dari seorang wanita.
"Halo, sayang." Bibir Gaka tersenyum, meskipun seseorang jauh disana tidak melihat ekspresinya.
"Gaka, I miss you."
"Hei, miss you to baby," sahut Gaka cepat. Sambil menerima telepon, mata Gaka teliti melihat jalanan. Dia tidak mau hal naas tadi terulang kembali, membuat orang celaka karena kecerobohannya.
"Besok gue pulang ke Surabaya. Gue di sana sampai 2 minggu," ujar wanita itu.
"Oke, kita bisa ketemu di sini."
"Loh, lo kabur ke Surabaya?"
Gaka terkekeh mendapati kekasihnya terkejut. Memang, kemarin dia sempat cerita dia sedang kabur dari rumah karena malas mendapat tugas dari papanya, namun tidak memberitahu kemana tujuannya.
"Lo jahat nggak kasih tahu. Tapi seneng sih bisa ketemu di kota kelahiran gue."
"Besok gue jemput lo di bandara."
"Oke. Always miss you, Gaka."
"By." Sesingkat itu Gaka membalas. Dia cinta kekasihnya, tetapi tidak dengan sikap lebainya.
~
Pukul 4 sore, Gaka memarkirkan mobil di pelataran Bandar Udara Internasional Juanda. Sebelum masuk ke loby, bahkan sudut matanya sudah melihat seluet yang sangat dikenali.
"Gaka!!!" Seorang wanita sexy setengah berlari menuju ke arahnya. Meski tangan wanita itu menarik koper, tapi terlihat tidak kesulitan. Setelah jarak mereka terkikis, wanita itu langsung mencium pipi Gaka.
"Ge! Lo sadar, kita di tempat umum," ujar Gaka memperingati. Matanya awas melirik kanan kiri. Di loby bandara, tentu ada banyak orang. Sebagian bersikap acuh, ada yang menatap sinis, bahkan ada juga yang mencibir.
"Persetan, Gaka! Kenapa peduli orang. Pedulikan saja rindu gue."
"Rumia Geana, gue tahu lo rindu, tapi jangan di tempat umum. Ayo, kita ke hotel."
Wanita bernama Gea itu mengerling. "Ayo, sayang."
~
Tuan Haru dibuat kesal oleh Gaka. Bagaimana tidak, putranya itu sudah kabur dari subuh tadi dan sampai petang belum juga memberi kabar. Ponsel sengaja dimatikan karena dia tidak bisa menghubungi.
"Aku tidak tahu lagi harus bagaimana menangani Gaka. Anak itu semakin sulit di arahkan. Bahkan di umur 27 tahun, dia masih senang bermain-main! Seperti tidak punya masa depan!" Dia tak henti berusaha menghubungi Gaka.
Tok ... tok ...!
"Masuk!"
Satu pengawal masuk dan menundukkan kepala sebentar. Memberi hormat. "Tuan Gaka dari bandara menjemput seorang wanita dan langsung menuju hotel Bukit Barisan, Tuan."
Tangan Tuan Haru terkepal. Kesabarannya hampir menipis mendengar laporan barusan.
"Masih saja bermain wanita. Tapi disuruh menikah tidak mau!" Tuan Haru menghela napas panjang.
"Bawa paksa Gaka ke hadapanku. Sekarang!" perintahnya menahan geram.
"Siap, laksanakan, Tuan."
Di Hotel Bukit Barisan.
Brak brak brak!!!
"******! Bangsat! Siapa yang berani ganggu gue!" Kegiatan panas Gaka bersama kekasihnya harus terhenti karena gedoran keras di pintu.
Gaka meraih celana da lam, juga celana pendeknya, sedangkan Gea, menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya.
Ceklek.
"Tuan Haru menyuruh kami membawa Anda."
"Kenapa?! Bilang sama papa, gue akan menemui papa jam 9 nanti."
"Tidak bisa, Tuan! Tuan Haru menyuruh kami membawa Anda ke hadapannya, sekarang juga."
"Eh, gue lagi ***** sama cewek gue. Jangan ganggu! Kalau udah kelar, gue bakal temuin papa!"
"Kami mendapat izin dari Tuan Haru, kalau Tuan tidak ikut secara suka rela, kami diberi wewenang untuk membawa paksa Anda. Jadi, lebih baik Anda ikut sekarang juga."
Gaka terbelalak. Kurang ajar sekali!!!
"Keparat emang!" Gaka mendekus. Tidak mungkin dia melawan 5 orang pengawal ayahnya, bisa babak belur dengan konyol.
