Merangkai bunga sambil ngeteh di sore hari, begitu judul agenda Nyonya Sook hari ini. Normalnya persiapan merangkai bunga hanya perlu beberapa peralatan sederhana, tapi merangkai bunga ala Nyonya Sook bukan sesederhana itu.
"Letakan meja dengan karpet bunga bunga itu di sini"Perintahnya. Mr.Ko Ayahanda Ghina segera membawa meja bundar klasik ke hadapan Nyonya Sook.
"Vas antiknya sudah datang belum?"
"Saya cek ke depan dulu Nyonya"Sahut Mr.Ko meraih dan menekan tombol pada walkie talkie yang tersampir di pinggangnya.
Nyonya Sook kembali sibuk memperhatikan para pelayan bekerja. Jari telunjuknya menari nari memberi arahan kemana pot pot berisi bunga bunga cantik dan unik koleksinya di letakan.
Tak berapa lama Mr.Ko datang menghampirinya kembali"Nyonya, Vas nya belum di kirim. Ban mobil mereka kempes, mobil cadangan mereka sedang mengantar barang ke tempat lain"
"Mr.Ko aja yang ambil ya"
"Siap Nyonya"Mr.Ko yang bernama lengkap Komarudin segera melaksanakan perintah sang majikan. Dialah Ayah tercinta Ghina, bertahun tahun mengabdikan diri pada keluarga Charllote. Keluarga kaya raya dengan tingkat solidaritas yang tinggi, menghargai sesama manusia meski hanya seorang supir seperti dirinya. Di berbagai kesempatan Tuan Charllote beberapa kali mengenalkan Mr.Ko sebagai sahabatnya yang merangkap sebagai supir pribadi pada rekan kerjanya. Sebuah kehormatan bagi Mr.Ko.
Lepas dari jerat seorang Joen Charllote Ghina melenggang bebas menuju taman. Berbaur dan membantu para pelayan dalam bekerja, saling bantu membantu dalam bekerja begitulah kebiasaan baik yang di tekankan Nyonya Sook pada para pelayannya. Jangan ada rasa iri dan dengki, jangan ada sindir menyindir, biasakan berkata jujur dan giat bekerja. Maka uang bonus pun akan mengalir dengan deras ketika hari gajihan tiba.
"Neng Ghina, mukanya lesu amat"Tegur Mr.Zak kang kebun keluarga Charllote.
"Biasa Mr, pangeran devil habis bersenang senang di atas derita saya"Wajahnya memerah, kesal teringat tampang bahagia Joen ketika dirinya menenggak habis cendol bersantan itu.
"Sabar Neng"
"Iya sabar kok Mr" Sambar Ghina. Kata sabar yang sering dia dapatkan dari para pelayan di kediaman ini bagai kata mantra yang mampu meredakan amarah di hatinya. Setidaknya dia tau banyak orang yang perduli dan sayang padanya, meski pun itu bukan Joen si Tuan muda durjana.
Kesibukan semakin bertambah ketika bunga bunga berdatangan , Ghina menata bunga bunga kedalam keranjang dan meletakannya di atas meja meja yang tersusun berhadapan.
Perlahan waktu terus bergulir, gadis itu tenggelam dalam kesibukan. Sesekali bercanda dan bergurau bersama para pelayan, sesekali tertawa dan bercanda dengan sang Ibu, juga Nyonya Sook.
Raut bahagia terukir jelas di wajah manis itu, siang berganti petang dan rasa penat pun mulai menghinggapi. Beristirahat sejenak di kursi taman, menikmati semilir angin sembari membuang penat.
"Nih"Sang Ayah tlah datang. Menyodorkan sekaleng minuman bersoda.
Senyum gadis itu mengembang, Ayah rasa sahabat. Begitulah seorang Mr.Ko bagi Ghina.
"Makasih Ayah ganteng"Ujarnya membuka kaleng minuman dan segera menenggaknya.
"Gimana?"Tanya Mr.Ko menunggu ekspresi gembira Ghina.
"Wuah!!!, seger Yah, batrai Ghina sudah full lagi nih. Ayok kerja lagi"Ceria dan selalu gembira. Mr.Ko ikut merasakan energi negatif tersalur ke dalam tubuhnya dari senyuman seorang Ghina, putri semata wayang yang tak kan pernah dewasa baginya.
