Sesampainya di rumah, Dylan bahkan masih memikirkan apa yang baru saja dilakukan oleh Anyelir padanya. Pria itu mengusap pipinya yang masih terasa perih dan memerah.
“Berani juga dia!” ujarnya sambil bercermin.
“Kau sudah pulang ternyata,” ucap seorang wanita yang baru saja masuk ke kamar. Wanita itu dengan santainya melepas sepatu dan mengangkat gaun yang ia kenakan.
Dylan menoleh untuk melihat wanita itu. “Justru aku yang harusnya bertanya, bukankah kau pulang terlalu sore?”
Wanita itu tersenyum dan mengambil bathrobe. “Aku gerah, aku mandi dulu!” pamitnya tanpa peduli dengan pertanyaan Dylan.
Merasa diabaikan, maka Dylan tak akan tinggal diam begitu saja. Ia pun menahan pintu kamar mandi dan menghalangi sang istri untuk masuk ke dalam kamar mandi.
“Kau mau apa?” tanya wanita itu dengan santai.
“Andin, aku juga belum mandi. Apakah kau tidak mau jika kita melakukannya bersama?” Dylan tersenyum nakal pada sang istri dan mencoba membuka bathrobe wanita itu hingga pundaknya terlihat.
Wanita itu melirik ke arah tangan suaminya yang hendak nakal di sana. Namun dengan sigap ia menggerakkan bahunya hingga kain handuk itu menutup pundaknya lagi. “Kalau kau sudah sangat gerah, kau boleh mandi terlebih dahulu. Aku akan mencari udara segar di luar rumah.”
Andin berbalik meninggalkan Dylan yang masih berdiri di depan pintu.
Pria itu bukannya mandi terlebih dahulu, ia malah mengikuti istrinya untuk berjalan ke arah balkon kamar dan sama-sama berdiri di sana.
“Apa yang terjadi di tempat kerjamu?” tanya Dylan sambil memeluk Andin dari belakang. Dia bisa menerka jika istrinya seperti ini, maka artinya sedang ada sesuatu yang terjadi di tempat kerjanya.
Andin diam saja tak membalas pelukan dari suaminya. “Dylan, aku dengar ada cara untuk menyembuhkan Rio. Apa itu benar?” tanya wanita itu sambil berusaha melepaskan tangan sang suami yang melingkar di pinggangnya.
“Ya, benar. Kau tak perlu khawatir dengan itu.” Pria tersebut tak berusaha memberitahu cara apa yang perlu digunakan untuk menyembuhkan Rio.
Andin memang sudah tahu siapa ibu kandung Rio. Ia juga sudah tahu mengenai kesepakatan antara Anyelir dan suaminya. Semua itu terjadi karena keinginannya juga.
Namun untuk hal ini, Dylan tak ingin Andin tahu.
Untuk mendapatkan Rio, Dylan sudah terpaksa menyakiti hati istrinya. Maka tak mungkin ia akan menyakiti hati wanita ini untuk kedua kalinya.
“Apa yang akan kau lakukan? Melakukan hal yang sama seperti yang sebelumnya?” tanya Andin sambil menatap pria di depannya.
“Apa maksudmu?”
“Ibumu sudah memberitahu semuanya padaku,” jawab Andin sambil tersenyum miring.
Dari nada ucapan Andin, kini Dylan tahu, jika yang memperburuk suasana hati istrinya bukanlah masalah pekerjaan. Melainkan itu adalah ucapan sang ibu yang selama ini tak menyukai sang istri. Dylan tahu pasti tentang hal ini.
“Ah, begitu.”
“Kau sudah membuat kesepakatan dengan wanita itu lagi? Tanpa persetujuanku?” terka Andin langsung tanpa basa-basi.
Dylan terkejut seakan tertangkap basah. Padahal ia tidak selingkuh.
“Aku belum membuat kesepakatan apa-apa. Aku bersumpah.” Untung saja perjanjian tadi tidak disetujui oleh Anyelir, sehingga sumpahnya kali ini bukanlah sebuah kebohongan.
“Kau tak perlu segugup itu.” Andin meletakkan kedua telapak tangan di depan dada suaminya.
“Dylan, aku sudah memutuskan,” ucap Andin lagi.
Entah mengapa, Dylan yang mendengar hal ini merasakan pertanda tidak baik.
“Nikahi saja perempuan itu, akui semuanya di depan ibumu. Aku lelah!” ujar Andin dengan kalimat yang tak terduga. Namun sedikit pun wanita itu tidak menunjukkan raut wajah marah. Ia terlihat baik-baik saja.
“Ndin, apa maksudmu? Jangan sembarangan bicara,” tolak Dylan pada ide yang diutarakan Andin.
Apa dia sudah gila harus menceraikan istri yang ia cintai?
Selama bertahun-tahun pria itu mencari cara untuk tetap menikahi Andin dan menuruti keinginan ibunya. Saat itu Andin bersikukuh tak ingin melahirkan, sementara ibunya sangat menginginkan pewaris dalam keluarga.
Jalan keluar yang ia dapatkan melalui Anyelir adalah satu-satunya cara. Ia pikir, mereka telah melalui semuanya dengan sempurna, namun ternyata ada hal tak terduga.
Rio sakit dan satu-satunya penyembuhan adalah dengan mengulang semuanya. Kembali bersama Anyelir.
Akankah kerja sama terbentuk lagi dengan wanita itu?
Namun sepertinya Anyelir sendiri malah muak dengan pria berperilaku buruk seperti Dylan.
*
Makan malam di keluarga itu terasa berbeda. Seorang anak yang lebih ceria dari sebelumnya dan seorang nenek dengan tatapan penuh harapan.
