Tejo sangat bosan berada di rumah. Sesekali ia ingin ikut dengan Dini. Karena kondisi Tejo sudah lebih baik.
"Ayolah Din, boleh ya", pinta Tejo dengan wajah melasnya.
Tejo terus mengikuti kemana Dini melangkah sambil memohon padanya. Bukan tanpa alasan Dini tidak mengizinkan Tejo keluar rumah. Dini masih takut kondisi Tejo masih belum stabil.
"Din, percaya deh. Aku nggak apa-apa. Aku udah minum obat, minum jamu dari emak, jadi kurang apalagi? Aku udah sehat Dini", Tejo terus meyakinkan Dini.
Dini pusing mendengar Tejo yang terus berbicara memohon padanya. Dini pun mengalah. Dan Dini akhirnya mengizinkan Tejo untuk keluar rumah ikut bersamanya.
Tejo sangat kegirangan dan tidak sabar untuk melihat dunia luar. Sampai langsung menarik tangan Dini sambil berlari.
"Tejo! Pelan-pelan!", bentak Dini karena ia hampir tersandung karena berlari mengikuti Tejo.
"Hehehe maaf", ucap Tejo.
Mereka pun jalan dengan santai. Sebenarnya ada rasa aneh yang dirasakan mereka berdua. Seperti ada daya tarik magnet yang membuat mereka ingin selalu dekat.
"Nak Dini?", sapa seorang warga yang bertemu mereka di jalan. "Mau kemana?"
"Mau ke pekanan Bu. Soalnya teman saya ini katanya pengen jalan-jalan", jawab Dini sambil tersenyum ramah.
"Oh, ini teman kamu yang hanyut hari itu ya?" tanya lagi.
Karena mendengar pembicaraan tentang Tejo yang hanyut, warga yang sedang berada di halaman rumah mereka dan yang melintasi mereka, juga ikut nimbrung. Mereka ingin tahu siapa pria yang di tolong Dini waktu itu.
Tejo mengulurkan tangannya pada salah seorang warga, "Saya Tejo". Lalu ibu itu pun membalas Tejo sembari mengatakan namanya juga. Tejo memperkenalkan dirinya kepada setiap orang yang menghampirinya. Dan warga desa juga senang menyambut Tejo. Begitu juga dengan Dini, ia senang melihat Tejo yang cepat akrab kepada warga desa.
"Tapi, katanya kamu ilang ingatan. Kok bisa ingat nama kamu?", tanya salah seorang warga lagi.
"Sebenarnya, Tejo ini nama pemberian dari Dini", jawab Tejo.
Mereka semua mengangguk, paham dengan kondisi Tejo. Dan akhirnya mereka bubar, sudah puas dengan rasa penasaran mereka. Dini dan Tejo kembali berjalan menuju pekanan.
"Em Din, pekanan itu apa ya?", tanya Tejo yang sedari tadi penasaran dengan pekanan yang tidak ia mengerti.
"Pekanan itu seperti pasar. Tempat terjadinya jual beli. Tapi, adanya hanya di hari tertentu dan hanya ada sekali dalam seminggu. Kadang-kadang ada juga yang menyebutkan pekanan itu memakai nama hari. Misalnya selasaan, atau rabuan, gitu", jelas Dini kepada Tejo.
Tejo mengangguk-angguk paham dengan apa yang Dini jelaskan. Tidak lama kemudian, sampailah mereka ke tempat yang dari tadi mereka tuju.
Itu diluar ekspetasi Tejo. Pekanan itu sangat ramai. Bukan hanya menjual pakaian dan bahan makanan. Tapi, pedagang yang menjual jajanan juga banyak.
Tejo mengikuti Dini yang singgah di lapak baju-baju pria. Dini mengambil satu kaos berwarna hitam lalu ia cocokkan ke badan Tejo. Dini berniat membelikan Tejo baju. Mengingat Tejo tidak punya bajunya sendiri. Ia hanya memakai baju Abah yang sudah lama tidak di pakai.
Tejo melihat sebuah topi pantai di dekatnya. Kemudian dia ambil dan dia letakkan di kepala Dini. Lalu, Tejo melihat ada tumpukkan balok-balok kecil yang bertuliskan huruf yang biasa dipakai untuk gelang.