"Cih...seneng banget mukanya"Gerutu seseorang di hadapan teropong jarak jauhnya.
Pria itu keluar menuju beranda kamar, memberi kode kepada Ghina yang jauh di sana agar mendekat.
"Cebol"Teriaknya.
Arah angin berlawanan dengan posisinya kala itu hingga sekeras apa pun dia berteriak Ghina tak kan mendengar panggilannya.
"Perlu bantuan Tuan?"Mr.Zak berada tepat di bawah beranda Joen.
"Panggilin cebol Mr, suruh menghadap saya segera!"
"Siap Tuan"Mr.Zak setengah berlari menghampiri Ghina di tengah taman.
"Neng, di cariin Tuan Joen"
Nyonya Sook melirik Mr.Zak.
"Ada perlu apa Joen mencari Ghina??"
"Maaf Nyonya, saya juga nggak tau"
"Bilang sama Joen, Ghina saya perlukan. Kalo dia perlu sesuatu kamu aja yang bantuin"
Titah sang Nyonya tak bisa di sanggah siapa pun di kediaman ini. Termasuk Joen sang Tuan muda.
"Mr kok bilangnya di depan Mamah"Joen nampak tak suka dengan kabar yang di bawa Mr.Zak.
"Maaf Tuan, Nyonya datang tiba tiba"Ujarnya tertunduk.
Joen mendecih gusar. Perutnya lapar dan dia perlu makan. Rasa malas membuatnya enggan keluar dari dalam kamar, niatnya meminta Ghina mengambilkan makanan dan mengantarnya ke kamar. Jika tugas itu di lakukan Mr.Zak....akh selera makan Joen pasti akan berkurang, dia mau nya Ghina yang mengantar makanan itu bukan Mr.Zak si lelaki berotot ini.
Melihat wajah masam Joen Mr.Zak melontarkan pertanyaan padanya"Tuan perlu bantuan saya??"
Memeluk pagar balkon kayak orang yang lagi patah hati"Aku maunya Ghina, bukan Mr.Zak. Ngerti nggak sih??"Rengeknya bak anak kecil yang gagal membeli es krim.
Joen memang judes tapi sebenarnya dia baik kok dan Mr.Zak menyadari kebaikan anak majikannya itu"Saya coba bisikin Ghina ya Tuan"
"Nah!! mantep. Mr.Zak terbaik"Serunya menirukan jargon Boyboyboy dari negeri si kembar botak.
"Tunggu sebentar Tuan, nanti saya kasih kode dari jauh ya"Ujarnya lagi.
"Oke Mr"Sahut Joen dengan wajah berbinar senang. Selain lapar dia juga bosan, perlu hiburan dan hiburan bagi Joen adalah membuat Ghina kesal. Hahahahhaha.
Selang beberapa waktu Mr.Zak memberikan kode 'oke' dengan tangannya dari kejauhan. Joen bersorak gembira dalam hati.
Pekerjaan di taman bunga mulai berkurang, tinggal menyiapkan kue kue yang masih tersimpan di dapur.
Ghina pun melenggang ke arah dapur untuk membantu sang Ibu, sekalian menemui Joen sebentar. Mau apa lagi si Tuan muda menyebalkan itu.
Beberapa pelayan mulai menata kue, Ghina pamit pada Ibunya untuk menemui Joen.
Langkah kaki kecilnya pun mulai meniti anakan tangga menuju lantai atas, letak kamar Joen, Jung dan Nari sang Nona muda.
Tok tok tok...
Suara ketukan pintu membuat Joen menarik senyum nakal.
"Masuk"Ujarnya santai.
Cekrekk!!, bruk!!,
Ghina seperti hantu, tubuhnya terguyur tepung atau apalah itu. Yang jelas dari ujung kepala hingga ke bawah gadis itu dalam balutan serbuk berwarna putih.
"Tuan bosan hidup??"Kata pertama Ghina bagai belati tajam menusuk hati Joen. Ah...sudah biasa, Joen tak gentar dengan ancaman itu.
"Itu hukuman karena nggak segera menemui aku"
"Uhuk! saya kan kerja di bawah Tuan" Gadis itu sedikit terbatuk menepuk kepalanya yang penuh serbuk putih. Wanginya kaya bedak bayi gitu.
