Tak terasa, terik matahari pun sudah mulai naik ke atas. Dan keduanya baru saja selesai dengan perhelatan di atas kasur empuk di bawah selimut.
Maura yang sudah terlihat agak terbiasa pun mulai tidak malu - malu. Ia keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk dan hnduk kecil untuk menghilangkan air di rambutnya.
Panji sudah duduk di sofa sambil sibuk dengan ponselnya. Anetha, tunangannya sudah meminta di jemput di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota itu. Biasa, wanita mewah itu selalu ingin tampil berbeda, hampir setiap hari ia mengunjungi pusat perbelanjaan itu untuk mencari sesuatu yang baru dan unik.
Perjodohan keluarga yang membuat panji merasa nyaman dengan Anetha. Anetha yang selalu membuat Panji bergarah dan merasa bahagia.
Tapi, rasa itu mulai memudar, karena Anetha mulai berubah sikap akhir - akhir ini.
Maura juga cuma duduk di pinggir kasur sambil mengusap rambutnya dengan handuk kecil. Panji pun berdiri dan berjalan menghampiri Maura, dan membantu Maura mengeringkan rambut Maura.
"Aku pergi ya? Aku harus kerja, Maura," ucap Panji pelan.
Maura menatap Panji lekat dan meletakkan handuk kecil itu di pangkuannya.
"Ya. Aku juga mau pulang," jawab Maura santai.
"Pulang? Mau pulang kemana?" tanya Panji pelan.
Maura memejamkan kedua matanya sejenak untuk mencari jawaban yang pas.
"Ya pulang. Entah kemana pun itu. Aku ingin mencari kerja," ucap Maura pelan.
Sebisa mungkin Maura pergi yang jauh dan berharap agar tidak pernah lagi bertemu dengan Tyo, ayah tirinya itu.
"Kerja? Mau cari kerja?" tanya Panji kemudian.
Belum sempat Maura menjawab. Ponsel Panji terus saja berdering nyaring. Panji pun menatap ponsel yang ada di meja dekat sofa tepat ia duduk tadi.
"Sebentar ya," ucap Panji pela dan mengecup pipi Maura lembut.
Entah mulai kapan, Panji mulai candu kepada Maura. Candu mencium gadis itu. Candu menatap wajah cantik gadis itu dan candu mendengar Maura mendesah kenikmatan yang di iringi dengan tubuh yang selalu menggelinjang hebat.
Maura sekilas mengekor ke arah Panji yang berjalan menghampiri ponselnya yan terus berbunyi. Maura hanya kagum dan suka dengan wajah tampan Panji, permainan kasa dan lembut Panji di tempat tidur yang membuat Maura seolah tidak ingin lepas dan ingin terus bersama Panji mengulangi kesalahan itu berkali - kali.
"Ya Anetha. AKu baru bangun. Aku asti ke sana, mungkin pas dengan waktu makan siang. Kamu yang sabar dong sayang," ucap Panji pelan.
Maura hanya tersenyum kecut dari balik wajahnya. Ia tahu, tidak ada ketulusan. Panji tetaplah lelaki yang normal. Ia tentu punya kehidupannya sendiri, tidak mungkin janjinya tadipagi akan di tepati.
Wajahnya terlihat kecewa. Seharusnya Maura tahu, dengan kejadian ini, ia hanya akan di anggap sebelah mata dan di anggap sebagai wanita murahan. Dan ini semua karena Tyo, ayah tirinya yang tega menjual tubuhnya kepada lelaki kaya.
Maura dengan cepat memakai pakaiannya. Rok berbahan jeans yang pendek dengan baju crop top. Rambutnya yang masih setengah basah di biarkan tergerai indah di punggungnya.
Wajahnya di biarkan polos tanpa riasan dan Maura mengambil tas slempangnya lalu pergi begitu saja tanpa berpamita kepada panji.
Panji yang menerima telepon dan masuk ke dalam kamar mandi, tidak tahu jika Maura telah pergi.
Lngkah Maura memelan. Ia melihat, Tyo ayah tirinya yang benar sedang menunggunya. Maura pun mencari jalan keluar dari pintu lainnya. Paling tidak ia tidak bertemu dengan Tyo. Maura bergegas berjalan cepat ke arah samping lobby, mencari jalan kelaur yang tak biasa.
Maura melewati parkiran moto yang ada di samping dan ada jalan setapak yang menghubungkan jalan raya.
"Aku harus kemana sekarang?" lirih Maura sambil mengedarkan pandangannya ke arah jalanan yang sepi.
Langkah kakinya berbelok ke kiri ke arah jalanan yang tak pernah ia ketahui kemana arah tujuannya. Saat ini Maura pun tak memegang sepersen uang. Jalan satu - satunya ia harus menjual ponselnya agar uang itu bisa di jadikan modal untuk membayar penginapan atau kos, untuk makan dan untuk mencari pekerjaan.
Waktu sudah semakin sore. Ponselnya sudah di jual dan kini Maura memiliki uang sebanyak dua juta rupiah. Rencananya Maura akan mencari kost dan akan mencari pekerjaan.
Panji sudah selesai menelepon dan aktivitas di kamar mandinya pun telah selesai di laksanakan.
"Maura ...." panggil Panji pelan sambil mengedarkan pandangannya ke sekeleiling ruangan kamar itu. Tak ada Maura di sana. Pakaian yang ada di nakas pun sudah berganti hany aada paian yang ia kenakan tadi malma untuk menggoda Panji.
"Maura ...." panggil Panji kembali sambil menuju pintu kamar yang memang sudah tak terkunci lagi.
Panji menggingit ibirnya dan mengepalkan kedua tangannya kesal. Ia kembali berjalan ke dalam kamar untuk memakai pakaian dan akan mencari Maura.
Selimut kamar hotel ia sibakkan, noda merah itu masih ada dan ruangan ini menjadi saksi bisu antara hubungan keduanya.
"aku harus menemukanmu, Maura," ucap Panji di dalam hati.
Siang ini Panji menjemput Anetha di pusat perbelanjaan. Wajah Anetha sudah terlihat kesala karena sudah satu jam ia menunggu di lobby dan Panji belum juga menjemputnya. Saat mobil Panji lewat di halam gedung pusat perbelanjaan itu, Anetha langsung berjalan menghampirinya dan masuk ke dalam mobil.
"Kok lama sekali?" tanya Anetha kesal.
"Aku sibuk Anetha," jawab Panji singkat.
"Sibuk? Aku telepon di kantor, kamu belum datang sejak pagi? Lalu sibuk apa?" tanya Anetha menyelidik.
"Sibuk tidur. Mimpiku terlalu indah untuk di tinggal," ucap Panji pelan.
Panji memang dingin, cuek, dan santai. Ia memang mencintai Anetha sejak perjodohan beberapa bulan kemarin, tapi saat berhubungan pertama kali dengan Anetha, ia tak menemukan noda darah yang sama seperti yang di torehkan Maura. Atau mungkin Anetha sudah tidak perawan lagi? Pantas saja ia pintar membuatku senang tapi, hambarrasanya. Btainnya terus bergemuruh dn mengumpat kesal.
Anetha menoleh ke arah Panji yang terlihat lelah.
"Apa? Sibuk tidur? Tapi wajahmu masih terlihat lelah? Kamu begadang?" tanya Anetha pelan.
"Apa pedulimu? Bukankah yang kamu tahu hanya minta uang dan uang saja?" tanya Panji ketus.
Entahlah baru hari ini Panji berani mengungkap semua kekesalan yang terasa di hatinya.
"Bicara apa kamu, Panji? Aku ini calon istrimu? Kamu malah membuatku tak nyaman dalam hubungan ini," jawab Anetha tak kalah kesal.
"Memang faktanya begitu? Kamu hanya minta uang, minta transfer, minta beli ini dan itu. tapi apa? Kamu prnah tanya bagaiman aku? Aku sudah makan atau belum, aku sakit atau tidak? Kamu pernah peduli seperti itu, seperti pacar - pacar kebanyakan? Pernah?" tanya Panji semakin tersulut emosinya.
"Hah? Jadi kamu menuntutku seperti itu? Lebay dengan kata - kata manis dan perhatian seperti anak ABG?" tanya Anetha kesal.
Dulu Panji tidak seribet ini. Selalu menurut dnegan apapun yang di minta Anetha. Kenapa sekarang berubah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Lela Lela
panji cari amira kasian takut di bawa lg sm ayah tiriny cpt .
2022-12-19
0