Keduanya diam dan tak saling bicara. Panji yang masih kesal dengan sikap dan sifat Anetha pun hanya bisa diam dan malas untuk bicara lagi.
"Aku turun di rumah Mama Rika," pinta Anetha pelan. Kalau sedang seperti ini, Anetha hanya bisa mengajak bicara Mama Rika dan mencari pembelaan di sana.
"Buat apa? Mau ngadu? Seperti biasanya? Aku antar kamu pulang," ucap Panji tegas.
Terlihat wajah kecewa Anetha yang sengaja di perlihatkan jelas agar Panji juga merasa bersalah.
"Turun sudah sampai. AKu tidak mampir dulu," ucap Panji ketus.
"Ya," jawab Anetha singkat.
Anetha sudah menghadap ke arah Panji untuk mendapatkan ciuman perpisahan seperti biasanya. Namun Panji tidak merespon. Panji tetap menatap setir mobilnya dan tak sedikit pun menatap Anetha yang menari tangan panji.
"Kamu kenapa sih, Panji?" tanya Aneth sengit.
"Kenapa? Aku gak apa -apa. Aku hanya lelah saja, pekerjaanku banyak Anetha. tolong ngerti," ucap Panji yang tetap bersikap dingin.
"Aku calon istrimu. Sebentar lagi kita menikah," ucap Anetha pelan mengingatkan.
"Terus?" tanya Panji memicingkan matanya menatap kesal kepadaAnetha.
Kata - kata itu selalu di jadikan kata- kata andalan.
"Ya, Setidaknya kamu tidak bersikap begini," ucap Anetha mencari pembelaan.
"Bersikap begini? Maksudnya gimana? Aku biasa saja. AKu lelah, Anetha. Seharusnya kamu yang memahami aku," ucap Panji keras.
"Kapan kita mengurus untuk acara pernikahan kita?" tanya Anetha yang duduk menatap ke arah lurus ke depan sambil melipat tangannya di depan dadanya.
"Entah. Aku belum ada waktu yang pas untuk mengurus ini semua," ucap Panji tegas.
"Oke. Terserah kamu saja. Jangan menyesal nanti kalau kamu terus menerus mengabaikan aku seperti ini, Panji," ucap Anetha mengancam.
Panji mendekatkan wajahnya kepada Anetha. Anetha kira, Panji akan menciumnya ternyata Panji berbicara keras kepada Anetha.
"Dengar. Kita ini cuma di jodohkan jadi kita gak perlu susah -susah untuk mempersiapkan semuanya. Paham?" ucap Panji menegaskan.
Anetha terdiam. Lirikan kedua matanya begitu sinis menatap Panji. Panji tidak peduli akan hal itu. Anetha pun turun dari mobil panji tanpa berpamitan dan masuk ke dalam rumah.
Panji pun langsung menancap gas dn melajukan mobilnya dnegan sangat kencang setelah Anetha menutup pintu mobil itu.
Anetha masuk kedalam rumah. Tidak ada kesedihan di wajahnya sedikit pun.
"Anetha?" panggil Sang Mama dari arah ruang tengah.
"Ya Mah?" jawab Anetha pelan saat memasuki rumah.
"Itu Panji?" tanya Mama Sela pelan sambil menatap ke arah luar.
"Ya.'" jawab Anetha singkat.
"KOk gak mampir?" tanya Mama Sela pelan.
"Gak tahu. Sibuk katanya," jawab Anetha sekenanya.
"Kalian itu gimana sih? Hubungan kalian kayak hanya main - main saja," ucap mama Sela menimpali.
"Bukankah memang perjodohan ini, Mama dan Papa yang mau? Biar kalian bisa kerja sama dan mengambil alih semua harta kekayaan keluarga Panji," ucap Anetha sinis.
"Jaga bicaramu, Anetha. Siapa yang mengajari kamu berbicar se -kasar itu?" tanya Mama Sela keus.
"Tidak ada. Sejak awal Anetha hanya di paksa kan? Anetha sudah seperti perempuan murahan yang harua rela tidur dengan Panji agar Panji terjebak dengan gairah naetha. Gitu kan maksud Mama?" teriak Anetha yang mulai kesal.
Anetha berjalan begitu saja meninggalkan Sela yang terhenyak dengan ucapan kasar Anetha. Sungguh tak biasanya Anetha berbuat itu kepadanya.
"Kamu mulai berani dengan Mama?" teriak Sela dari ruangan tengah itu.
Anetha hanya diam tak menggubris ucapan mama Sela sama sekali. Ia terus berjalan menuju kamarnya dan mengunci pintu kamarnya.
"Hallo ... Brian? Aku sudah di rumah," ucap Anetha pelan.
Kedua muali mengobrol karena sudah beberapa hari ini keduanya sibuk dengan urusan masing - masing.
Panji terus melajukan kendaraan roda empatnya itu dengan sangat kencang menuju kantornya.. Ia bahkan tak peduli lagi dengan keadaan di sekitar yang merasa terganggu dengan laju mobilnya yang sangat kencang.
Hari sudah semakin sore. Maura sudah mendapatkan tempat kost yang cocok dengan keinginannya. Tidak jelek dan tidak bagus juga. Semua nya biasa saja dan standar kos pada umumnya.
Dia hanya duduk diam memadangi koran yang di belinya tadi saat mebeli makanan di warung makan dekat dnegan kostnya.
Maura mencari lowongan pekerjaan yang biasa di iklankan di koran. Satu per satu ia lihat sambil menyuapkan nasi dnegan lauk telur dadar itu.
"Nah ini dia. Sepertinya cocok dneganku. Secara aku tk membawa apapun termasuk ijazah SMA ku. Aku harus mencari pekerjaan yang tak menanyakan ijazah terakhirku," batin Maura di dalam hati. Mulutnya penuh dengan makanan sambil mengunyah. Mauramenuliskan alamat yang harus ia datangi besok saat melamar pekerjaan itu.
DICARI!! Seorang pelayan restaurant siap saji dengan wajah menarik dan bisa bekerja sendiri dan partner.
"Besok pagi aku akan ke sana untuk melamar pekerjaan. Uangku tak cukup jika aku tak bekerja. Paling satu minggu ke depan aku masih bisa berhemat, tapi selanjutnya tidak sama sekali." Maura menelan makanan itu pelan dan mendorongnya dengan air putih dari dalam botol.
Malam ini, Maura mulai tidur di kost barunya. Kost dengan ruangan sempit. Hanya ada kasur tipis tanpa sprei dan bantal guling tanpa sarungnya. Tak ada selimut atau kain penutup. Lemari pakaian plastiknya pun masih kosong. Tadi, Maura hanya ke Toko untuk membeli handuk, baju untuk besok melamar pekerjaan dan perlengkapan mandi serta beberapa makanan dan minuman untuk menemaninya di kost.
Tubuhnya mulai terasa lelah sekali. Di rebahkan di atas kasur tipis sedikit agak membuatnya enakan. Maura sudah terbiasa hidup susah. Tidak ada yang perlu di sesali dalam hidupnya. Ia ingat betul pesan Ibunya sesaa sebelum meninggal dunia.
Jalan hidup seseorang tidak akan ada yang tahu. Di saat kamu menemukan berlian tentu kamu akan senang tapi jika kamu menemukan sesuatu yang tidak kamu sukai, berusalah untuk tetap bersikap sewajarnya, mungkin suatu hari apa yang kamu dapatkan itu membawa hikamh di kemudian hari.
Kata -kata yang membuat Maura selalu bersemangat dalam menjalani hidup. Sampai kemain kejadian itu pun, sama sekali tak membuat Maura dendam. Mungkin kalau kecewa tentu ada, untuk membalas perbuatan Tyo, ayah tirinya, untuk apa? Lebih naik Maura pergi dan tak bertemu lagi. Mencari kehidupannya sendiri saat ini. Setidaknya Maura sudah tidak punya hutang budi lagi. Uang satu milyar itu cukup untuk membayar hutang -hutang selama Ibu sakit dan berobat ke rumah sakit.
Panji sudah berada di dalam ruangan kerjanya. Ia terus memikirkan Maura yang pergi tiba -tiba tanpa berpamitan. Bahkan Maura tak mengambil apapun dari dompetnya sebagai ganti rugi atau bayarannya atau apalah. Ia hanya pergi begitu saja dan menyudahi semuanya.
"Kamu perempuan malam yang sanggup membuatku candu, Maura. Apa karena keperaawananmu membuatku bangga bisa memilikimu seutuhnya?" lirih seklai ucapan itu lolos dari bibir Panji.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Lela Lela
Pst anetha pacar ny briand
2022-12-19
0
Lela Lela
Cari trtus panji dan semoga cpt ketemu .
2022-12-19
0