Anyelir putih mekar di pagi hari
Bunga merekah menghadap langit, menantang angan yang tinggi
Sebuah kenaifan dari jiwa yang polos, mengharap cinta suci
Tanpa Anyelir tahu, bunga layu dimakan waktu
Dunia terus berubah bersama anyelir berwarna ungu
Sementara Anyelir masih berdiam diri dan menatap malam yang sendu
*
Masih teringat jelas di benak wanita itu, ketika Dylan berusaha untuk merengkuh dirinya yang kedua kali.
Dia tahu semua yang Dylan lakukan itu untuk Rio, namun entah mengapa ia tak suka dengan cara pria tersebut merendahkan dirinya.
Pagi ini, Anyelir berangkat ke rumah sakit dengan langkah yang tak bersemangat. Padahal biasanya tidak seperti itu. Ia akan girang dengan serangkaian kegiatan, lalu merencanakan untuk menemui Rio diam-diam.
Tak mengapa bila ia tak dipanggil mama.
Tak mengapa pula bila Rio tak pernah tahu jika dari rahimnya lah, dia keluar ke dunia.
Asal ia bisa melihat senyum bahagia anak itu. Lalu juga mengikuti perkembangannya.
Seragam putih-putih mulai terlihat dari kejauhan. Dapat ditebak jika pegawai rumah sakit berlalu lalang di sekitar tempat ini.
Ini bukan pertama kalinya ia datang ke rumah sakit. Hanya saja jika biasanya ia datang mengendap-endap karena ingin melihat Rio di jadwal kontrol atau transfusi darahnya, maka kali ini, Anyelir datang secara terang-terangan karena ia mulai menjadi koas sekarang.
“Anye! Kenapa kau semurung ini?” tanya seorang gadis cantik berkucir kuda di belakang kepalanya.
“Apa aku terlihat murung?” Anyelir balik bertanya.
“Kau ada masalah apa? Apa kau tidak suka karena mulai hari ini kita akan menjalani koas?”
“Diamlah, Lin,” ujar Anyelir yang sedang tak ingin banyak bicara.
Lina yang ada di sampingnya tentu saja tak akan diam begitu saja. Gadis ekstrovert ini akan menceritakan apa pun yang ingin ia utarakan meski Anyelir tak meminta. Sepanjang jalan, celoteh Lina memeriahkan kesepian dalam hatinya.
Sampai ketika mereka benar-benar tiba-tiba di rumah sakit dan menuju ke tempat ruangan konsulen mereka berada. Belum ada banyak orang yang datang, Anyelir dan kawannya menunggu di depan.
“Lina, jika kau menjadi wanita itu, apa yang akan kaulakukan?” Mendadak wanita itu bertanya pada kawan di samping.
“Hmmm?”
“Jadi ... ada seorang wanita yang sudah bercerai dengan suaminya. Mereka tidak akur karena sebuah kontrak perjanjian. Tapi ternyata anak mereka sakit dan dia harus menjalani terapi sel punca untuk pengobatannya,” jelas Anyelir pada kawannya.
Terapi sel punca merupakan terapi pengobatan untuk penyakit-penyakit yang parah, termasuk talasemia seperti yang diderita oleh Rio. Sel punca yang digunakan untuk Rio nanti diperoleh dari darah tali pusat janin milik saudara sekandung pasien yang akan menjalani terapi.
Lina langsung menoleh dengan serius mendengar pertanyaan kawannya. “Terapi sel punca? Apa anak itu memiliki simpanan sel punca saat dilahirkan?” tanya Lina.
Biasanya, beberapa orang akan menyimpan sel punca dari darah tali pusat janin untuk digunakan sewaktu-waktu. Lina mengira, jika anak yang diceritakan oleh kawannya ini akan menjalani terapi sel punca menggunakan sel yang ia simpan sendiri.
Anyelir langsung menggeleng. “Anak itu tidak pernah menyimpan sel punca miliknya. Jadi ... dia harus menggunakan milik sang adik.”
“Yang artinya, wanita itu harus segera mengandung adik dari anak itu. Sementara dia dan sang mantan suami tidak akur?” Lina langsung terkejut sambil mesem-mesem sendiri.
“Iya, kalau kamu jadi wanita itu, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Anyelir.
Namun sepertinya kawan di depannya tidak akan memberikan jawaban yang ia mau. “Anye, itu judul dramanya apa? Aku minta, dong!”
Spontan Anyelir pun langsung melongo. Dalam hati ingin ia berkata, “Ini kisah nyata, beg0!” Gadis pendiam itu tak mungkin mengumpat secara terang-terangan. Ia hanya memutar bola mata lalu tak mengajak lagi Lina bicara.
“Hei, Anye! Drama apa? Aku minta, ya. Sepertinya itu akan menjadi drama romantis,” ucap Lina sambil memejamkan mata. Entah apa yang gadis itu pikirkan.
“Romantis? Begitukah?” Anyelir menaikkan salah satu alisnya.
“Ya, bayangkan saja. Sang mantan suami pasti akan menggoda lagi dan merayu lagi sang istri agar mereka mau untuk berhubungan lagi, lalu memberikan adik untuk anak itu. Aaaaah, ini adalah drama tentang balikan bersama mantan yang akan sangat epik. Karena keadaan memaksa mereka melakukannya,” komentar Lina lagi yang membuat Anyelir semakin geli mendengarnya.
“Masalahnya, sang suami sudah punya istri.” Anyelir menambah keterangan.
“Istri baru maksudnya? Ya, mereka akan bercerai. Karena sang suami akan jatuh cinta pada ibu dari anak tersebut.”
“Bukan, jadi ibu dari anak itu justru menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka.” Anyelir meralat ucapan Lina.
Kali ini Lina yang tak mengerti. “Ah, udah deh! Jujur sama aku, ini drama apa? Korea? Thailand? Atau China? Udah tamat apa masih on going?”
Anyelir kali ini berjalan masuk ke dalam ruangan untuk bertemu dengan salah satu konsulen mereka.
Sementara itu, Lina masih mengoceh tentang drama yang diceritakan oleh Anyelir. Namun wanita itu sama sekali tak menjawab, apalagi ketika seseorang dengan jubah snelly berwarna putihnya mulai masuk.
Spontan Lina mengecilkan volume suara dan mengunci rapat bibirnya. Hari ini yang menjadi supervisor terdengar sebagai konsulen killer. Maka dari itu tak ada satu pun di antara mereka yang menyela ketika dokter itu bicara.
Begitu pun dengan Anyelir. Hari ini cukup berat baginya untuk berkonsentrasi, karena bagaimanapun juga, pikirannya selalu terlempar lagi ke masalahnya tentang Rio.
Tidak hanya ketika bimbingan dengan dokter konsulen, saat ia menjadi dokter jaga pun, gadis itu lebih banyak melamun.
Beruntung, IGD tidak terlalu sibuk. Tugasnya hanya melakukan anamnesis dan kemudian melihat dokter jaga memberi pertolongan pertama. Dokter muda sepertinya, hanya cukup melakukan pendampingan.
“Dokternya tampan dan cantik, kayaknya saya bakal betah tinggal di sini,” gurau sang pasien yang merupakan ibu-ibu paruh baya.
“Jangan betah di rumah sakit, Bu. Kecuali kalau ibu jadi dokternya, kayak saya. Kalau jadi pasien, nggak enak, dong.” Dokter tersebut bergurau dengan sang pasien.
Anyelir melihat interaksi antara sang dokter yang sedang memeriksa pasien tersebut. Sang dokter terlihat ramah, cekatan dalam menolong dan memang benar-benar tampan. Meski tertutup masker, Anyelir sering melihat dokter tampan yang satu ini.
“Kau Anyelir, bukan?” tanya seorang dokter yang baru saja memeriksa pasien di IGD.
Anyelir yang sedang melamun langsung spontan mengangguk.
“Jangan banyak melamun jika sedang bekerja di IGD.” Dokter itu pun pergi meninggalkan Anyelir, sementara wanita itu masih melamun.
Kemudian, sebuah senggolan di bahu ia rasakan. Sontak, Anyelir pun menoleh. “Eh, kamu, Lin?”
“Ciyeee, jaga IGD bareng Dokter Rian?” bisik kawannya yang menggoda.
Anyelir hanya menggelengkan kepala mendengar celoteh Lina. Wanita itu tak terlalu menanggapi apa yang dikatakan oleh kawannya.
Ketika Anyelir sedang bergurau, seorang perawat datang dan berbicara pada dokter Rian yang ada di sana.
Anyelir dan Lina memperhatikan interaksi mereka. Dokter Rian terlihat sangat serius mendengarkan ucapan sang perawat. Setelah perawat itu pergi, dokter tampan itu pun menghampiri Anyelir.
“Anyelir!” panggil dokter Rian.
“Iya, Dok!”
“Nyonya Lastri Bagaskara sedang mencarimu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Endah Dwi Agustina
suka
2022-10-19
1
Dewi Susanti
gak tau mau komen apa
tapi semakin kesini semakin menarik cerita nya
2022-10-19
1