"Bodo amat. Ish!! bikin kotor kamar aku kan. Cepat kamu beresin bedak bedak ini"Lah...dia yang bikin berantakan kok.
"Tuan kan yang membuat kekacauan ini"
"Iya, tapi kan gara gara kamu"
Ghina terperangah. Kenapa semua kesalahan yang di lakukan Joen selalu berakhir kepada dirinya sebagai penyebnya. Keterlaluan manusia satu ini, tangan Ghina mengepal hendak mendaratkan pukulan di kepala Joen. Biar otaknya bekerja lebih baik lagi, sayangnya dia tak bisa melakukan itu. Bisa bisa sang Ibu yang akan balas memukul kepalanya.
"Tuan jahat"Gerutu Ghina.
Hati Joen merasa tergigit karena kata kata itu. Tapi bodo amat lah.
"Salah sendiri nggak gercep menemui aku, aku kelaparan dan aku juga kehausan".
"Terus?? apa hubungannya sama saya??"
"Ya kamu ambilin saya makan sama minum dong"
"Tuan sehat kan?? kaga kenapa kenapa kan?? bisa jalan kan??"Giginya bergeretak mengucapkan kata kata itu. Joen sialan, masa mau akan aja harus menyuruh dirinya.
"Jangan ngomel! ambilin saya makan dong"
"Katanya beresin ini dulu"Ujarnya menunjuk lantai yang putih karena ulah Joen.
"Ambilin makan dulu, kamu mau aku mati kelaparan??"
"Ya elah Tuan, jago banget ngedrama. Tadi pagi Tuan sarapan kan masa telat makan siang aja bisa bikin Tuan mati"
"Bisa lah, aku kan pria lemah tak berdaya. Dan ingat ya, kalo aku mati karena telat makan itu semua gara gara kamu"
"Saya lagi??"
"Iya, kamu bawel. Dari tadi aku minta makan tapi nggak di kasih"
Lelah dan letih menyatu sempurna dalam tubuh Ghina. Menghadapi Joen membuatnya berpikir untuk benar benar membuat mati anak majikan ini. Eh!! kaga dah, canda doang. Joen cakep paripurna lho kasihan kan kalo mati muda.
"Oke,saya yang salah. Tuan diam di situ, saya ambilin makan"
"Hem, gitu dong dari tadi. Cebol"
Hatinya mengumpat. kelakuan Joen benar benar membuat kepalanya berat hari ini. Untung Ghina bukan cewek cengeng, menangis adalah salah satu pantangan dalam hidupnya. Dan sejauh ini belum pernah sekali pun Joen melihat gadis itu menangis. Kalo hampir menangis sih sering, tapi Ghina selalu saja berhasil menghalau air mata yang akan jatuh di kedua pipinya. Ghina memang gadis yang kuat dan tegar.
Penampilan Ghina menyita perhatian para pelayan juga Ibunya. Mereka hanya bisa tertawa dan mencoba menghibur Ghina.
"Putih amat anak Ibu"
"Berkat tangan ajaib Tuan Joen, hebat kan dia. Ghina yang butek mendadak jadi putih karena ulahnya"sedikit cemberut sambil menyiapkan makanan untuk Joen, Ghina melirik sambel dengan tatapan penuh makna.
"Jangan macem macem"Bibi Mae menjauhkan sambel dari jangkauan Ghina.
Hanya bisa memajukan bibir beberapa senti, Ghina gagal hendak meracuni makanan Joen dengan sambal maut bikinan Bibi Ana.
"Sabar ya Ghin"Ujar para penghuni dapur.
"Sabar kok, Ghina mah ratu sabar"Ujarnya mengumbar senyum pahit.
Gelak tawa para pelayan mengiringi langkah Ghina menuju tangga. Di sana dia bertemu Nari yang baru pulang sekolah.
"Sekolah fullday lagi Non"
"Hupffhhh,,,iya Ghin"Nari menyahut sambil menahan tawa.
"Nape tu muka??rambut juga??"
"Biasa Non"Lirik Ghina jengah.
Tawa Nari pun pecah. Sesaat dia terpingkal karena penampilan Ghina, tapi kemudian dia terdiam.
"Bentar Ghin"Menghentikan langkah Ghina tepat di atas anak tangga terakhir.
Nari mengendus endus di sekitar tubuh Ghina. Aroma yang familiar"Wanginya aku kenal nih"
"Wangi apa Neng?? telor balado ini??"Menyodorkan menu makan siang Joen.
Nari menggeleng"Wangi badan kamu"
"Oh...bedak bayi ini kali non. Entah Tuan Joen dapat dari mana, seluruh badan saya di guyur pake bedak bayi ini karena telat nyamperin dia.
"Bedak bayi???"Pekik Nari.
Tergesa gesa Nari berlari masuk ke kamarnya yang lupa di kunci tadi pagi.
Ghina enggan mencari tau, dia melenggang santai menuju kamar Joen di sebelah kamar Nari.
"JOEN SIALLLAAAANNNNNN!!"Teriakan Nari menggelegar bagai gempa bumi.
Joen kelabakan.
Ghina masih di muara pintu dan cepat cepat dia menarik gadis itu masuk kedalam kamarnya.
"Yak!! bedak bayi kiriman Yoona kenapa di pake mainan!!"Teriak Nari menggedor pintu kamar Joen.
"Tuan memang cari mati"Gumam Ghina meletakan nampan berisi makanan ke atas meja belajar Joen.
Joen mendesis"Gara gara kamu"
"Hidih saya terus yang di salahin"Ghina balas berdesis.
"Ka Joen!!!"Pintu kamar bergetar karena tendangan kaki Nari. Biar kecil kekuatan Nari ngeri juga.
"Ntar aku ganti"Joen balas teriak.
Si bontot bersandar, dia capek berteriak dan mengamuk. Baru juga sampe rumah emosinya udah bikin kepala mau pecah.
"Awas kalo nggak di ganti, Kak Joen bakal Nari santet"
"Mati masuk neraka kau, dasar nenek lampir"Teriaknya dari balik pintu.
Amarah yang menggebu membuat Nari mengeluarkan kata kata umpatan
"Ish, gukguk lah"
Sumpah serapah Nari membalik keadaan, Joen membuka pintu dan memencet pipi Nari dengan geram.
"Ngomong apa barusan??!"
"Gukguk"Tantang Nari melotot pada Joen.
"Ambilin cabe Ghin!!"Perintah Joen.
"Jangan Ghin"Tahan Nari.
Joen geram Ghina tak bergerak dari posisinya"Ambilin cepat!!"
"Jangan!! ntar aku kasih album NCT terbaru Ghin"
Waw 😍😍, tawaran Nari menggiurkan sekali. Sebagai fansgirl modal kuota tentu tawaran Nari sangat menggoda. Taeyong Oppa dan teman teman sangat mempesona di mata Ghina.
"Beneran Non??"
"Hooh"Ujar Nari mencoba bicara senormal mungkin. Dia meronta hendak melepaskan diri dari Joen. Mulutnya maju 3 senti karena terjepit jemari Joen.
"Ghina..."Tatapan Joen penuh ancaman.
"Maaf Tuan"Cengirnya.
"Tega kamu Ghin"Sentak Joen tak percaya si anak Koki berani berkhianat darinya.
"Ghina kaga tegaan kok Tuan. Apalagi menolak album terbaru NCT, Ghina nggak akan menolak"Serunya terloncar girang. Dan demi mendapatkan hadiah itu Ghina berpindah pada kubu Nari, menggelitik pinggang Joen hingga Nari terlepas dari cengkeramannya.
"Keparat kamu Ghin!!, jadi kamu memilih bersekutu dengan nenek lampir hah??"Joen kaya orang joget joget karena geli.
"Buruan kabur Non"
"Kamu juga Ghin"
Jadilah dua wanita itu mengambil langkah seribu dari hadapan Joen.
"Ash!! awas kalian!!"Teriak Joen yang tersungkur di atas lantai lemah karena serangan gelitik dari Ghina.
To be continued..
Happy reading.
Salam anak Borneo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Maya●●●
halo kk. aku mmpir lagi nih
2023-03-21
0
Maya●●●
halo ratu sabar😁
2023-03-21
0
Yuli Fitria
Apa ini? Cebol??? 😂 ngakak aku. Btw maaf ya baru mampir lagi 🤗
2023-03-04
0