Sore yang cerah, mulai hari ini Laras dan Joe akan menempati kamar yang disamping kanan rumah Bu Suci. Dengan sedikit perbaikan, membuat rumah ini semakin terlihat luas.
Mereka telah selesai berbenah, setelah semuanya mandi kembali duduk di teras rumahnya. Teras yang sama saat keluarga ini membawa Laras dan Joe masuk kedalam keluarganya.
“ Assalamu’alaikum....” seru suara milik Ruly,
“ Wa’alaikumsalam,....” jawab mereka berbarengan.
“ Mas Ruly dari mana?”tanya Azka sambil menuangkan es sirup kedalam gelas lalu diberikan pada Ruly yang telah duduk disamping kanannya.
“ Terima kasih.” Ujar Ruly dengan tak lupa tersenyum.
“ Aku punya kabar baik dan buruk buat kalian. Kalian mau dengar yang mana dulu?”
Keempat orang itu saling berpandangan lalu sama-sama tertawa.
“ Mas Ruly ini ada-ada aja... Masa kabarnya dua sekaligus gitu mas..” sahut Joe sambil masih terkekeh.
Diikuti anggukan yang lain. Ruly jadi ikutan tertawa.
“ Biar seru Joe, kayak yang di sinetron-sinetron itu... hehehe..”
Semuanya tertawa tapi Laras hanya tersenyum, meski hanya tersenyum tapi makin mempermanis wajahnya yang kuning langsat itu.
Azka hanya tersenyum melihat Laras yang masih keki dengan keberadaan Ruly di rumah ini, laki-laki asing pertama yang harus dihadapi Laras setelah bertahun-tahun mengasingkan diri dari makhluk adam.
Dengan paras yang manisnya itu, Azka yakin Laras akan jadi primadona di sekolahnya. Tetapi bila tak pernah ada trauma itu... ingat cerita Laras pada malam itu Azka menunduk sedih.
“ Loh.. Ka.. kamu kok malah ngelamun sendiri?”
Azka gelagapan, dengan memaksakan tersenyum.
“ Sapa yang ngelamun..?!” protesnya.
“ Eeh.. malah ngeles nih anak.”
“ Aku lagi mikirin kabar yang kata mas baik dan buruk itu.”
“ Lalu kira-kira kamu ada gambaran gak?”
Azka tersenyum menang.
“ Pasti salah satunya tentang keberangkatan mas Ruly ke Jakarta itu kan” tebaknya asal.
Kini giliran Ruly yang tersenyum kecut. Dan dia sadar sedang berhadapan dengan adiknya yang cerdas. Yang selalu dapat beasiswa dari sekolah.
“ Iya juga sich.. “
“ Berangkatnya jadi kapan mas?”
“ Lusa sore.”
“ Terus kabar baiknya apaan, Mas?”
Ruly tersenyum simpul..
“ Begini.. Ini adalah berkas dari pengabdosian Ibu atas Laras dan Joe. Tinggal ditanda tangani Ibu dan kalian berdua. Setelah itu, mereka sah jadi anak angkat Ibu.” Jelas Ruly sembari mengeluarkan berkas-berkas yang harus di tanda tangani.
Ibu, Laras dan Joe dengan haru segera membubuhkan tanda tangan mereka.
“ Nah.. Selesai..! besok tinggal diserahkan ke notaris untuk disahkan.”
“ Alhamdulillah.....!” seru mereka serentak. Suasana hening sejenak. Lalu ...
“ Eh.. Masih ada satu lagi kabar gembira buat kalian.” Sahut Ruly yang di ikuti tatapan heran semua yang ada di situ.
“ Yah.. Cuma buat mereka berdua..? aku gak pake??” gurau Azka.
“ Ogah...!!” balas Ruly hingga sebuah tinju mendarat di lengannya yang kekar.
Ruly hanya nyengir.
“ Tapi aku yakin kabar ini akan membuat Ibu dan Azka pun juga ikut senang.”
Ibu dan Azka berpandangan kemudian mengangkat bahu karena merasa tidak ada gambaran.
“ Joe.. Aku udah mendaftarkan kamu di SMP N, dan pada awal bulan depan kamu akan memulai sekolah kamu. “
Semua tampak surpraise. Apalagi Joe, dia hanya bisa bengong tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
Aku sekolah lagi..? batinnya.
