Tak Seindah Mawar
Rumah itu hanya sebuah rumah pinggiran kota. Lebih sederhana dan tampak asri. tapi bagi yang ada didalamnya dapat memberikan kenyamanan oleh mereka sendiri.
Rumah yang di huni oleh Bu Suci dan kedua anaknya memang terdiri dari rumah utama dan satu kamar sederhana yang dulu di pakai oleh pembantunya yang sekarang sudah meninggal.
Anak pertamanya adalah Ruly, yang sudah bekerja sebagai supir taksi selama lima tahun. Sedang anak keduanya adalah Azka,masih berstatus sebagai pelajar SMA di sebuah SMA negeri yang terkenal elite dikotanya. Azka bisa bersekolah disana karena mendapatkan beasiswa.
Azka mengusulkan untuk menampung 2 orang pengamen jalanan yang sering datang ke rumah mereka. Dan kalau tidak salah tebak salah satunya masih SMP, mereka sering berpindah-pindah tempat tinggal.
Berawal sore itu,seperti biasa dua orang pengamen itu bernyanyi didepan rumah mereka. Tembang Melly Goeslow yang berjudul Ketika Cinta Bertasbih mengalun dengan merdu dari mulut mereka.
Azka pun langsung keluar rumah dan memanggil mereka untuk masuk dan duduk di teras rumah mereka. Dengan raut muka kebingungan mereka pun duduk didepan Azka.
“ Loh.. kenapa?? Kaget ya aku suruh masuk..?” tebak Azka sembari senyum.
Keduanya hanya mengangguk sembari tersenyum ragu. Banyak tanda tanya besar dikepala mereka saat ini.
“ Assalamu’alaikum....!!” seru suara dari dalam.
Lalu keluar Bu Suci dengan membawa nampan berisi empat gelas minuman.
“ Wa’alaikumsalam....!!!!” jawab mereka bertiga berbarengan.
Kedua pengamen itu nampak makin gelisah dan saling sikut untuk angkat bicara, saat Bu Suci keluar dan duduk didepan Azka. Bu Suci tertawa melihat ekspresi keduanya. Azka jadi ikut tertawa.
“ Kalian kenapa?” tanya Bu Suci tak tahan melihat keduanya makin gelisah saja.
Keduanya menggeleng cepat tapi sedetik kemudian saling menyikut lagi. Membuat Bu Suci dan Azka tersenyum sambil berpandangan. Akhirnya salah seorang dari mereka, yang perempuan angkat bicara.
“ Maaf, Bu.. Maaf, mbak... Kalau kami boleh tahu, kenapa kami di panggil kemari? Apakah kami mengganggu ketenangan Ibu dan Mbak...? kalau memang iya kami berdua minta maaf dan kami tak akan mengulanginya lagi.” Kata perempuan yang sebaya dengan Azka itu.
“ Iya.... kami janji, Mbak.. Bu... iya kan Mbak...” sahut laki-laki disebelahnya, mungkin adiknya.
Bu Suci dan Azka kembali tersenyum.
“Loh yang bilang kalian menggangu kami siapa??” seru Azka geli.
Kedua kakak beradik yang berprofesi sebagai pengamen itupun berpandangan lalu sama-sama mengangkat bahu.
“ Nama kalian sapa?” tanya Bu Suci.
“ Laras, Bu.” Jawab yang perempuan.
“ Saya.. Joe, Bu.” Jawab laki-laki itu saat Bu Suci mengalihkan pandangannya ke arahnya.
“ Wah.. keren namanya...!” celetuk Azka,
Joe pun hanya nyengir kuda.
“ Joni.. sebenarnya Bu.. Cuma gak tau kok pake diplesetin gitu..!” ralat kakaknya sambip memcubit pipi adinya.
Joe berganti manyun. Azka dan Bu suci tertawa dibuatnya. Akhirnya Joe dan Laras ikut tertawa, hingga suasana mulai mencair sekarang.
“ Kalian bersaudara?” tanya Azka setelah tawanya reda.
“ Waduh.. ya iiyalah, Mbak. Mana ada orang tua yang ngerelain anaknya jadi pengamen nemenin saya.. yang ada kan disuruh jauhin kan..?!”
