Kehilangan Sesuatu

Anin berjinjit, mengikuti instingnya. Ia menempelkan bibirnya dengan pria itu. Mengalunkan tangannya di leher pria

itu—Anin hanya terdiam membuat sang pria mengumpat.

“Shit! Kau diberi obat perangsang.” Setelahnya mendorong tubuh Anin menjauh darinya. Memegang lengan Anin dan menyeretnya keluar dari Klub. Pria itu ingin membawa Anin ke lobi dan menyuruh seseorang mengantar pulang.

“Tolong aku,” lirih Anin saat tubuhnya dipaksa berjalan oleh pria asing itu.

“Di mana rumahmu?” tanya pria itu mendadak berhenti hingga membuat Anin membentur punggungnya.

“Tolong aku,” lirih Anin kembali dengan mata setengah terpejam.

“Aku tidak mau bercinta dengan wanita yang diberi obat perangsang,” balas sengit pria itu seakan menolak keras.

Anin menggeleng. Memeluk pria asing di depannya. Sedikit berjinjit untuk mengucapkan sesuatu. “Help me, Please,” lirihnya.

Merasa terpancing—pria itu memeluk pinggang Anin. Akhirnya Anin membiarkan pria asing itu merenggut sesuatu yang selama ini ia jaga.

“Double ****! Are you virgin?”

Meski Anin tidak sadar. Pukul tiga baru selesai. Setelah puas, pria itu memeluk Anin dari belakang tak lama jatuh tertidur.

~~

Mata cantik itu perlahan terbuka. Kepalanya pusing luar biasa. Menatap sekeliling. Yakin sekali kamar ini bukan kamarnya. Pandangannya turun ke bawah. Membuka mata lebar menyadari saat tubuhnya hanya terbalut selimut putih. Menutup mulutnya yang akan menjerit histeris. Anin menoleh ke samping. Mendapati bahu lebar seorang lelaki.

Berusaha mengingat kembali apa yang terjadi tadi malam. Anin hanya mengingat secara garis besar saja. Ia mengingat seorang pria menolongnya kemudian ia malah menggoda pria itu lalu berakhir bercinta. Sekarang ia harus pergi—perlahan ia menyibak selimut. Sangat berhati-hati agar pria di sampingnya tidak bangun.

Anin berusaha berdiri meski selangkangannya terasa sangat ngilu. Ia berusaha mencari pakaiannya namun hanya ada rok yang tersisa. Melihat kemeja putih pria itu tergeletak—Anin langsung mengambilnya dan menggunakannya.

Berjalan mengendap-endap. Terus berjalan mencari kamarnya. Langsung memencet bel tergesa agar segera dibuka. Cleo melebarkan mata melihat penampilan Anin yang berantakan. “APA YANG TERJADI DENGANMU?” jeritnya histeris.

Menutup mulut Cleo. Anin mendorongnya masuk. Hingga pintu kembali tertutup. Anin menghela nafas panjang. “Aku dijebak—Cle.”

“Kamu dijebak Vanya?” tebak Cleo.

Anin mengangguk. Jawaban Anin membuat Cleo menyugar rambutnya gusar.

“Tadi malam aku diajak ke Klub bukan Restoran.Aku setuju karena dia bilang setelah aku mencicipi makanan aku boleh pergi. Tapi saat aku kehausan merekamemberiku minuman berakohol yang dicampur obat perangsang. Setelah itu mereka meninggalkanku.”

Cleo menatap Anin teliti. Mendapati sebuah tanda merah keunguan yang hampir memenuhi leher hingga dada sahabatnya. “Jadi—kamu berakhir tidur dengan seseorang?”

Anin memejamkan mata sebentar. “Iya.”

“Anin kenapa kamu bodoh sekali—aku sudah melarangmu tapi kamu masih kekeh pergi bersama mereka.” Tidak habis pikir dengan sahabatnya yang percaya saja pada geng yang berisi anak-anak setan. “Aku akan memberi mereka pelajaran karena menjebakmu.” Cleo menggulung lengan bajunya.

“Jangan—Cle. Kita tidak punya bukti. Lebih baik diam saja agar masalah ini tidak sampai ditelinga orang banyak.” Anin juga bingung menghadapi situasi seperti ini—ia tidak ingin bertemu lagi dengan pria yang tidur dengannya.

“Aku tidak ingin bertemu dengannya lagi—Cle,” pinta Anin.

“Dia di mana?”

“Masih di kamar. Kamarnya di lantai 20.”

“Masih satu jam lagi keberangkatan. Kita berada di lantai paling bawah—kamu punya waktu untuk membersihkan diri sebelum meninggalkan tempat ini.”