“ Kok bengong...? Kamu mau kan sekolah lagi?” kata Ruly memastikan.
“ Eh.. Maaf, mas. Tapi mas, aku benar-benar akan sekolah lagi?” tanya Joe masih tak percaya.
Ruly hanya menjawabnya dengan anggukan serta senyuman. Spontanitas Joe bersorak membuat semuanya tertawa senang.
“ Dan kamu Laras.. Mas juga sudah mendaftarkan kamu di SMA B, letaknya gak jauh kok dari sekolah Azka. Karena satu komplek.”
Berbeda dengan Joe, kali ini yang bersorak malah Azka dan Joe. Laras masih tak percaya dengan apa yang dilakukan Ruly untuk dia dan Joe.
“ Loh.. Kenapa, Ras? Kamu gak suka sekolah itu?” tanya Ruly memastikan.
Laras hanya menggeleng. Matanya sudah berkaca-kaca, tapi dia masih belum sanggup untuk menatap mata Ruly. Dia sangat ingin sekolah lagi, tapi bukan di biayai orang lain seperti ini.
“ Lalu kenapa, Nak? Kok kelihatannya kamu gak senang.” Timbal Ibu.
Laras menatap wajah Bu Suci, terasa sangat damai.
“ Bukan seperti itu, Bu. Hanya saja, ini semua udah terlalu berlebihan untuk kami. Biar Joe saja yang sekolah, Mas. Biar aku bantuin Ibu dirumah saja.”
“ Berlebihan bagaimana sich kamu ini, Ras. Emang ini kan yang harus dilakukan oleh seorang kakak. Inget, sekarang aku ini mas mu juga. Kamu dan Joe juga udah aku anggap adikku sendiri, seperti Azka. Aku gak mau adikku ada yang gak lulus SMA.”
Laras terisak menahan haru. Hatinya terasa damai dengan kata-kata Ruly. Kalimat-kalimatnya terasa menyejukkan hatinya yang selama ini tertekan karena beban yang ditanggungnya. Ibu mendekat ke arah Laras dan mendekapnya.
“ Tapi, Mas.. Aku benar-benar ikhlas kalo gak sampai lulusan SMA. Aku udah cukup senang Joe bisa sekolah lagi.”
“ Aku gak mau dengar alasan itu lagi...!!” hardik Ruly. Semua jadi kaget dibuatnya.
Laras semakin tenggelam ke dekapan Bu Suci, nyalinya menciut mendengar bentakan Ruly.
“ Mas ini apa-apaan sich pake acara bentak segala..” protes Azka sewot.
“ Yah.. Habisnya Laras keras kepala sekali.” Jawabnya ikut sewot.
“ Emangnya apa sich yang kamu takutin, Ras?”
Laras terpana sejenak, takut..??? yah.. mungkin mas Ruly benar, aku masih takut nanti ketemu Ayah.
“ Maafkan aku Laras.. Aku gak bermaksud membentak kamu. Aku benar-benar ingin kalian semua jadi orang yang sukses. Bisa membanggakan Ibu dan juga bisa membuatku bangga telah mampu menjadi kakak yang berguna bagi adik-adikku. Itu aja..” kata Ruly melunak.
Laras mengagguk faham, dihapusnya air matanya.
“ Aku juga minta maaf, Mas. Bukan maksud aku untuk keras kepala, tapi bagaimana dengan biaya sekolahnya nanti? Apa nanti mas tidak terlalu berat harus menanggung Azka, Joe dan sekarang ditambah aku lagi.”
“ Laras... Laras... Kamu ini gimana sich. Aku ini kerja untuk bisa bertanggung jawab pada keluargaku. Sekarang, kalian udah jadi bagian dari keluargaku, tentu saja aku harus bertanggung jawab pada kalian juga dong.”
Laras tersenyum getir. Ada semacam kebanggaan mempunyai kakak sebaik Ruly
“ Laras.. Cobalah untuk membuka dirimu. Jangan menutup diri rapat-rapat seperti itu.” Kata Bu Suci tiba-tiba.
Spontan semua mata memandang beliau kini.
“ Mak... Maksud... Ibu...?” tanya Laras ragu-ragu,
ada semacam gelagat yang ditangkap Laras bahwa Bu Suci telah tahu tentang trauma yang selama ini disembunyikannya.
