Siang hari yang begitu cerah namun, tidak dengan hati Dini yang sedang bersedih. Hari ini adalah hari dimana kekasihnya, Wahyu akan menikah dengan wanita lain yaitu Bella anak kepala Desa. Dini baru tahu jika Wahyu telah di jodohkan dengan Bella.
Dini merasa hatinya seperti di sayat-sayat dengan sebilah pisau, perih sekali. Angannya menjadi istri Wahyu telah sirna. Padahal ia begitu mencintai Wahyu. Tapi, hari ini Wahyu bukanlah miliknya lagi. Mengingat itu saja Dini sangat terluka. Ia menangis tersedu-sedu mengingat dirinya yang malang.
Untuk menghilangkan kesedihannya, Dini pergi ke sebuah sungai yang berada di tengah hutan. Walau kata orang-orang sungai itu angker, ya setidaknya Dini bisa tenang sendirian di sana. Dini duduk di atas sebuah batu yang besar di pinggir sungai. Pikirannya masih berkutat saat-saat indah bersama Wahyu.
Rasanya hari-hari indah bersama dengan Wahyu sangat singkat. Dan kini begitu saja Wahyu meninggalkannya demi wanita lain. Yang membuat Dini kecewa adalah Wahyu yang tidak pernah mengatakan apapun mengenai perjodohan ini padanya. Lalu, surat undangan pun sampai kepadanya dengan nama Wahyu dan Bella di dalamnya. Saat itu Dini merasa petir telah menyambarnya dan langit seakan-akan runtuh. Jika saja Wahyu memberitahunya lebih dahulu mungkin Dini lebih siap menerima pahitnya kenyataan itu.
Dini masih menangis tersedu-sedu mengingat kekasihnya bukanlah jodohnya. Selama ini pandai sekali Wahyu menyembunyikan itu semua darinya. Tidak ada keraguan sedikitpun terhadapnya. Ya, memang dirinya lah yang bodoh, pikir Dini. Cinta telah menutup mata, telinga dan hatinya. Sehingga kabar besar seperti itu tidak pernah terdengar olehnya.
Tidak tahan dengan rasa yang dari tadi ia pendam, Dini pun berteriak sekuat-kuatnya. Ia yakin tidak ada satupun orang yang akan mendengar teriakannya. Ia pun berulang-ulang kali berteriak sambil meneteskan air matanya. Setelah itu barulah hatinya puas. Ia pun terduduk lemas kembali di batu itu sambil mengatur napasnya.
Lalu tiba-tiba sekilas Dini melihat sesuatu di balik akar-akar pohon yang besar di tepi sungai itu. Dini melihat kembali untuk memastikan apa yang dilihatnya barusan.
Dini tidak percaya ada mayat yang terdampar di dekatnya. Tiba-tiba bulu kuduknya merinding. Ada rasa takut yang menjalar di dalam tubuhnya melihat mayat seperti itu.
"Tolong! Tolong!", Dini berteriak minta tolong berharap ada yang mendengarnya dan membantunya.
Tapi, sepertinya percuma Dini minta tolong, karena tidak ada siapa-siapa di sana selain dirinya. Tentu saja, kawasan ini seperti daerah terlarang untuk penduduk desa. Padahal kalau dilihat-lihat lagi sungai ini sangatlah indah dan masih asri. Entah siapa yang pertama kali mematenkan bahwa sungai ini angker sampai-sampai tidak ada yang boleh dan mau ke tempat ini.
Dini pun memberanikan diri untuk mendekati mayat itu. Karena ada rasa iba di hati Dini. Ia berjalan perlahan, walaupun takut ia harus membantu jasad itu keluar dari jeratan akar pohon besar di sana.
Dini masuk ke dalam sungai. Untungnya pinggir sungai itu dangkal hanya sebatas pahanya. Dini menarik napasnya dan juga menelan ludahnya melihat mayat yang sudah ada di hadapannya.
Dini mulai memegangnya dengan tangan yang tiba-tiba gemetar. Perlahan-lahan ia menarik mayat itu keluar dari akar pohon tersebut. Tidak lama kemudian, mayat itu pun berhasil keluar.
Dini membawanya ke tepi sungai. Ia melihat begitu banyak lebam di tubuh pria itu. Dan Dini melihat lebam di kening pria itu. Mungkin tubuhnya terbentur bebatuan di sungai, pikir Dini.
Ia ingin memastikan bahwa yang dia temui benar-benar mayat atau tidak. Dini membaringkan mayat itu, lalu ia letakkan kepalanya di dada mayat itu. Dini yakin bahwa ia mendengar detak jantungnya.
Ternyata tubuh itu masih bernyawa. Dini pun bertekad memberi napas buatan pada pria itu supaya ia tertolong.
Tapi, Dini tiba-tiba saja menjadi grogi. Terlebih menyadari pria itu sangatlah tampan. Dini merasakan tubuhnya memanas. Ia pun mengipas-ngipasi wajahnya dengan tangan.