Meski pasangan suami istri di depan mereka justru terlihat suram, namun tak ada yang menyadari itu karena mereka kini sedang merasa bahagia akan kabar dari rumah sakit tadi.
“Jadi ... bagaimana, Dylan? Kalian sudah berunding mengenai hal yang kita bicarakan di rumah sakit tadi?” ujar sang nenek membuka percakapan.
Selain suara alat makan, suara percakapan mereka kini juga meramaikan ruangan.
“Apa itu artinya aku akan memiliki adik?” tanya Rio kecil yang terlihat antusias membicarakannya.
"Dylan? Kau akan lebih memilih Rio daripada harus menunda kehamilan lagi, kan?” tawar wanita tua itu.
Dia sangat tahu jika menantunya ini tak ingin hamil karena takut proporsi tubuhnya berubah, sementara dirinya adalah model profesional yang harus selalu menjaga bentuk ideal tubuh.
Maka dari itu, sejujurnya wanita tua itu cukup syok begitu mendengar Andin hamil saat itu. Namun Dylan menyembunyikan hal tersebut dengan membawa istrinya untuk tinggal di luar negeri dan mereka kembali setelah bayi Anyelir lahir. Mereka bersandiwara seakan Rio adalah anak kandung dari Andin yang lahir dari rahimnya.
Karena keduanya terdiam, ibu dari Dylan itu lagi-lagi bertanya. “Apa jangan-jangan Andin sudah mensteril kandungannya?” tanya wanita tua tersebut.
Prang!
Seketika Andin membanting sendoknya ke atas piring. “Maaf,” ucapnya dengan enteng.
Namun hal tersebut justru memancing perhatian yang lain.
“Apa perkataanku benar, Ndin?” tanya sang mertua.
“Ibu!” ucap Andin dengan tegas sambil menatap mata mertuanya. “Saya akan bercerai dengan Dylan.”
“ANDIN!” sentak Dylan di depan anaknya.
Rio seketika langsung turun dari kursi dan mendekat pada neneknya.
“Aku sungguh-sungguh. Biar Dylan yang menyelesaikan masalah ini, termasuk ... obat untuk Rio,” ucapnya sambil melirik pada anak kecil yang tengah bersembunyi itu.
Wanita itu pun langsung meninggalkan ruang makan.
“Apa-apaan kau, Ndin?” ujar Dylan sambil mengikuti langkah Andin.
Tak hanya Dylan, wanita tua itu juga terkejut atas ucapan menantunya. Seketika wanita itu diam mematung dan tak mampu berkata-kata. Apa ia baru saja merusak rumah tangga putranya?
Wanita tua itu pun menitipkan Rio pada sang asisten rumah tangga. Kemudian dia diam-diam mengejar putranya yang sedang berbicara dengan sang istri.
“Kenapa, Dylan? Kau takut ibumu marah?” tanya Andin begitu mereka sampai di kamar.
“Andin, tapi bukan begini caranya. Kita tidak boleh bercerai, tidak!” tolak Dylan karena ia masih sangat mencintai wanita itu.
“Dia sudah marah sebelum kita jujur tentang Rio itu anak siapa? Jadi untuk apa ditutupi? Kita terus terang saja,” ucap Andin yang sudah mulai tak terkontrol.
“Aku lelah hidup seperti ini, Dylan. Hubungan berpasangan yang menjadi impianku bukan begini. Aku salah memilihmu, karena keluargamu sangat menuntut anak dan pernikahan. Seharusnya aku memilih pria yang bersedia menjalani hubungan tanpa pernikahan,” sesal Andin di depan sang suami.
Sementara itu, Dylan masih saja menggelengkan kepala. “Aku tidak akan pernah menceraikan dirimu. Ke ujung dunia pun akan kukejar kamu! Sekali lagi saja, aku mohon.”
“Tidak ada sekali lagi. Aku tak mau melihat suamiku memedulikan kehamilan wanita lain. Ya, meski nantinya bayi itu akan menjadi milikku. Namun bohong jika aku berkata tidak cemburu. Tidak, Dylan! Terima kasih.”
“Andin, aku mohon!”
Wanita itu tak mendengarkan dan sibuk menurunkan koper untuk kemudian menata isinya.
“Biarkan Anyelir mengandung adik untuk Rio. Aku berjanji tidak akan memedulikan dia sama sekali!”
Andin menutup koper dan menatap pada pria tersebut dengan wajah serius. “Jujurlah pada ibumu, jika Rio adalah anakmu dengan Anyelir. Sementara aku bukan ibu kandungnya!”
Wanita itu meninggalkan Dylan yang berdiri di kamarnya dan segera keluar dari rumah.
Kejadian itu dilihat oleh para pegawai di rumah tersebut, lalu ... yang paling fatal, Nyonya Lastri, sekaligus ibu dari Dylan juga mendengar itu semua.
Saat Dylan hendak berlari mengejar istrinya, wanita tua dengan rambut penuh uban namun tubuh yang masih tegap itu menghadangnya.
Dylan hendak menerobos saja sang ibu, namun Nyonya Lastri memberikan tatapan tajam pada dirinya. Ingin sekali dia tidak menurut, hanya saja saham miliknya masih berada di bawah kekuasaan wanita tua itu.
“Ibu ... aku mau ....” Dylan hendak berpamitan namun wanita tua itu terlihat tak peduli.
Bukannya mengizinkan ataupun melarang, wanita itu malah bertanya pada Dylan. “Siapa Anyelir?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Devi Lusi
sebenernya ceritanya seru tpi klau laki2 udah punya istri ya mnding kabur aja deh..
2023-06-15
0
Dewi Susanti
Andin egois ya karena ambisinya Dy sampai mengorbankan hati wanita lain
2022-10-19
2