“ Ibu... Ibu gak tega lihat kamu selalu gelisah tiap kali ada laki-laki yang lewat. Selama kamu tinggal disini, kamu selalu dirumah. Selalu gak mau diajak jalan-jalan sama Azka. Atau ikut Ibu ke pasar. Ibu ingin kamu mulai membuka diri dan kembali bersosialisasi.”
“ Ibu ini ngomong apa sich. Aku gak apa-apa kok, aku gak mau jalan-jalan karena ingin nemenin Ibu dirumah. Itu aja, toh kalo teman-teman Azka main kerumah, aku juga ikutan ngobrol dengan mereka.” Elak Laras dan berusaha mengalihkan pembicaraan.
“ Oh iya..?! Apa bukannya takut bertemu dengan Ayah kamu...?” tegas Ibu.
Laras tersentak, spontanitas dia menatap Azka tajam. Ada semacam amarah dalam matanya yang ditujukan untuk Azka yang kebetulan secara gak langsung pun tengah menatapnya bingung.
“ Sumpah demi Allah...! aku gak pernah bilang apapun ke Ibu...!!” seru Azka pasti diantara kebingungannya.
“ Ibu.. Bagaimana Ibu bisa tahu?” tanya Azka panik, karena disana masih ada Joe.
“ Azka, jangan menghakimi Ibu seperti itu. Aku juga tahu tentang masalah itu. Dan aku rasa Ibu ada benernya juga Laras. Ini saatnya kamu bangkit, aku tahu bukan hal yang mudah, tapi kami disini akan selalu dukung kamu.” Jawab Ruly tenang.
“ Mas Ruly juga tahu hal ini...? jangan-jangan.... “ kalimat Laras menggantung.
“ Joe..”
Joe yang sedari tadi menunduk diantara kecewa, sedih dan juga marah mendongak dan memandang Laras. Ditatap sayu oleh Joe, Laras tersadar bahwa semuanya telah mengetahui tentang masa lalunya itu.
Ditutupnya wajahnya dengan tangan, seolah ingin menutupi malu karena aib yang dia pendam selama ini telah banyak yang tahu. Laras mulai terisak, Ibu kembali mendekap Laras. Merasakan dekapan hangat dari Bu Suci, Laras memeluk Ibu angkatnya itu.
“ Kenapa, Mbak...?” keluh Joe tiba-tiba.
Laras melepaskan pelukan Ibunya dan memandang adiknya itu. Rasa kecewa masih ada ditatapannya.
“ Kalo bukan.. Azka yang bilang. Bagaimana Ibu, mas Ruly dan kamu bisa tahu tentang masalah ini?” tanyanya heran diantara isaknya.
“ Waktu itu aku gak bisa tidur, lalu aku lihat mbak masih ada di teras. Aku ingin menemani mbak disana. Saat aku mau mendekat, tanganku ditarik mas Ruly yang terbangun karena mendengar suara tangis mbak. Dan Ibupun ikut terbangun setelah mendengar suara gelas yang pecah. Lalu kami mendengar semuanya.” Jelas Joe.
Laras memejamkan matanya sejenak setelah itu menghela nafas. Ingin mengumpulkan sisa-sisa keberaniaannya. Untuk menghadapi rasa penasaran Joe.
“ Se.. Sekarang kamu udah tahu kenapa mbak gak mau menemani kamu ke makam Ibu.”
Joe mengangguk lemah,
dia bisa membayangkan bagaimana perasaan mbaknya kalo seumpama nanti bertemu dengan Ayahnya disana. Orang yang telah merenggut masa depannya.
“ Apa kamu mau periksa, Ras?” tanya Ruly tiba-tiba.
Laras menggeleng pasti.
“ Gak usah, Mas. Aku udah gak peduli lagi, aku gak mau mengingat-ingat itu lagi. Hanya akan membuat traumaku semakin menjadi. Kehadiran mas disini, udah bisa mengembalikan kepercayaan diriku, mas.”
“ Tapi kalo sewaktu-waktu nanti kamu berubah pikiran, kamu bilang aja ke Ibu atau langsung ke aku. Biar nanti aku bisa langsung mengurus semuanya.”
Laras mengangguk haru.
“ Terima kasih, mas...”
“ Sekarang kamu gak takut lagi sama mas Ruly kan?!” goda Azka dengan suara yang masih parau.
Laras tersenyum malu diantara kegetirannya.
“ Terima kasih... Terima kasih... “ ucap Laras haru.
Tiba-tiba Joe mendekat dan memeluk Laras.
“ Tolong jangan bohongi aku seperti ini lagi... Aku udah cukup besar untuk bisa melindungi mbakku.. Aku bisa jadi tempat berbagi mbak.” Bisiknya. Laras hanya mengangguk lemah.
Dua hari kemudian, Ruly berangkat ke Jakarta. Ibu, Azka, Laras dan Joe hanya mengantar sampai terminal. Ruly yang memintanya, dia tidak tega melihat Laras yang sepanjang perjalanan terus menunduk gelisah itu. Ketakutan nampak jelas di raut wajah Laras.
“ Udah kalian mengantar sampai disini saja. Gak usah ke stasiun, kasihan Laras. Tuh wajahnya udah pucat saking gelisah dan takutnya.”
Azka hendak protes pada masnya, tapi saat diliriknya wajah Laras benar-benar menyiratkan ketakutan dia mengurungkan niatnya.
“ Maafkan aku, Mas...” pinta Laras sedih dengan mata berkaca-kaca.
“ Eh..?! Udahlah Laras.. Gak apa-apa. Oh iya.. Aku punya permintaan, apa kamu mau melakukannya untukku..?”
Laras memandang Ruly kemudian mengangguk pasti.
“ Aku minta.. Ini air mata terakhir yang kamu keluarkan..”
setelah berkata seperti itu, Ruly menyeka air mata Laras dengan ujung jari telunjuknya. Azka dan Ibu hanya tersenyum, sedang Joe mendekap Laras.
“ Janji..???” tegas Ruly.
Laras tersenyum sembari mengangguk.
“ Nah.. gitu dong! Kalo gini aku kan bisa tenang disana. Ya udah aku berangkat...”
Ruly mencium punggung tangan Ibunya. Kemudian berganti Azka yang mencium punggung tangan Ruly.
“ Kamu jaga diri baik-baik..!” kata Ruly lalu mengacak-acak rambut Azka hingga membuatnya manyun tapi senang.
Joe dan Laras pun melakukan seperti Azka.
“ Laras.. Kalo aku pulang nanti, aku udah siap lihat Laras yang udah bangun dari traumanya.”
Laras kembali tersenyum dan mengangguk pasti.
“ Joe.. Aku yakin kamu udah cukup dewasa untuk menjaga trio angels ku ini. Awas kalo waktu aku kembali nanti, mereka tergores..” gurau Ruly disusul tawa mereka semuanya.
“ Aku titipin Ibu ke kalian ya..”
mereka semuanya mengangguk takzim.
“Assalamua’alaikum....”
“ Wa’alaikumsalam....!!!”
Bus yang ditumpangi Ruly mulai berangkat, sampai bus tidak terlihat dari kejauhan baru ibu mengajak anak-anaknya untuk pulang.
" Kita langsung pulang atau mau kemana gitu, Bu? " tanya Azka iseng sembari menggandeng lengan Ibunya.
" Pulang, Ka. Kamu gak tega lihat Laras lagi ketakutan gini. " jawab Ibu.
" Eh,, iya. Aku lupa. Ya udah ayo kita pulang. "
" Maafkan aku ya ,Bu. Ka. "
" Gak ada yang perlu di maafkan. Ibu tahu kamu butuh waktu, Laras . "
Laras menangguk penuh terima kasih.
" Tapi,, besok- besok mau ikut jalan - jalan ya, Ras. "
" Iya aku mau, Mbak. " sahut Joe cepat.
" Yeee,, aku kan ajak Laras bukannya kamu. "
" Ya ajak aku juga dong, Mbak. Biar ada yang melindungi gitu. "
" Halaahhh,, melindungi apaaan. Palingan nanti kamu yang duluan kabur. "
" Enak aja. Gak bakalan deh. "
Azka hanya mencibir.
Laras dan Ibu hanya geleng - geleng melihat dua orang itu masih beradu argumen sepanjang perjalanan pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments