MENJADI KUPU MALAM
Malam itu menjadi malam yang di benci oleh Maura. Dengan paksaan Ayah tirinya tega menjela kegadisan Maura hanya demi uang dan terobsebsi menjadi jutawan.
"Ini anak gadismu?" tanya Brian kepada Tyo, Ayah tiri Maura.
Brian menatap Maura dari bawah hingga atas. Tubuhnya pas, hanya saja penampilan Maura seperti anak kampung yang tak bisa berdandan.
"Benar. Cantik kan?" ucap Tyo sambil tertawa.
"Kau yakin, anak gadismu itu masih perawan?" tanya Brian yang merasa tak yakin.
"Aku jamin seratus persen. Aku minta satu milyar untuk kegadisan anak tiriku ini," ucap Tyo keras hingga membuat Maura bergidik ngeri.
Setelah kematian Ibunya satu minggu lalu. Maura terpaksa menuruti keinginan Ayah tirinya itu karena ia hanya memiliki Ayah tirinya itu. Tapi, siapa sangka, Ayah tirinya malah tega menjual Maura dengan harga yang sangat tinggi.
"Oke. Ganti pakaianmu dnegan pakaian ini!!" teriak Brian dengan suara lantang sambil melempar pakaian yang begitu tipis kepada Maura. Pakaian itu lebih mirip dengan jaring laba - laba yang sering di lihatnya di rumah.
Maura hanya menatap nanar pakaian itu. Begitu hina dan nista sekali hidupnya. Demi uang, hidupnya harus rela di tiduri oleh lelaki kaya yang Maura sendiri tak tahu bagaimana bentuk wajahnya.
"A - Ayah ... Maura tidak bisa," ucap Maura dengan lirih. Air matanya langsung mengucur deras meratapi nasibnya.
"Kau pilih ganti baju dan layani lelaki yang ada di dalam kamar, atau kamu memilih aku usir dari rumah, dan aku tak bertanggung jawab lagi pada hidupmu dan nyawamu!!" bentak Tyo dengan kasar.
Maura tak memiliki pilihan lagi. Ia segera pergi ke kamar mandi dan berganti pakaian.
Malam ini Maura sudah berada dalam kamar hotel yang di pesan oleh Brian. Brian memberikan Maura makanan dan minuman selama menunggu Panji datang.
Semua alat penyadap dan kamera CCTV pun sudah terpasang di seluruh kamar hotel itu.
"Kenapa kepalaku pusing sekali?" tanya Maura di dalam hatinya sendiri. Ia baru saja menghabiskan satu potong roti isi daging dan minuman kemasan yang di berikan oleh Brian. Namun, kepalanya terasa pening dan Maura pun terbaring di atas kasur dengan pakaian yang sexy.
Di meja makan restauran bintang lima. Rapat tentang kontrak suatu proyek besar pun di mulai. Seorang investor menginginkan Panji sebagai pemenang tender kali ini. Tapi, Brian sebagai pesaing menginginkan proyek besar ini juga.
"Panji? Kamu datang tepat waktu," ucap Brian pelan.
"Ada apa Brian? Kalau kamu masih ingin menjadi pesaingku, jadilah pesaing yang sehat," ucap Panji dnegan tegas.
Panji pun duduk di saah satu kursi meja makan yang telah di pesan oleh Brian.
"Mau makan? Biar aku pesankan. Di sini ada menu spesil, menu baru. Kita coba ya? Sekalian aku ingin mengajukan satu permintaan kepadamu, Panji?" ucap Brian pelan.
Brian memang teman semasa SMA, dia pernah menjadi klien Panji. Beberapa kali mereka melakukan kerja sama, tetapi Panji selalu tidak puas dengan hasil kerja Brian yang menurutnya kurang maksimal dan tidk pernah tuntas.
Panji hanya mengangguk pelan. Dirinya tak sedikit pun curiga dengan kepada Bria, teman lamanya itu.
"Boleh. Kebetulan aku lapar," ucap Panji santai.
Brian pun memanggil pelayan dan memesan beberapa menu makanan dan minuman.
"Aku ingin membantumu mengerjakan proyek raksasa ini, Panji? Itu juga kalau kamu percaya padaku?" tanya Bria dengan raut wajah datar dan nampak tenang.