“ Ya, mbak... ini kakak saya tulen looh...!!” seru Joe pasti.
Azka dan Bu Suci berpandangan. Kemudian...
“ Eehmm... selama ini kalian tinggal dimana?” tanya Bu Suci.
Senyum langsung hilang di balik wajah Laras dan Joe.
“ Waahh... Ibu ini ketinggalan, masa gak tau kalo rumah kami udah digusur..?”
“ Joe...!! kamu tuh ngomongnya kok kasar gitu sich..!” hardik Laras lirih.
“ Maaf...” ralat Joe.
“ Loh.. Gak apa-apa.. kalo gak gitu, nanti gimana bisa akrab dong. Iya kan nak Joe??”
Joe tiba-tiba terpekur setelah Bu Suci selesai bicara. Azka jadi heran.
“ Kenapa, Joe?? Kok diem sich..” tanya Azka
“ Tadi... Tadi... Aku gak salah denger kan, mbak Laras..??”
Laras hanya tersenyum getir sembari mengangguk.
“ Emang ada apa, Laras?” kali ini Bu Suci yang angkat bicara.
“ Biar Joe ajalah Bu, yang jawab..”
“ Kenapa Joe? Apa Ibu salah bicara tadi? Ya udah Ibu minta maaf ya..”
“ Jangan... Ibu jangan minta maaf, Ibu gak salah kok. Hanya aku yang tadi jadi terharu Ibu bilang itu tadi. Aku yang harusnya minta maaf Bu..”
“ Loh.. Emang Ibu tadi bilang apa, sampe buat kamu terharu nak..??”
“ Nah.. tuh bilang lagi...”
“ Ooo.. Maksudnya ‘ Nak’..” tebak Azka.
“ Iya, Mbak..” jawab Joe sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Bu Suci dan Azka pun jadi ikutan terharu sedang Laras hanya menunduk, entahlah yang tertangkap Azka wajah itu ingin menyembunyikan sesuatu dari dia dan Ibunya.
“ Kalo begitu ya.. Nanti Ibu sering-sering panggil kalian ‘Nak’ dech..”
Laras dan Joe tersenyum lirih. Azka mengangguk haru.
“ Kalian mau kan ...??” seru Azka tiba-tiba hingga membuat Laras dan Joe berpandangan.
“ Mau apanya, mbak?” sahut mereka berbarengan.
“ Looh... Emang aku tadi belum bilang yach?”
“ Bilang apaaan...”
“ Begini loo... rumah samping Ibu ini kan kosong. Kalau kalian gak keberatan, kalian mau gak menempati rumah itu..? itupun kalo orang tua kalian setuju, atau ajak saja mereka sekalian tinggal disana. Gimana menurut kalian?”
Keduanya menoleh kearah yang ditunjukkan Ibu Suci. Rumah itu lebih kecil dibandingkan rumah yang ditempati Azka dan Bu Suci tinggali.
“ Yah.. Rumahnya lebih kecil sich..?”
“ Bukan... Bukan begitu...” seru Laras cepat takut Azka salah faham.
“ Lalu kenapa kok diem”
“ Kami gak bisa bayar sewanya..”
“ Loh.. Emang Ibu tadi bilang kalian harus nyewa?”
Laras menggeleng tapi tidak mengurangi kebingungannya.
“ Maaf, Bu.. Bukan saya mau bersikap lancang. Tapi tolong jelaskan ada apa ini sebenernya. Terus terang saja kami bingung, pertama mbak Azka tiba-tiba menyuruh kami masuk dan duduk disini. Lalu Ibu yang bersedia ngobrol dengan kami, bahkan sampai repot membuatkan minuman. Tolong jelaskan ada apa Bu..” kata Laras penasaran.
Bu suci dan Azka tersenyum.
“ Begini loo... Azka ini sangat menyukai suara duo kalian dan ingin belajar bisa main gitar sama menyanyi seperti yang kalian kuasai. Dan secara kebetulan kan rumah kami sudah gak berpenghuni lagi, jadi Azka mengusulkan agar kalian yang menempati rumah itu. Bagaimana..?” jelas Bu Suci kalem namun tidak mengurangi kewibawaannya.
