Bab 4

"Kamu apa kabar, Na? " James memulai dengan menanyakan kabar Titiana terlebih dahulu untuk mencairkan situasi meraka yang masih terasa canggung.

"Seperti yang kamu lihat" James melihat Titiana masih tidak nyaman berada dekat dengannya. Melihat duduk Titiana yang gelisah. Walau sebenarnya James juga sangat gugup.

"Seperti yang kulihat?" James membalikkan jawaban Titiana menjadi sebuah pertanyaan. "Aku tidak tau seperti apa yang kulihat, Na. Keadaanmu dan kabarmu sekarang ini aku tidak tau, Na. Yang aku lihat kamu tidak nyaman berada di dekatku. "

Titiana tidak merespon pernyataan James. Titiana masih duduk gelisah dan tidak mau melihat James. Ruangan itu kembali hening. Hanya suara detak jam dinding yang tergantung diatas pintu ruangan itu yang terdengar.

Pelayan tadi masuk kembali untuk mengantarkan pesanan mereka dan menatanya dengan cantik di meja. Setelah pelayan tersebut keluar, Titiana langsung menyeruput jus sirsak itu untuk membasahi tenggorokan nya yang terasa kering. Rasa asam bercampur manis menyejukkan tenggorokan nya.

"Gimana kabar Papa sama mama kamu, Na? " James memulai obrolan kembali.

"Mereka baik" sungguh Titiana sangat tidak menyukai basa basi ini. Titiana berharap James to the point aja tentang apa yang mau dibicarakan. Berada di dekat James masih membuat Titiana gugup dan berdebar. Apalagi dalam ruangan itu hanya mereka berdua. Titiana tidak mau pertahanannya goyah kalau terlalu lama di dekat James. Bagaimanapun rasa itu masih ada. Karena sama dengan James, Titiana juga masih menyimpan rasa cinta itu untuk James. Walaupun Titiana terluka dan tersakiti, tetapi alangkah sulit Titiana menghilangkan rasa itu. Itulah yang terberat bagi Titiana.

"Apa Kak Hendra masih tugas di kota ini? " Hendra adalah kakak Titiana yang berprofesi sebagai dokter. Istri Hendra juga seorang dokter. James sangat mengenal semua anggota keluarga Titiana. Karena mereka berasal dari kota yang sama, terlebih James dan Titiana juga pernah memiliki hubungan berpacaran yang lumayan lama, hampir sepuluh tahun. James pacaran dengan Titiana ketika mereka masih memakai seragam abu-abu.

"Tidak lagi. Mereka sekarang membuka klinik sendiri di kota asal kita. Biar sekalian ada yang jaga papa dan mama."

"Oh... Sudah berapa anak mereka?" James seakan ingin berlama-lama dengan Titiana, sehingga melontarkan pertanyaan yang kurang penting.

"Dua." Titiana sudah mulai tidak tahan. Hufh.. Hembusan Titiana terdengar berat. "Apakah kabar mereka hal yang mau kamu bicarakan? " Titiana memberanikan diri menatap langsung ke mata James. Cukup sudah basa basi ini.

James menantang tatapan Titiana dengan tatapan lembut tetapi begitu dalam. "Apa kabar kamu sekarang, Na? " kembali James menanyakan kabar Titiana. James ngotot agar Titiana mengatakan keadaannya sekarang. Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia bahagia? Apakah sudah tidak memiliki rasa cinta itu lagi untuknya? James sangat ingin tau itu semua dan James ingin Titiana mengatakan itu langsung kepadanya.

"Aku baik-baik saja"

"Apakah kamu bahagia dengan hidup kamu yang sekarang? "

Titiana tidak langsung menjawab, dia tidak tau harus menjawab apa. Karena dia juga tidak bisa menganggap hidup yang dia jalani sekarang merupakan kebahagiaan. Masih ada rasa hampa di hatinya.

"Aku hanya mensyukuri dengan hidup yang aku jalani sekarang" jawaban yang diucapkan Titiana menyiratkan bahwa dia hanya berusaha bertahan dan menjalani hari-hari ini mengikuti alurnya. Dan jawaban itu membuat James merasa sedih, ternyata selama ini Titiana mungkin tidak baik-baik saja. Sama sepertinya juga yang tidak baik-baik saja.

"Kamu gak mau nanya kabarku, Na? " tanya James penuh harap agar Titiana sedikit penasaran tentang hidupnya.

"Kamu kelihatan baik-baik saja" jawab Titiana dengan masih tidak mau melihat langsung ke wajah James.

"Ya. Kelihatannya aku baik-baik saja, Na" kata James dengan menekankan kata kelihatan. "Aku hanya kelihatan baik-baik saja, Na. Tapi pada kenyataannya nggak. Ini sungguh sulit ku lalui. Bahkan sangat sulit, Na" suara James sedikit bergetar. Dia ingin mengungkapkan semua yang dia rasakan sama Titiana. Ingin menceritakan perjalanan hidup yang tak mudah dia lalui. Ingin mengungkapkan rasa sakit dan penyesalannya. Karena selama ini Titiana lah yang menjadi tempat berkeluh kesahnya. Hanya Titiana lah yang bisa mendengarkan dan menenangkannya. Mendengarkan semua keluh kesahnya tanpa menghakimi. Memberikan rasa nyaman di setiap kegundahan nya. Tetapi itu tidak bisa dia lakukan lagi.

"Aku minta maaf, Na. Aku minta maaf. Aku sungguh minta maaf. " Dengan menangis akhirnya James mengungkapkan penyesalan nya. Titiana juga sudah ikut menangis sambil menundukkan kepalanya. Bahkan isak tangisnya terdengar sesekali.

"Tidak bisakah kamu memaafkan ku, Na? Aku sungguh sangat menyesal. Ku mohon maafkan aku, Na" James memohon dengan putus asa.

Titiana mengangkat kepalanya melihat mata James yang sudah penuh dengan air mata juga. Tatapan matanya juga penuh kesedihan.

"Aku sudah lama memaafkanmu, Kak" akhirnya panggilan kakak yang dulu dipakai Titiana kepada James terucap kembali. "Dulu awalnya memang sangat sulit memaafkanmu, tetapi sekarang aku sungguh sudah memaafkanmu, kak"

"Kalau kamu memang sudah memaafkan ku, tidak bisakah kita kembali seperti dulu lagi? "

Titiana menggelengkan kepalanya pelan.

"Kenapa? Kamu sudah ada pasangan? Atau calon suami? "

Titiana kembali menggelengkan kepalanya.

"Terus kenapa, Na? " tuntut James.

"Tidak semudah itu lagi buat kita, kak"

"Kamu sudah tidak cinta lagi? Kamu sudah tidak memiliki rasa itu lagi untukku? " ini yang paling James takutkan.

"Bukan karena itu semua" jawab Titiana. James merasa lega karena kemungkinan Titiana masih memiliki rasa cinta itu untuknya.

"Karena secara iman yang aku yakini dan juga adat istiadat yang kita miliki, kita tidak semudah itu untuk bersama lagi. Aku tidak akan bisa untuk melanggar itu, kak. " ucap Titiana dengan pelan tetapi tegas. James terdiam tidak bisa berkata lagi. Dia tersadar memang akan sulit buat mereka untuk bersama lagi. Karena dalam keyakinan mereka hanya memperbolehkan menikah sekali seumur hidup, tidak mengizinkan perceraian, kecuali diceraikan oleh kematian. Sementara James bercerai bukan karena kematian. Kecuali James segera melaporkan perceraiannya dengan menyerahkan alasan-alasan yang kuat dan bukti bahwa pernikahan mereka tidak mungkin lagi dipertahankan. Itupun akan sangat lama proses disetujui karena pihak gereja juga akan menganalisa terlebih dahulu, memeriksa langsung. Dan prosesnya itu juga bahkan harus sampai ke Vatikan.

Tetapi James lalai akan hal itu. Dia tidak pernah melaporkan perceraiannya. Dia terlalu sibuk menata hidupnya yang sempat berantakan. Terlalu sibuk akan rutinitas kebintangannya. Sehingga tidak pernah terpikirkan untuk mendaftarkannya.

Mereka berdua saling diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. James baru tersadar akan kesulitan yang akan dihadapinya kedepan karena kelalaiannya. Sibuk memikirkan langkah yang akan segera dia lakukan. Sementara Titiana kembali menata hatinya.

"Mungkin kisah kita sampai disini. Mungkin juga kita memang tidak berjodoh. Mari kita jalani hidup kita masing-masing. Saling mendoakan yang terbaik buat kita." akhirnya Titiana memecahkan kebisuan mereka. "Aku berdoa moga kakak mendapatkan kebahagiaan, dan semakin sukses. Tetap menjadi papa yang hebat buat putrimu. Doakan juga agar aku secepatnya mendapatkan kebahagiaan juga." ucap Titiana dengan tulus. Dia bersiap-siap mengakhiri pertemuan ini.

"Jaga kesehatan mu, kak. Kalau kita bertemu lagi mudah-mudahan kita bisa menjadi teman yang baik. Aku pamit duluan, ini sudah terlalu malam. Aku harus kembali ke kamar dan beristirahat karena besok aku harus balik dan penerbangan ku pagi-pagi sekali.

Titiana berdiri, sedikit merapikan dress nya. Dia bersiap-siap untuk meninggalkan ruangan itu. Dia berjalan ke arah pintu keluar. Saat hendak mencapai pintu, James bersuara.

"Tunggu aku, Na. Jangan pernah mencoba mencari kebahagiaan mu dari yang lain. Aku yang akan membahagiakan mu. Aku akan segera melaporkan dan membereskan perceraianku. Aku akan mengurus ke gereja dan Vatikan. Ku mohon tunggu aku, Na. " Titiana berbalik lagi karena ucapan James. Dia menatap tepat di mata James. Ada kesungguhan dan tekat yang kuat disorot mata James. Wajah tegasnya juga menunjukkan keseriusan nya.

"Berusahalah dan berdoalah semoga takdir juga memihak kita. Aku pamit. " hanya itu yang bisa Titiana ucapkan sebelum membuka pintu ruangan itu dan benar-benar meninggalkan ruangan itu. Titiana tau proses itu akan sangat sulit, makanya dia hanya bisa berpasrah pada takdir.

Setelah kepergian Titiana, James terduduk merenungkan semuanya. Merenungkan apa yang sudah terjadi dan apa yang akan terjadi. Memikirkan langkah apa yang akan dia perbuat kedepannya untuk memperbaiki semua ini. Memang sudah sangat terlambat untuk memperbaikinya. Dan pasti dia akan melewati jalan yang sulit. Hanya memikirkannya saja sudah membuat kepalanya pusing. Dia masih merenung dalam ruangan itu hampir satu jam sebelum dia pergi meninggalkan ruangan itu.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!