Sikapnya yang apa adanya tak menimbulkan sedikit pun keanehan pada diri Brian.
"Membantu?" Aku tidak salah dengar?" tanya Panji dengan tatapan yang begitu lekat kepada Brian.
"Apa kamu meragukan aku, Panji?" tanya Brian lirih. Dirinya merasa tak di anggap. padahal sejak awal mereka selalu bersama.
"Aku sudah memiliki orang yanag bisa membantuku, Brian. Maaf sekali untuk hal ini," ucap Panji pelan.
"Oke. Kalau kamu tidak bisa mempercayai sahabatmu sendiri?" ucap Brian yang berpura - pura menerima dnegan ikhlas.
"Lain kali, kalau ada tender, aku kan berbagi pekerjaan dengankamu, Brian. Aku janji," ucap Panji pelan.
Pesanan makanan pun sudah datang. Keduanya makan dengan lahap sambil berbincang tentang masa - masa SMA.
"Kamu kenapa Panji?" tanya Bria yang meliha Panji beberapa kali memegang kepalanya. Brian tetap bersikap tennag seolah tidak terjadi apa - apa.
"Kepalaku pusing, Brian. Bisa tolong antar aku pulang, Brian? Kebetulan aku tidak bawa supir?" ucap Panji pelan. Kedua matanya berkunang - kunang dan pening terasa kepalanya.
"Baik. Aku akan antar kamu, Panji," ucap Brian dengan senyum smirknya.
Tak lama Brian dan Tyo membawa Panji ke kamar hotel yang telah di pesan. Tubuhnya terus terhuyung dan meracau kata -kata yang tak jelas.
"Argh ... Perempuan? Kamu tahu saja, aku lagi pusing Brian?" ucap Panji yang langsung bernapsu sat melihat Maura yang terbaring di atas kasur dengan pakaian setengah telanjang.
Tubuh mungil Maura yang masih ranum dan masih perawan itu pun, nampak menggoda kedua mata Panji.
"Kalian keluar ya? Ini jatahku," ucap Panji dengan tak sadarkan diri sambil menginci pintu kamar hotel itu dan langsung membuka pakaiannya.
Panji tidak mau menunggu lagi. Birahinya sudah naik, saat minuman aneh itu terminum dan tercampur di dalam tubuhnya. Tubuhnya seperti memanas dan ingin melakukan hal - hal yang membuatnya puas.
Tidak sampai setengah jam, panji sudah berhasil menaklukkan gadis yang kini sudah berada di bawah kungkungan tubuh kekarnya.
Maura nampak tegang, ada rasa takut, panik dan cemas. Bayangannya kembali mengingat Tyo, Ayh tirinya yng tentu akan marah besar, bila rencananya gagal. Kuitansi dan giro satu milyar pun sudah ada dalam genggaman Tyo. Tidak mungkin kini Maura malah pergi dan lari begitu saja.
"Namamu siapa? Kamu begitu cantik dan menggodaku. Tubuhmu indah sekali?" ucap Panji dengan nakal dan sangat menggoda.
"Ma - Maura. " jawab Maura pelan. Tubuhnya sudah polos, baru saja panji berhasil membukanya dengan paksa.
Kini tubuh mereka sudah menempel. Keringat dingin membasahi dahi Maura karena takut.
"Aku sudah tak sabar ingin mencicipmu, gadis muda," ucap panji lembut.
Panji melakukan itu semua mengikuti naluri hatinya. Perlahan namun pasti hingga Panji sanggup membobol petahanan yang selama ini di jag aoleh Maura. Maura meringis kesakitan. Air matanya pun turun menhan rasa sakit dan rasa kecewa di dalam hatinya.
Maura tidak dendam kepada Ayah tirinya. Tapi, Maura menyalahkan dirinya sendiri yang tak bisa melawan Tyo, Ayah tirinya dengan berani.
"Kamu sungguh nikmat, Sayang," ucap Panji lirih. Tubuhnya seketika lemas dan tetap berada di atas Maura. Panji menutup matanya dan merasakan tubuhny yang terasa lega seketika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Lela Lela
Kalau kata aku maura pdhl kabur ...
2022-12-19
0