Bab 3

Sore itu Vioni tidak menyangka kalau percakapannya dengan Vanila akan didengar oleh seseorang. Padahal, selama ini dia tidak pernah sekalipun berbicara ketus di depan orang-orang pada Vanila. Untuk pertama kalinya, Vioni merasa bersalah karena sudah bersikap salah pada adik kembarnya, tapi apa itu murni salah Vioni? Dia juga tentu tidak akan bersikap seperti itu kalau orang-orang memperlakukannya sama. Anggap saja itu sebagai pemberontakan kecil yang dilakukannya.

"O–om? Sejak kapan Om Marvel ada di sana?" tanya Vioni dengan terbata-bata.

"Sejak awal kau menjawab panggilan itu." Marvel yang merupakan suami Resa langsung menghampiri Vioni dan merebut ponsel gadis itu.

"Aku akan menghubungi Vanila dan kau akan menyetujui keinginan adikmu itu! Ini adalah yang terakhir kalinya kau menolak apa yang dia inginkan!" ucap Marvel dengan tegas.

Vioni segera menggelengkan kepalanya. Tentu saja dia tidak ingin seperti itu karena jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Vanila, dia orang pertama yang akan disalahkan oleh orang tua serta keluarga yang lain.

"Om, tolong jangan lakukan itu! Aku tidak mau!" tolak gadis itu.

"Kau tidak punya alasan untuk menolak perintah kami dan keinginan Vanila! Kau sendiri tahu 'kan bagaimana kondisi Vanila? Dia tidak sesehat kau."

Suara Vioni seakan tercekat di tenggorokan. Lagi-lagi hanya karena kondisi tubuhnya yang selalu terlihat sehat, dia dibanding-bandingkan dengan Vanila.

Apa aku harus mengatakan tentang penyakitku pada mereka untuk mendapatkan kasih sayangnya? Tapi, bukankah itu hanya akan menarik simpatinya saja? Mereka tidak benar-benar menyayangiku, mereka hanya kasihan padaku! batin Vioni.

"Aku sudah mengirimkan pesan pada Vanila bahwa kau akan menemuinya di tempat yang dia inginkan! Kau tidak boleh membantahku. Mengerti!" ucap Marvel tanpa menggubris penolakan keponakannya. Bagi Marvel dan Resa, keinginan Vanila adalah hal yang harus di laksanakan. Tak ada seorangpun yang berhak membantah keinginan adik kembar Vioni itu.

Vioni langsung tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Marvel yang tegas. Suara yang selalu ia gunakan pada orang-orang yang berusaha membantahnya.

Usai mengatakan hal itu, Marvel pun berlalu dari kamar keponakannya. Sebenarnya dia juga sayang pada Vioni karena walau bagaimanapun gadis itu sudah mengisi kekosongan hari-hari yang tak bisa memiliki buah hati, tapi dia juga mengkhawatirkan keadaan Vanila yang akhir-akhir ini kondisinya semakin melemah. Jadi, dia pun hanya bisa membuat Vioni mengabulkan apa yang diinginkan gadis itu demi membuatnya tetap semangat.

Kembali ke kamar Vioni.

Gadis itu meluruhkan tubuhnya dan terduduk di atas lantai yang dingin. Tatapan gadis yang biasanya selalu terlihat ceria itu kini mulai meredup. Harapannya untuk sembuh semakin berkurang. Orang-orang tak bisa memperlakukannya dengan baik. Bahkan disaat seperti ini pun dia yang harus tetap menghibur orang-orang di sekelilingnya.

Sampai kapan? Sampai kapan aku harus terus mengalah seperti ini? batin Vioni sambil menenggelamkan wajahnya diantara kedua lutut, dia hanya bisa menangis sambil memeluk dirinya sendiri.

***

"Vanila mengajakmu bertemu di restoran Jepang yang berada di jalan Kencana. Temui dia di sana dan hibur dia!" perintah Marvel kala ia sedang berkumpul untuk sarapan. Marvel benar-benar melakukan apa yang dikatakannya sore itu. Dia mengirim pesan pada Vanila kalau kakak kembarnya menyanggupi keinginan untuk bertemu dengannya.

"Tapi, Om .... Aku tidak bisa makan itu. Aku tidak mau!" tolak Vioni.

Bagaimana bisa Vanila mengajaknya bertemu di restoran itu. Padahal Vanila mengetahui kalau kakak kembarnya tidak bisa memakan makanan yang di sajikan di sana.

"Hei, Vio, apa kau lupa aku dan Om–mu ini tidak menerima penolakan apapun darimu?" tanya Resa yang ikut menyahuti perkataan keponakannya.

Marvel mengangguk. "Iya, kami tidak terima penolakan apapun darimu, tahu!"

Vioni berusaha keras menelan salad yang saat ini sedang dikunyahnya. Sampai akhir pun dia tidak bisa menolak perintah om dan tantenya itu.

"Aku sudah selesai sarapan," ucap gadis itu yang memilih untuk pergi dari sana secepatnya. Vioni sudah tidak bisa bernapas dengan benar jika terus dipaksakan berada satu ruangan bersama Marvel dan Resa.

"Jangan lupa untuk menemui Vanila nanti siang!" teriak Resa sebelum keponakannya benar-benar pergi dari ruangan itu.

Vioni hanya menghentikan kakinya sejenak tanpa menoleh. Setelahnya, yang kembali terus berjalan menjauh dengan hati yang sakit. Di saat bersamaan, sakit kepalanya kembali muncul, kali ini disertai dengan mual. Vioni segera mempercepat langkahnya menunju kamar. Bahkan dia pun mengabaikan pelayan yang berpapasan dengannya.

"Nona, apa Anda baik-baik saja?" tanya pelayan itu sambil menghampiri Vioni dan mengikutinya.

Namun, Vioni segera menutup pintu kamarnya sehingga tak memberikan kesempatan pada pelayan itu untuk mengetahui kondisinya. Setelah Vioni mengunci kamar, ia pun bergegas menuju kamar mandi untuk mengeluarkan semua makanan yang disantapnya pagi ini. Vioni memijat tengkuknya sendirian, berharap rasa mual itu hilang dengan segera.

Ya Tuhan ... kenapa efeknya seperti ini? Bukankah kemarin kondisiku masih baik-baik saja? gumamnya dalam hati.

Setelah hampir seperempat jam berlalu, akhirnya Vioni pun keluar dari kamar mandi. Wajah gadis itu tampak pucat dengan kedua matanya yang sayu.

"Ya Tuhan ... penampilanku benar-benar berantakan," ucap gadis itu saat dirinya melewati cermin yang tertempel di pintu lemarinya.

Vioni pun segera menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan untuk bertemu dengan adik kembarnya. Dia juga harus merias wajahnya dengan make up tebal supaya Vanila tidak mencurigai wajah pucatnya.

Sebelum bertemu dengan Vanila, Vioni bermaksud untuk pergi ke rumah sakit terlebih dulu. Dia harus meminta resep obat penahan rasa sakit serta mual yang dideritanya pada dokter. Maka dari itu dia sudah bersiap sepagi ini.

"Kau mau ke mana dengan penampilan seperti itu, Vio? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk menemani Vanila siang ini?" tanya Resa yang sedang duduk di ruang keluarga. Dia duduk sendirian karena sepertinya Marvel sudah berangkat ke kantor lebih dulu.

"Iya, Tante. Aku akan menemui Vanila seperti yang kalian inginkan siang ini, tetapi sebelum itu aku ingin ke suatu tempat lebih dulu," jawab Vioni.

"Oh, ya sudah. Awas aja kalau sampai kau bohong! Aku akan mengurungmu sampai acara pertunanganmu dan Tuan Max dilaksanakan!" ancam Resa yang hanya diangguki samar oleh Vioni.

Setelah pamitan singkat itu selesai, Vioni pun segera pergi dari rumah itu. Dia berjalan menuju jalan raya untuk menyetop taksi di sana. Om dan tantenya bukan tidak mempunyai kendaraan, tetapi mereka tak pernah sekalipun membiarkan keponakannya itu untuk mengendarainya sendiri. Bahkan kalaupun ada sopir, sopir itu selalu disuruh untuk menolak permintaan Vioni dan beralasan tidak bisa mengantarnya. Maka dari itu Vioni lebih memilih menaiki taksi atau transportasi umum lainnya ketimbang memakai mobil yang ada di rumah.

Setelah menempuh perjalanan 15 menit lamanya, akhirnya Vioni pun sampai di rumah sakit tempat kemarin dia memeriksakan diri. Sebelumnya Vioni sudah menghubungi dokter yang menanganinya kemarin. Dokter itu pula yang menawarkan diri untuk bertanggung jawab merawatnya.

"Dok, bisakah aku mendapatkan obat penahan rasa sakit dan penghilang mual? Sepertinya aku tidak akan bisa makan dengan benar kalau rasa mual itu terus-menerus menghampiriku!" pinta Vioni pada Dokter Brayan.

"Apa mual yang kau alami itu sering?" tanya Dokter Bryan yang tidak bisa memberikan sembarang obat pada Vioni.

"Iya, Dok. Maka dari itu aku meminta resep obat."

Dokter Bryan pun mengangguk mengerti dan segera meresepkan obat yang diminta oleh pasiennya. Setelah selesai semua, Vioni pun pamit karena hari mulai siang dan dia harus menempuh perjalanan selama satu jam ke lokasi di mana Vanila mengajaknya bertemu.

Tepat di pelataran rumah sakit, Vioni tidak sengaja ditabrak seseorang yang sedang terburu-buru ke arah ruang UGD hingga membuatnya terjatuh ke lantai dengan lumayan keras.

'Bruk'

Tanpa meminta maaf, orang itu langsung pergi meninggalkan Vioni yang sedang terduduk sendirian. Meskipun banyak orang yang melihat hal itu, tak ada seorang pun yang menolongnya. Hingga tiba-tiba sebuah uluran tangan berada tepat di depan wajahnya.

"Apa Anda baik-baik saja, Nona?"

Terpopuler

Comments

kalea rizuky

kalea rizuky

m nding pergi jauh lah bodoh

2025-03-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!