Belum hilang rasa lelah yang menerpa, Joen kembali hadir mengusik ketenangan Ghina.
"Cebol, lama banget di tamannya. Wc aku belum di bersihin," berjalan dengan santai sembari memasukan kedua tangan di kantong.
"Ck," Ghina mendecih.
Joen melirik Ghina, si cebol anteng-anteng saja dengan keluhannya.
"Woi, di bilangin Wc ku belum di bersihin!," Joen kembali mengulangi. Demi apa woi, Ghina nggak ada takut-takutnya dengan tatapan tajam Joen.
"Udah larut malam tuan, besok saja ya."
"Dih! di kira naik angkot pake nawar. Nggak bisa! pokoknya Wc ku harus di bersihin malam ini juga. Titik!."
"Koma deh tuan," seloroh Ghina.
"Titik!," sentak Joen.
"Koma aja," tawar Ghina lagi. Sumpah! badannya capek banget, untung mulutnya masih kuat buat berdebat dengan Joen.
Joen mengambil lagi tisyu di atas meja makan"Bersihin nggak?," tangannya di udara dengan segulung tisyu.
Dua bola mata gadis cebol itu berputar jengah"Aku laporin nyonya lho tuan."
Wajah tampan di hadapannya itu merengut"Ish!giliran kaya gini, kamu bawa-bawa nama mamah, ayo dong Ghin bersihin Wc ku."
"Capek, besok pulang sekolah beneran Ghina bersihin kok tuan," ujarnya meraih keranjang. Bersiap kembali ke taman.
"Aku bayar deh, 50 ribu," lagi-lagi duit. Sebuah tawaran yang sangat menggiurkan bagi Ghina.
Namun, Ghina yang sudah khatam meladeni kejahilan Joen tidak mudah terpengaruh. Apalagi teringat kelakuan Joen saat Gina membawakan cendol, jiwa bertahan hidup Ghina semakin berkobar. Jika di kerjain tuan muda, maka Ghina akan balas mengerjainya.
"50 ribu doang, nyonya Sook memberikan uang lembur sangat banyak buat saya. 50 ribu doang sampe kemana tuan? naik monas juga cuman sampe setengah tiang doang," ujarnya mencibir jemari lima yang Joen sodorkan di hadapannya.
"Badan dulu di panjangin, gayanya mau manjat monas," ledek Joen.
"Nah," Ghina menjentikkan jari.
"Berhubung tuan menghina saya, bayaran 50 itu semakin nggak menarik, tuan. Maaf-maaf ni ya, saya sibuk banget, permisi dulu ya," gadis itu melenggang tanpa menunggu tanggapan Joen. Membuat hati anak majikan semakin sesak rasanya.
"150 ribu, buruan bersihin Wc saya."
Senyum manis mengembang di wajah Ghina"Kalo segitu, oke deh tuan. Saya ambil taplak meja dulu ya. 5 menit saya bakal nongol kok di kamar tuan."
Joen menatap gemas padanya"Sialan! ku kira cupu, ternyata matre."
"Namanya duit, tuan. Mau di bilang matre juga nggak apa-apa," cengirnya segera berlalu dari hadapan Joen.
"Eh, cebol, sekalian bawaain cemilan ya ke kamar."
"Nambah 50 ribu tuan, itu di luar bayaran bersihin Wc."
"Gila, kasihan bener yang jadi jodoh kamu. Apa-apa minta di bayar, bahaya ni si cebol," gerutu Joen lagi.
Ghina mendekati Joen"Mau bayar nggak???, kalo ogah, ambil sendiri cemilannya?."
Joen menatap sinis pada Ghina"50 ribu mah, gampang. Bawain yang banyak ya, awas aja kalo nggak banyak. Aku Kurung dalam Wc lho."
"Kecil!," Ghina menjentikkan jemari kelingking.
"Tinggal teriak doang, paling tuan Joen yang di hukum nyonya."
Beneran deh! berdebat dengan Ghina tuh nggak ada habisnya. Katanya capek, tapi mulutnya berceloteh tanpa henti"Udah deh buruan, keburu subuh bersihin Wc nya," Joen mendorong tubuh kecil itu menuju taman.
Jung memperhatikan Ghina dan Joen dari lantai atas. Saat Joen berbalik menuju tangga, Jung segera menarik diri. Namun, langkah seribu si nona muda menubruk Joen hingga oleng. Jung yang menyaksikan itu segera mengejar Joen yang terjatuh.
"Heh, nenek lampir! kira-kira dong kalo lari. Nggak bisa pelan-pelan, hah?," sentak Joen. Untung saja baru menaiki tangga pertama. Jadi jatuhnya nggak seberapa.
Mendapat omelan dari Joen, bukannya meminta maaf, Nari justru membalas ucapan pria itu"Jadi cowok kok lembek. Di tabrak gitu doang udah oleng, cih!."
Jung kembali duduk manis di anak tangga paling atas. Dosen itu hanya menonton adu mulut dua saudaranya, alih-alih melerai.
Tidak terima di katai lembek, Joen menarik gaun yang dengan terpaksa di pakai Nari malam ini. Kalao bukan karena paksaan sang mamah, sumpah! Nari nggak sudi pakai baju mekar-mekar kaya parasut terjung payung begini. Enakan pakai celana, bisa loncat-loncat kesana kemari dengan leluasa.
"Oppa! sopan dong sama cewek."
"Cewek? kamu cewek?," ledek Joen mempertanyakan status Nari.
"Picek ya? jelas-jelas Nari cewek."
"Cewek tuh anggun, rambutnya panjang, jalannya juga pelan-pelan. Nggak lari-larian di tangga kaya kamu. Di kata filem india lari-larian sambil angkat rok begitu? pake nubruk pula, selain jadi nenek lampir, kamu jelmaan banteng ya?."
Nari melotot dengan hinaan Joen. Gadis itu turun hendak melayangkan jambakan mautnya di kepala Joen.
"Heh! ada apa ini?," tuan Charlotte hadir di antara mereka. Menghentikan kuda-kuda Nari saat itu juga.
Joen terkekeh, hatinya bersorak gembira. Sementara Jung, pria itu mendapat tatapan tajam dari sang papah. Bagaimana bisa dirinya hanya cengar-cengir menyaksikan dua saudaranya beradu argumen.
"Mau kamu apakan kepala abang kamu?," tanya tuan Charlotte pada Nari. Sementara sang papah menginterogasi Nari, Jung perlahan undur diri. Mengendap-ngendap pria itu pergi menuju kamarnya.
Tersenyum sangat manis"Mau belai pucuk kepala Oppa."
"Mau belai apa mau di jambak?," selidik sang papah.
"Di belai dong pah, bang Joen kan manis, Nari jadi gemes," ujarnya cengengesan, takut sang papah mengomel memergokinya hendak menyerang Joen.
Dengan tatapan menyebalkan"Bohong pah, diakan nenek lampir. Bukan ulat yang lagi manjat ke pucuk kepala Joen buat di belai."
"Di kira iklan teh pucuk, pake manjat pucuk kelapa, eh, kepala," lidah tua tuan Charlotte sempat terpeleset. Menghadapi putra dan putri yang gemar bertikai membuat lidahnya sangat lelah mendamaikan mereka.
Nari ketar-ketir, dosa apa yang dia lakukan sampai terciduk hendak menganiaya abang menyebalkannya. Dan, kehadiran Ghina sungguh bagai angin segar dalam hidupnya. Anak koki yang telah siap membersihkan Wc tuan muda kedua itu membuat perhatian sang papah padanya buyar.
"Ayo Ghin, aku anterin ke kamar bang Joen," ujarnya bersikap manis. Sembari mengedipkan mata, Nari mengirim signal SOS kepada Ghina.
Sebagai sesama korban kejahilan dua tuan muda, Nari dan Ghina jelas berada pada kubu yang sama. Maka dengan mudahnya Ghina bergabung dalam misi Nari untuk kabur dari hadapan sang papah.
"Pah, Narinya gimana?," tanya Joen saat Nari di biarkan melenggang bersama Ghina.
"Sudah malam, papah capek," ujarnya berlalu begitu saja.
Mendengar ucapan itu, Nari dan Ghina tertawa.
"Ckckcckck!," Nari menghadang Joen di muara pintu, sementara Ghina sudah masuk lebih dahulu untuk segera membersihkan Wc tuan cerewet itu.
"Apa?," sentak Joen, melotot bersiap jika Nari benar-benar menyerangnya.
"Enggak, orang cuman liatin oppa doang," ujar si bontot berjalan menuju kamarnya.
Dengan waspada, Joen pun memasuki kamarnya.
To be continued...
Akan up ketika senggang....
Selamat membaca jangan lupa like fav dan komennya 🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Maya●●●
🤣🤣🤣🤣🤣
2023-04-02
0
Maya●●●
loncat2 kayak kodok aja sih nar🤣
2023-04-02
0
Maya●●●
aku kembali lagi thor
2023-03-31
1