Pagi hari. Elena sedang berada di teras rumah bersama kedua anaknya. Tiba-tiba, ada sebuah mobil yang masuk ke halaman rumah orang tuanya. Elena melihat plat mobil tersebut, seketika ia tahu jika mobil tersebut adalah mobil Ana, mantan mertuanya.
Ana turun dari mobilnya, ia membawa beberapa kertas. Ana langsung menghampiri Elena, tanpa basa-basi, ia mengutarakan maksud kedatangannya.
"Elena, ini adalah rincian kekurangan hutang kedua orang tua kamu. Kamu harus membayarnya! Kalau kamu tidak mampu membayarnya, aku akan menyita rumah ini sebagai gantinya," tegas Ana.
"Siapa yang datang, Nak?" Clarissa keluar bersama Henry, suaminya.
Clarissa dan Henry terkejut melihat keberadaan Ana di rumah mereka. Elena pun menjelaskan kepada kedua orang tuanya. Lalu, Elena meminta Clarissa untuk membawa Cantika dan Brian masuk kedalam rumah.
"Baik, katakan nomor rekening Anda." Elena menunggu Ana menyebutkan nomor rekeningnya.
"Cih! Sombong sekali! Kamu bicara seperti itu, seperti kamu punya uang saja! Kamu itu kan tidak bekerja, dapat uang dari mana kamu? Jangan-jangan ... kamu diam-diam menjadi simpenan om-om ya? Dan kamu mendapatkan uang karena melayani mereka," ucap Ana.
Plaakk !
Sebuah tamparan mendarat sempurna dipipi kanan Ana. Kemudian, datang tamparan kedua dipipi kiri Ana. Henry murka mendengar anaknya difitnah. Henry tak rela anaknya difitnah seperti itu.
Sebenarnya, Elena mempunyai sebuah bisnis online dan offline. Namun, Rendra dan kedua orang tuanya memang tidak mengetahui hal tersebut. Selama Elena menjadi istri Rendra, Elena menyerahkan usahanya kepada beberapa karyawan yang ia percayai untuk mengurus usahanya. Elena mungkin akan mengecek sesekali jika dibutuhkan.
"Kurang ajar! Berani sekali menamparku!" teriak Ana.
"Kau yang kurang ajar! Berani sekali memfitnah putriku," ucap Henry geram.
"Sudah, Pa. Aku akan segera melunasi hutang itu, agar orang ini tidak datang lagi ke sini. Mana nomor rekening Anda?" tanya Elena kepada Ana.
Ana pun memberikan nomor rekeningnya. Beberapa saat kemudian, sejumlah uang telah masuk ke rekening Ana. Elena menegaskan kepada Ana, agar dia tidak mengganggu Elena dan kedua orang tuanya, termasuk Cantika dan Brian.
Ya, Ana sebenarnya tidak menyayangi kedua cucunya. Ana hanya ingin membuat Elena hancur dengan cara merebut hak asuh anak kala itu. Sebenarnya, Ana tidak sudi mempunyai cucu dari kalangan rendahan.
Setelah mendapatkan uangnya, Ana langsung pergi meninggalkan kediaman Henry. Ana tak mau berlama-lama ditempat itu. Ana melajukan mobilnya dengan kencang.
Disisi lain. Elena dan kedua orang tuanya merasa lega, karena sudah terbebas dari hutang itu. Henry sebagai papanya sangat merasa bersalah, karena hutang itu adalah hutangnya. Tapi, yang melunasi hutangnya bukan dirinya sendiri, melainkan Elena.
"Elena, papa ingin berterima kasih sama kamu, karena telah membantu papa melunasi hutang itu. Tapi, seharusnya papa lah yang melunasi hutang itu. Papa minta maaf, Nak. Papa hanya bisa membebani hidup kamu." Henry tertunduk lesu sambil mengusap air mata yang mengalir dipipinya.
"Pa, Papa jangan bicara seperti itu. Kita ini kan keluarga, sudah semestinya saling membantu," ucap Elena sambil tersenyum.
"Terima kasih, Nak." Henry memeluk Elena sambil terisak.
"Mama ... Kakek ... aku datang." Cantika berlari ke arah Elena.
"Eh, kakek kenapa? Kok nangis?" tanya Cantika penasaran.
"Nggak apa-apa kok, Cantika. Kamu dari mana sama nenek, sama Kak Brian?" Henry mengalihkan pembicaraan.
"Aku habis jajan di warung, ini aku jajan banyak." Cantika memperlihatkan isi kantong yang ia bawa.
"Waah ... banyak sekali jajanannya. Kakek boleh minta satu, kah?" tanya Henry kepada cucu perempuannya.
