"Apa yang kamu lihat dari tas ku, dek?" tanya mas Anang lemah, aku tak tahu kemana perginya seluruh tenaga yang tadi ia gunakan untuk memelukku.
Tanpa menjawab aku berjalan keluar kamar dan melangkahkan kaki menuju ruang tamu. Aku nyalakan lampunya, sengaja aku keluar kamar, agar anakku tak terbangun dengan pembicaraan ku dan mas Anang. Tak berselang lama, mas Anang duduk di sampingku setelah aku duduk. Aku masih diam dengan air mata yang terus mengucur tanpa henti.
"Jawab aku dek, kamu lihat apa?" tanya mas Anang sekali lagi dengan menangkup wajahku dengan kedua tangannya.
"Pikirkan sendiri mas, kira-kira aku kenapa bisa begini setelah melihat isi tas mu? Kenapa kamu masih tanya aku?" jawabku dengan mata yang nanar. Sungguh tak bisa aku jelaskan apa yang aku rasakan kini. Rasanya aku bagaikan debu di tengah kota, hadirku ada, namun hanya untuk diinjak, kepanasan dan tak dianggap.
"Aku bisa jelaskan, ini semua hanya salah paham." Mas Anang masih berkilah di saat dirinya sedang terjepit seperti ini.
"Jelaskan dimana kesalah pahaman aku mas. Apa kamu akan bilang, kalau dua benda yang kamu gunakan untuk berhubungan badan itu bukan milikmu? Kertas yang berisikan cek in di hotel bintang lima itu juga apa kebetulan ada di tasmu?" Se emosi apapun aku saat ini, aku masih bisa mengendalikan dan aku masih menjaga ucapan ku, aku masih menjaga intonasi ku saat bicara dengannya. Karena aku sadar, emosi bukanlah pilihan yang tepat saat ini. Kalau aku mengikuti setan-setan yang meracuni pikiran dan hatiku, mas Anang juga akan emosi dan akan menambah goresan luka di hatiku.
Aku melihat wajah mas Anang yang bingung, merasa bersalah dan entahlah, mungkin saja dia sudah menyesal karena meletakkan benda-benda itu di sembarang tempat. Mungkin dalam hatinya juga ia memaki dirinya sendiri karena sudah sebodoh ini. Tidak-tidak, bukan dia yang bodoh, tapi aku. Aku yang bodoh, bagaimana bisa aku kecolongan seperti ini. Bagaimana bia aku di kelabuhi mas Anang dengan begitu mudah.
Sungguh saat ini pikiranku tak bisa memikirkan hal yang positif. Aku jadi meragukan mas Anang, aku ragu soal gajinya yang kecil, memang selama ini aku tak pernah melihat buku tabungan mas Anang. Karena terlalu percaya padanya itulah yang mungkin saja membawa aku ke situasi seperti ini.
"Dengar aku, apa yang kamu lihat bukan berarti itu kenyataannya." Mas Anang masih saja berbelit-belit, entah dia sedang mengacaukan pikiranku atau memang dia masih memikirkan alasan yang tepat untuk semua benda yang aku temui di tasnya.
"Terus kenyataan yang benar bagaimana?"
Mas Anang kembali diam. Dan diamnya, membuat kau berpikir bahwa apa yang aku pikirkan adalah kebenaran.
"Diamnya kamu sudah menjawab semuanya mas. Kenapa kamu mengkhianati aku? Apa salahku mas?" Aku kembali terisak, dadaku terasa sesak hingga aku sulit bernafas.
"Kamu nggak salah, aku yang salah. Maaf aku khilaf." Akhirnya kata-kata itu aku dengar dari mulutnya.
"Berapa lama kamu melakukan ini? Dan kenapa? Orang yang khilaf tidak akan sejauh itu mas, menginap berdua di hotel, melakukan hubungan badan, dan kamu bilang khilaf? Khilaf yang kamu lakukan berkali-kali? Yang namanya perselingkuhan itu tidak ada yang khilaf mas."
"Iya maaf sayang, maaf. Sumpah aku hanya sekali menginap di hotel dan tidur dengannya. Sumpah sayang, aku nggak bohong."
Sudah sejak tadi aku berusaha untuk menahan amarahku, tapi mas Anang masih saja berbelit-belit. Aku menghapus kasar pipiku yang sudah basah karena air mata. Aku menggeret mas Anang ke kamar Alif dan Agil.
"Kamu lihat mereka mas! Lihat mereka! Kamu pernah bawa meraka jalan-jalan? Pernah kamu beli mainan untuk mereka? Pernah mas?" Aku mulai sedikit menaikkan nada bicara ku. Aku geram jika mengingat suamiku membawa wanita lain ke hotel bintang lima. "Kamu aja nggak pernah bawa kami jalan-jalan meskipun hanya ke taman, aku ikut banting tulang biar bisa memenuhi kebutuhan, biar kita nggak banyak hutang. Dan kamu dengan mudah dan entengnya bawa wanita lain menginap di hotel? Apa yang kamu tutupi dari aku mas?" aku masih terus menghujani nya dengan pertanyaan.
"Sudah cukup kamu bicara Ayu. Aku sudah jelaskan diawal kalau ini hanya salah paham dan aku sedang khilaf. Kenapa kamu jadi merembet kemana-mana seakan kamu berjasa sekali dengan usaha sosis gorengmu itu." Mas Anang sudah nampak mulai emosi denganku. Aku dibuatnya semakin kesal saja.
"Bukannya aku memang berjasa mas? Kehidupan yang sekarang aku jalani sangat menyimpang dari janji yang pernah kamu katakan ke aku. Perlu aku ingatkan? Bahkan sampai sekarang pun aku nggak tahu atas dasar apa kamu nyakitin aku diam-diam begini, mas."
"Sudah aku katakan aku khilaf."
"BOHONG! Kamu sadar betul dengan kondisi kita yang pas-pas an. Dan kamu menghamburkan uang untuk wanita ****** diluar sana. Itu bukan khilaf, tapi sebuah tindakan KESENGAJAAN!" Entah setan apa yang sedang menguasai diriku. Dengan beraninya dan tidak ada sopan santunnya aku berteriak di depan wajah mas Anang. Tak pernah aku sebelumnya seperti ini, bahkan mas Anang pun terlihat terkejut dan tak percaya aku bisa semurka ini.
"Terserah, sesuka hati kamu aja mikir aku bagaimana." Mas Anang menjawab ucapan ku dengan secuek itu. Tanpa rasa bersalah atau berniat menenangkan aku, dirinya justru melangkahkan kakinya keluar rumah di jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Aku hanya bisa menangis tersedu, rasanya hatiku hancur lebur, hidupku pun rasanya tak menggairahkan. Aku merosotkan tubuhku ke lantai dengan air mata yang tarus mengucur. Aku menekuk kedua lututku dan menyembunyikan kepalaku di lutut. Sebisa mungkin aku menyamarkan suara isakanku agar tak terdengar anak-anak.
Aku menghabiskan banyak menit dengan duduk terpuruk menyembunyikan wajah dan tangisanku. Aku lalu beranjak dari kamar dan berniat untuk membongkar lemari, aku ingin tahu buku tabungan mas Anang yang dari awal menikah hingga detik ini tak pernah aku lihat bentuknya.
Aku obrak-abrik seluruh isi lemari, aku keluarkan semua baju dan berkas-berkas seperti sertifikat rumah dan surat motor mas Anang. Lama aku mencari, namun yang kunjung aku temui. Aku tak mau menyerah, aku harus menemukan benda itu sekarang juga.
Tak ada satupun sudut kamar yang aku lewatkan. Hingga aku akhirnya menemukan buku tabungan mas Anang di bawah kasur tempat kami tidur. Dengan bergetar aku mengambil buku itu dan membukanya dengan pelan. Aku takut jika aku mengetahui isinya aku akan semakin terpuruk, namun jika tak di lihat aku sangat penasaran. Dan lagi pula mas Anang akan terus membohongi ku jika aku diam saja.
Mata dan mulutku terbuka lebar saat aku melihat deretan angka yang tertera di buku tabungan mas Anang. Hatiku terasa semakin ngilu saja. Aku menghapus kasar pipiku yang kembali di basahi air mata. Aku geram dan sangat sakit hati dengan apa yang disembunyikan dari mas Anang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
niken babyzie
judul novelnya cocok di beri judul.. ternyata aku baru sadar telah menikahi suami pelit
2025-01-22
2
UmiLovi ✨ IG : LaLoviiii
Sunad aja laki model gituan, Yu!!
2022-09-18
2