"Kalau enggak, tunggu satu jam lagi, deh. Biar gue kelarin urusan ***** gue," tawar Gaka.
"Maaf, kalau Anda tidak pergi sekarang, kami akan membawa Anda meski tanpa berpakaian lengkap."
Gaka kembali terbelalak. ******!!!
Pria itu masuk dan menghampiri Gea. "Gue harus pergi," katanya.
"Hah? Pergi gimana? Kita belum selesai. Ada apa, sih?" Gea penasaran.
"Noh, di depan ada pengawal bokap gue. Rese' emang!"
"Loh, bokap lo di sini juga?" Gea terkejut.
"Iya. Ceritanya panjang, ntar gue ceritain. Gue pergi dulu." Gaka memunguti pakaian lengkapnya dan memakai dengan cepat. "Ck! Sial sial! Gue bakal nuntasin sendirian abis ini," keluhnya kesal. Raut wajahnya merajuk namun menggemaskan. Sedangkan di tempatnya Gea justru tertawa.
~
Sedari Gaka berdiri di depan Tuan Haru, pria paruh baya itu sudah mengepalkan telapak tangannya.
"Gaka Gaka Gaka!" Tuan Haru memanggil Gaka tiga kali dengan gigi bergemeletuk. Serasa kemarahannya sudah mencapai puncak ambang kesabaran.
"Udah kayak manggil jaelangkung aja sampai tiga kali, sekali juga Gaka udah denger, Pa."
Tuan Haru melangkah satu kali, hampir saja dia melayangkan tinjunya ke wajah Gaka. Namun, kepalan tangannya hanya menggantung di udara. Mengingat, dari Gaka lahir sampai umur 27 tahun, belum pernah sekalipun dia menyakiti putranya. Dia tidak tega.
"Gaka, bagaimana lagi Papa harus mengatur mu."
"Nggak usah diatur, Pa. Gaka juga nggak suka di atur-atur."
"Kalau kamu masih seperti ini, Papa tidak akan melindungi masalahmu lagi. Biar saja kamu di tangkap polisi."
Mendengar ancaman serius papanya, air muka Gaka sedikit memucat. Pasalnya, dia bukan apa-apa tanpa pengaruh kekuasaan Tuan Haru.
"Pa ...."
"Kali ini Papa tidak main-main!"
"Setelah urusan ini selesai, segera pulang ke Jakarta dan urus perusahaan Papa dengan serius."
Gaka tidak menjawab, namun wajahnya terlihat sangat malas.
"Besok ikut Papa ke rumah sakit, kita jenguk korban yang kamu tabrak."
~
Pagi hari, seusai sholat Subuh, Hania meminta izin pulang. Dia membawa baju kotor yang dikenakan pak Efendi kemarin, juga harus membersihkan rumah.
Saat mengemasi barang, Hania melihat ke arah ibunya sebentar. "Bu, hari ini Hania jualan, ya. Ibu nggak papa 'kan di sini sendiri?"
"Jualan sendiri berat, Nduk. Dorong gerobaknya susah, belum lagi ngemasi barang-barangnya bakal lama. Nanti kamu kerepotan."
"Nggak papa, Bu. Hania bisa pelan-pelan. Kalau cuma di sini, uang kita bakal menipis."
Benar! Memang benar yang dikatakan Hania, keuangan mereka lekas menipis. Karena hasil jual mendoan yang tidak seberapa hanya cukup untuk makan sehari-hari, sedangkan gaji pak Efendi sudah digunakan untuk membayar tagihan listrik, air, kebersihan, juga angsuran kredit di bank.
"Tagihan rumah sakit sudah di tanggung Tuan Haru, kalau beberapa hari tidak jualan tidak apa," kata Bu Mirna.
"Benar biaya bapak dibayar mereka, tapi untuk makan dan kebutuhan lain, tetap kita sendiri yang cari 'kan, Bu?"
Bu Mirna menghela napas panjang. Sekali lagi memang benar yang dikatakan putrinya.
"Ya udah nggak apa-apa kalau mau jualan. Tapi hati-hati dan jangan ceroboh ya, Nduk. Kalau bisa yang cekatan jualinnya," pesan Bu Mirna dan diangguki oleh Hania.
"Hania pulang dulu, Bu. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Ida Blado
aku harap gk di jodohin ma hania ya,,,,najis ih udah biasa mauk lubang
2022-12-31
1
bungaAaAaA
lucu sih tp ngeselin
2022-09-30
0
Bunga
adik mei aq disini memberi dukungan..tetap semangat ya😘...
gaka tpi ku baca taka🤣...error emang aq ya..gak bisa move on Dri sitaka aq🤭
2022-09-27
0