Anin mengangguk. Setelah membersihkan diri. Cleo menyuruhnya bertukar style. Gaya pakaian Cleo lebih cenderung tomboy sedangkan Anin lebih feminim. Sekarang Anin menggunakan celana gombrong jeans selutut dan kaos panjang. Menggunakan topi agar pria semalam tidak mengenalinya.

Setelah puas melihat penampilannya—barulah Anin dan Cleo keluar dari kamar. Langsung berjalan keluar hotel. Memasuki Bus dan memilih duduk di bangku paling pojok. Saat melihat geng Vanya masuk—tangan Anin mengepal erat. Demi apapun—Anin tidak akan pernah memaafkan mereka.

Mereka nampak acuh. Sama sekali tidak tergangung dengan tatapan tajam Anin. Mereka memilih duduk di bangku paling depan. Nampak berbincang dan tertawa dengan keras seperti tidak terjadi sesuatu. ‘Kalian masih bisa tertawa setelah menghancurkanku—dasar ******,’ umpat Anin dalam hati.

~~

Semua berjalan begitu cepat. Video Anin yang tengah mabuk dan menari dengan seorang pria menyebar diseluruh antero. Mereka yang semula memuja-muja kini berbalik menghujat. Hanya satu kesalahan semua kebaikan selalu terlupakan. Meski menjelaskan jika dirinya dijebak, semua orang juga tidak akan percaya. Mereka hanya akan mempercayai apa yang mereka lihat.

“Diam-diam bergerak jadi ******.”

“Kukira polos ternyata suhu.”

“Malu-maluin lah.”

“Masih punya muka berani ke kampus.”

“Anjay gak tahu malu—kebal mukanya.”

“Jangan-jangan simpenan om-om lagi.”

Begitulah cibiran yang diterima Anin saat berjalan di sepanjang koridor kelas. Menatapnya sinis dan benci. Anin hanya diam berusaha tuli. Masuk ke dalam kelasnya yang telah terisi beberapa Mahasiswa. Ia memilih duduk di pojok dan mengeluarkan tabletnya. Melihat Cleo yang memasuki kelas membuatnya tersenyum. Tapi—apa Cleo mengacuhkannya dan memilih duduk di bangku paling depan.

Anin masih bisa menahan jika semua orang membencinya—namun sekarang sahabatnya juga menjauhinya. Padahal biasanya Cleo menjadi orang yang paling terdepan untuk membelanya. Usai kelas berakhir Anin langsung mengejar Cleo yang pergi ke arah Toilet.

“Cle-“ Anin memanggil Anin yang tengah berkaca. Terlihat Cleo sangat dingin bahkan tidak memperdulikan Anin sama sekali.

“Cle—kamu menjauhiku? Jangan seperti ini Cle—kamu tahu sendiri aku dijebak oleh mereka.” Masih berusaha membunjuk sahabatnya—Anin tidak mau kehilangan Cleo.

Mengambil tangan Cleo lalu menggenggamnya. “Aku minta maaf membuatmu terganggu. Aku janji kamu tidak akan terkena imbas dari beritaku.”

Terdengar helaan nafas panjang dari Cleo. Ia menutup pintu toilet rapat. Setelah itu memeluk Anin erat. “Sorry, Anin. Aku gak bisa deket sama kamu lagi. Orang tuaku tahu video kamu. Mereka larang aku deket sama kamu—kalau aku masih aja temenan sama kamu, mereka bakal kirim aku ke Amsterdam. Aku gak mau—Nin. Sorry.”

Jadi inilah alasan Cleo menjahuinya. Anin mengangguk. Memeluk erat sahabatnya untuk yang terakhir kalinya. Meski tidak rela persahabatan mereka terputus begitu saja—namun ia juga tidak boleh egois. Tidak mungkin membuat Cleo sampai dikirim ke Amsterdam. “Aku gak akan deketin kamu lagi—terima kasih selama ini kamu sudah menjadi sahabat terbaikku. Terima kasih Cleo.”

Perlahan keadaan semakin memburuk. Usaha orang tua Anin mengalami kemunduran. Uang yang diberikan oleh orang tuanya sangat menipis. Tidak seperti biasanya yang sampai tersisa dan bisa ditabung. Menerima dengan lapang dada—Anin menjalani semuanya—berusaha bertahan sampai lulus sampai ia bisa bekerja dan menghasilkan uang sendiri.

“Hueeeek.” Anin berlari ke wastafel. Akhir-akhir ini tubuhnya memang sangat lemas. Indra penciumannya mendadak sangat tajam. Jika mencium bau yang menyengat langsung membuatnya mual.

Berjalan gontai kembali ke kamar. Anin merebahkan dirinya ke kasur. Wajahnya terlihat pucat—ada yang bilang Anin tidak secantik dulu. Tubuhnya kian kurus dan wajahnya tidak sesegar dulu. Anin tidak peduli lagi tentang penampilan. Ia hanya ingin bertahan kuliah sampai lulus.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!