Laras dan Joe menunduk sebentar kemudian saling berpandangan seolah dari mata itu mereka ingin menyelami perasaan masing-masing.
“ Selain itu.. aku bakalan kesepian. Kan mas Ruly di mutasi ke Jakarta. Kalo ada kalian disini kan aku bisa ada teman ngobrol. Mau yaa...” tambah Azka memastikan.
Laras menghela nafas dalam-dalam kemudian melepaskannya. Seolah ingin membuang semua penat dan beban yang dia rasakan.
“ Sebenernya kami sangat senang bahkan bahagia mungkin lebih tepatnya, karena rizki yang benar-benar tak terduga banget. Tapi.. Maaf.. Apa ini gak terlalu berlebihan? Mengingat kami hanyalah seorang pengamen jalanan yang gak ada hubungan sama sekali dengan kalian.”
“ Kok ngomongnya jadi terkesan kalian rendah diri gitu sich..?” sela Azka tersinggung dengan kata-kata yang diucapkan Laras.
“ Maaf mbak... Bukannya kami gak mau tapi mbak Laras benar. Aku pikir ini terlalu berlebihan untuk tinggal disini dan.. “
“ Pokoknya aku gak mau terima alasan apapun itu...!!” seru Azka sembari menutup kedua telinganya.
Laras memandang Bu Suci untuk meminta pengertiannya. Tapi yang di pandang malah hanya mengangkat bahu sembari tersenyum simpul. Laras mendesah pelan, kemudian menunduk.
“ Apa ada alasan yang lebih logis yang bisa kamu katakan pada Ibu selain yang tadi kalian katakan...?” tanya Bu Suci memecah kebisuan dan kebimbangan Laras dan Joe.
Sejenak mereka menatap Ibu itu, mencoba menerka maksud kalimat Bu suci tadi.
“ Seperti apa maksud Ibu..?” tanya Laras memastikan.
“ Seperti... Karena kalian masih belum bilang ke orang tua kalian misalnya.”
Joe menggeleng cepat dan Laras kembali menunduk dengan sesekali mendesah pelan.
“ Kenapa Joe?” kali ini Azka kembali ikut bersuara setelah mendengar kalimat Ibunya tadi.
“ Orang tua kami kan sudah meninggal mbak. Selama ini kan aku tinggal berdua dengan mbak. Udah 7 tahun lebih mbak ya...”
Bu Suci dan Azka tersentak mendengarnya. Mereka terdiam sesaat.
“ Malah bagus kan..! kalian jadi gak ada alasan lagi untuk menolak. Ya kan, Bu?!” seru Azka senang setelah sanggup menenangkan dirinya sendiri.
Ibunya hanya mengangguk sambil senyum.
“ Kalo aku sich... udah terserah mbak Laras aja.. aku ikut...” timbal Joe.
Yang di sambut senyum Azka dan Ibunya. Meski dilain pihak dia harus mendapatkan tatapan protes dari kakaknya.
“ Laras... Apalagi sich yang menjadi pikiran kamu?” sergah Bu Suci bingung.
Laras mendongak dan menatap wajah teduh didepannya.
Wanita yang memiliki mata yang teduh, wanita yang dipanggil Ibu oleh Azka itu membuatnya teringat Ibunya sendiri yang telah lama meninggal. Ibunya juga memiliki mata yang meneduhkan seperti itu.
“ Maaf, Bu. Jujur, saya sich terserah Joe saja. Saya hanya ingin dia bahagia dimanapun. Tapi.. sekali lagi saya minta maaf. Wajah Ibu, mirip dengan almarhumah Ibu. Saya takut nanti saya malah salah tafsir terhadap perhatian Ibu dan Azka ini.”
Terasa diujung mata Laras nampak ada yang menggenang. Tak disangkanya, Bu Suci malah berdiri dan duduk disamping Laras kemudian mendekap gadis itu seolah mendekap putrinya sendiri. Laras jadi gelagapan dan tumpahlah genangan dimatanya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Syhr Syhr
Jadi ingin ikut nangis.
2022-12-16
1