"Boleh dong, Kek. Ini buat kakek." Cantika memberi satu bungkus kecil permen kepada kakeknya.
"Terima kasih, Cantika," ucap Henry sambil tersenyum.
"Sama-sama, Kek. Cantika sayang sama kakek." Cantika memeluk erat badan Henry.
"Cantika sayang juga nggak sama nenek?" tanya Clarissa kepada Cantika.
"Sayang juga dong." Cantika beralih memeluk neneknya.
"Eh, Brian. Kamu jajan apa?" tanya Henry kepada Brian.
"Aku jajan roti, Kek. Kakek mau?" Brian menyodorkan sebungkus roti kepada kakeknya.
"Buat kamu aja, kakek habis makan." Henry tersenyum sambil mengangkat tubuh Brian dan meletakkan Brian diatas pangkuannya.
"Kakek, Brian sudah besar. Brian malu jika masih dipangku seperti bayi," protes Brian kepada kakeknya.
"Kamu itu baru tiga tahun, masih kecil." Henry memeluk Brian yang berada dipangkuannya.
"Kakek ... aku sudah besar!" Brian cemberut mendengar ucapan kakeknya.
"Iya deh, Brian sudah besar. Ya sudah, sekarang Brian duduk sendiri ya." Henry menurunkan Brian dari pangkuannya.
"Gitu dong, Kek." Brian berjalan menuju kursi kosong yang berada disana.
"Cucu nenek yang satu ini memang top banget. Sudah tampan, baik hati, mandiri, suka menabung lagi." Clarissa mencium pipi kanan Brian.
"Nenek, kalau di luar rumah, jangan cium Brian sembarangan ya! Brian nggak mau, nanti orang yang lihat pengen ikut-ikutan cium Brian."
Brian mengingat kejadian beberapa waktu lalu, saat dirinya dan Clarissa sedang bermain di taman umum. Clarissa berfoto sambil mencium pipi Brian, seseorang yang tak jauh duduk dari tempat duduk Brian, ingin mencium Brian juga. Clarissa waktu itu menyetujui, karena seseorang itu sedang hamil dan ngidam pengen cium wajah tampan Brian.
"Eh, benarkah? Kok mama nggak tahu, ya?" Elena terkejut mendengar penuturan Brian.
"Nenek, besok lagi jangan dibolehin ya kalau orang asing cium sembarangan anak-anak mama Elena," ucap Elena pelan kepada Clarissa.
"Baik, nenek salah. Nenek minta maaf ya," ucap Clarissa merasa bersalah.
"Ya sudah, Nek. Yang sudah ya sudah, kedepannya jangan sampai terulang lagi ya," respon Elena.
"Iya, mama Elena sayang," ucap Clarissa lagi.
*
*
*
Hari-hari Elena lewati dengan kesibukan bisnis online dan offline-nya. Ya, Elena memiliki sebuah toko yang menjual berbagai produk, dari pakaian maupun barang yang diperlukan sehari-hari.
Elena mulai membangun bisnisnya ketika ia masih duduk dikelas tiga sekolah menengah atas. Waktu itu, usaha Henry masih berjaya. Elena pun sering diberi uang bulanan yang banyak.
Clarissa dan Henry sangat menyayangi putrinya, karena Elena adalah anak mereka satu-satunya. Walaupun orang tua Elena memanjakan Elena dulu, tapi Elena tumbuh menjadi gadis yang cermat dan tak boros dengan uang yang ia punya. Semua itu tak luput dari bimbingan kakeknya Elena.
Selain mengajarkan ilmu silat kepada Elena, kakeknya Elena juga mengajarkan perilaku-perilaku yang baik. Kakeknya Elena juga berpesan, agar Elena menggunakan ilmu silatnya untuk melindungi diri dari bahaya, bukan untuk pamer.
Elena selalu mengingat pesan sang kakek. Elena pun menabung uang-uang yang diberikan Henry kepadanya. Elena hanya menggunakan untuk hal yang penting saja.
Dari uang tabungannya, Elena dapat memulai bisnis online-nya. Suatu ketika, bisnis online-nya mendapat keuntungan besar, Elena pun menggunakan keuntungan itu untuk menyewa sebuah toko untuk toko offline-nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Mr. A.N
Sdh mau dibayar, bknnya lgsg ksh rek mlh ngoceh🙄🙄
2022-11-09
0
Rini Antika
👍👍👍👍👍 sekali" emg harus digituin
2022-10-13
3
Rini Antika
Astagfirullah.
kok gitu amat sih..😠
2022-10-13
2