Dini memang ingin segera menolongnya, tapi itu tandanya ini adalah ciuman pertamanya. Haruskah dia merelakan ciuman pertamanya pada pria yang bukan pilihan hatinya? Tapi, tidak ada cara lain. Menyelamatkan nyawa seseorang itu lebih penting.
Dini pun membuang jauh-jauh pikiran aneh di kepalanya. Tangannya gemetar memegang hidung dan mulut pria itu. Sekali lagi Dini melihat ke kanan dan kiri untuk memastikan memang tidak ada siapa-siapa. Kalau tidak dia akan merasa malu karena hal ini.
"Bismillah", ucap Dini yang niatnya benar-benar ingin menolong.
Dini menarik napas dalam-dalam lalu dengan cepat ia menyatukan bibirnya pada pria itu. Seketika Dini merasakan detak jantungnya semakin terasa kencang. Ada rasa menggelitik di dadanya. Ia kemudian tersadar lagi dan menghembuskan napasnya ke dalam mulut pria itu. Lalu ia menekan-nekan dada pria itu dengan kedua tangannya.
Namun, pria itu masih belum sadar. Mau tidak mau Dini harus memberi napas buatannya lagi. Wajah Dini sudah merah padam melakukan hal tersebut. Akhirnya Dini pun melakukannya lagi.
"Uhuk, uhuk", pria itu terbatuk-batuk mengeluarkan air dari dalam mulutnya.
Dan akhirnya Dini berhasil membuat orang itu sadar. Tapi, pria itu masih sangat lemah.
"Tenang Mas, alhamdulillah anda sudah sadar", ucap Dini sambil membantu pria itu duduk.
"Saya kenapa ya? Kok rasanya badan saya sakit semua? Kepala saya juga terasa sakit dan pusing banget", ucap pria itu merintih kesakitan.
"Anda tadi hanyut di sungai", jawab Dini?
"Apa hanyut? Tapi, aku nggak ingat apapun", kata pria itu yang masih menikmati rasa perih di badannya. "Kamu siapa?", tanyanya lagi.
"Em, saya Dini, warga desa sini. Jadi, tadi saya kebetulan ada di sungai ini. Terus tiba-tiba saya lihat tubuh anda terjebak di sana", jawab Dini menceritakan sambil menunjuk akar pohon tadi. "Ya, terus saya bantu anda tadi".
Ya, pria yang di tolong Dini adalah Alan. Mendengar cerita Dini, Alan sangat berterima kasih karena telah menolongnya. Kemudian, Dini membantunya berjalan dan keluar dari hutan. Karena untuk sampai ke sungai itu harus menempuh jalan setapak melewati hutan. Kaki Alan sangat lemas, sampai-sampai ia tidak bisa membawa badannya sendiri.
***
Bobby menelepon Ibnu, ayah Alan. Ia mengaku telah mangalami kecelakaan dan Alan masuk ke dalam jurang bersama dengan mobilnya.
Setelah itu, Bobby mencari batu krikil yang tajam. Setelah mendapatkannya, Bobby langsung menyayat bajunya dan wajahnya. Lalu ia berguling-guling di tanah.
Sekarang penampilan Bobby sudah seperti orang yang habis kecelakaan. Ia tinggal meneteskan obat tetes mata dan berpura-pura menangis melihat Alan yang jatuh ke jurang. Tapi, aktingnya masih lama lagi. Ia menunggu sambil merokok.
Setelah dua jam berlalu, akhirnya orang tua Alan beserta polisi dan timnya datang ke lokasi. Bobby menceritakan kejadiannya pada mereka.
"Bagaimana bisa terjadi Bob?", tanya Ibnu yang tengah bersedih sambil mencengkram kedua pundak Bobby.
"Saya juga tidak mengerti Om. Kejadiannya begitu cepat", jawab Bobby sambil berpura-pura menangis.
"Tapi, kenapa kalian ke sini? Bukannya kalian mau ke kota X?"
"Kota X? Tidak Om, Alan pasti salah dengar. Saya bilang kota S bukan X", Bobby berkilah.
Bobby terus beralasan saat ditanyai. Bobby berusaha meyakinkan mereka bahwa semuanya murni kecelakaan. Pada saat mobil Alan tidak dapat di rem, Bobby sudah memperingatkan Alan untuk keluar bersama dengannya. Tapi, sayangnya Alan tidak bisa bergerak dengan cepat. Sehingga ia masuk ke jurang bersama mobilnya. Berbeda dengan Bobby yang berhasil keluar sebelum mobil itu masuk ke jurang. Begitulah situasi yang dikarang Bobby pada orang tua Alan dan pihak polisi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Rini Antika
Semangat terus Kak..💪💪
2022-10-12
0
Senajudifa
sandiwaramu basi bobby
2022-10-03
0
muthia
mampir, semangat 💪👍
2022-09-11
0