Tejo pun meminta si pedagang untuk merangkai gelang dengan nama Tejo dan Dini. Tejo ingin memberikan gelang itu pada Dini juga. Namun, ia bingung harus dengan apa ia membayarnya. Ia tidak punya uang sama sekali. Yang ia miliki itu hanyalah jam tangan di pakainya.
Tejo pun memohon kepada si pedagang agar mau barter dengan jam tangannya. Karena melihat jam tangan yang begitu bagus, pedagang itu pun menyetujui usulan Tejo.
Saat sudah selesai, Tejo begitu senang. Ia langsung memberikannya pada Dini dan memakaikannya di tangan Dini.
"Apa ini Jo?", tanya Dini bingung.
"Sebagai tanda pertemanan kita. Nih, aku juga pakai", jawab Tejo sambil menunjukkan gelang yang ia pakai.
Dini sangat senang dengan sikap Tejo yang sangat manis menurutnya. Lalu, Tejo mencium aroma yang sangat enak sampai-sampai air liurnya hampir menetes.
"Eh Din, ini wangi apaan ya? Kok kayaknya enak banget", tanya Tejo yang terus mengendus-ngendus mencium aroma tersebut.
"Ini tuh wangi baksonya kang Ucup. Kenapa? Kamu mau?", tanya Dini yang melihat Tejo sudah seperti kucing yang sedang mengendus bau ikan.
Tejo menganggukkan kepalanya. Ia memang ingin sekali makanan itu. Lalu, Dini pun mengajaknya ke lapak Kang Ucup. Dini memesan bakso untuk mereka berdua.
Tejo memakan mie ayam itu sangat lahap. Ia begitu menyukai rasanya. Rasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sampai-sampai ia minta tambah satu mangkuk lagi. Dini hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Tejo.
Lalu, tiba-tiba lewat seorang anak perempuan masih kecil menangis mencari ibunya. Dini mengenal anak itu. Tejo yang merasa kasihan mencoba menenangkan anak itu dengan penuh kasih sayang.
Sesaat Tejo seperti ingat sesuatu. Di dalam benaknya terdapat bayangan anak-anak yang sedang bermain dengannya. Tapi, Tejo tidak tahu itu siapa.
"Ada apa Jo?", tanya Dini yang melihat Tejo sedikit aneh.
"Dalam bayanganku, aku sedang bermain dengan anak-anak", jawab Tejo sambil menutup matanya.
"Mungkin, kamu telah memiliki anak", tebak Dini.
Tapi, jika benar Tejo telah mempunyai anak, itu tandanya Tejo telah berkeluarga. Dan itu akan menghancurkan hati Dini. Maka Dini telah terluka untuk kedua kalinya.
"Sepertinya bukan anak-anakku Din. Karena jumlah mereka banyak lebih dari lima orang", jawab Tejo lagi.
Syukurlah, ucap Dini dalam hati. Dini merasa lega jika memang Tejo belum berkeluarga. Duh, apaan sih aku? Kok mikirnya gitu sih? Batin Dini.
Tejo masih saja berusaha mengingat masa lalunya. Dan tiba-tiba Tejo merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya.
"Aaargghh".
"Tejo, kamu kenapa?".
Dini menjadi khawatir. Tejo mencoba mengendalikan pikirannya.
"Aku nggak apa-apa Din. Kamu tenang aja", jawab Beno sambil menarik napas dalam-dalam.
"Nggak apa-apa gimana? Wajah kamu aja pucat gitu. Kan aku bilang juga apa. Kamu jangan ikut tapi ngeyel sih.....", celoteh Dini yang kesal pada Tejo.
"Din, stop. Aku beneran gak apa-apa", ucap Tejo untuk meyakinkan Dini.
Anak kecil yang sedari tadi bersama mereka pun menjadi keheranan melihat Tejo yang kesakitan. Dini menjadi teringat dengan Bunga, si anak kecil itu.
Dini pun menelepon ibu dari Bunga. Kebetulan, ibunya adalah pekerja di kebun Abah. Makanya Dini kenal dengan keluarga Bunga. Saat itu Dini menjelaskan kejadian yang dialami oleh Bunga. Dan benar saja Ibunya juga sedang mencari Bunga yang sempat terpisah saat di Pekanan.
"Ya, sudah jangan khawatir lagi ya Bulek. Bunga aman kok. Nanti saya antar", ucap Dini berjanji lalu mematikan panggilannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments